CH. 8 – Hewan Peliharaan

Beberapa hari kemudian, waktu berlalu seperti biasa, tampak Akma Jaya sedang duduk bersandar di bawah naungan daun kelapa yang menjulang rindang.

Posisi memejam. Hitungan detik berhela napas, pohon kelapa di dekat pantai memberikan pesona, ombak menggulung lembut, menyisir pasir di pinggiran. Tatapannya seakan bercampur suasana hening, angin berdesir.

Seiring terpaan angin, tiba-tiba seekor burung terbang melintas tepat di hadapan dirinya.

Akan tetapi, Akma Jaya tak menghiraukan burung tersebut. Tak disangka, burung itu kembali melintas, lagi-lagi Akma Jaya tak menghiraukannya, seolah-olah ada masalah atau apa? Burung itu terus melintas, terbang menghalangi pandangan dan membuat Akma Jaya sedikit geram.

“Buang senjatamu ... buang senjatamu ... buang senjatamu,” ucap burung itu sambil terbang melintas di hadapan Akma Jaya.

“Burung itu bisa bicara? Bagaimana mungkin? Ini pasti burung langka!” Akma Jaya berseru.

Dia benar takjub dan tidak mengetahui mengenai burung itu, selama ini dia tidak pernah melihatnya.

“Aku harus mendapatkanmu. Bagaimanapun caranya!” Akma Jaya berusaha menggapai untuk menangkap burung tersebut.

Burung itu terbang menyusuri angin, menjauh dari tempat itu, Akma Jaya mengejar dengan langkah tertatih serta napas yang terus berembus kencang.

Suasana lengang. Akma Jaya berlari sambil melompat-lompat. Dia terus berusaha untuk menangkapnya.

Dengan sikap gigih, Akma Jaya tak kenal lelah, dia terus berlari, sejauh mana burung itu terbang, dia akan kejar hingga bertekad bulat ingin mendapatkannya.

Sikap gigihnya tertanam kuat bagai sebenih tanaman yang tumbuh menjadi pohon.

Dari pohon dan mekar berbuah, daunnya hijau lebat—kini dia memakan buahnya.

Burung yang tadi terbang mengejek, dari gerakannya ingin ditangkap, tetapi ia seakan tidak mau ditangkap dengan mudah.

Dengan tekad membara. Sekarang, burung itu telah berhasil ditangkap Akma Jaya, sikapnya berubah girang dan membuat dirinya tertawa melompat-lompat.

“Akhirnya, kau tertangkap di tanganku, aku harus memberitahukan ini kepada ayah!” Akma Jaya bersegera cepat menuju tempat Kapten Lasha.

Burung itu di dekapnya dalam genggaman seperti pangkuan yang dipenuhi kehangatan, sesampainya di tempat Kapten Lasha. Akma Jaya membuka pintu.

“Ayaaah!” Akma Jaya berteriak.

“Ada burung langka yang kutemukan.” Akma Jaya berucap memperlihatkan burung itu kepada Kapten Lasha.

Kapten Lasha terlihat biasa saja, dia tersenyum sinis melihat burung tersebut.

“Heh, burung ini tidak langka, ada banyak jenisnya yang seperti ini,” ujar Kapten Lasha sedikit menjelaskan.

“Benarkah? Aku baru mengetahui tentang burung ini.” Akma Jaya menatap burung dan mengelusnya.

“Akma, pergilah, jangan pernah membuat keributan karena hal ini.” Kapten Lasha berujar menunjukkan sikap dingin.

“Ayah, setidaknya beri tahu aku mengenai nama burung ini?” tanya Akma Jaya masih mengelus kepala burung. Dia cukup penasaran.

Kapten Lasha tak mengedarkan pandangan. Dia fokus ke depan. “Burung Beo, jenis burung ini bisa berbicara. Seandainya kau melatihnya setiap hari dan dilakukan secara rutin,” jawab Kapten Lasha sederhana.

“Oh, begitu? Baiklah, aku akan pergi karena sudah mengetahui nama burung ini!”

Akma Jaya beranjak pergi dari tempat Kapten Lasha kemudian dia pulang menuju rumah.

Dari jarak pandangan, sekitar sepuluh langkah kaki, terlihat Haima sedang merawat bunga, dia menyiraminya beserta keindahan senyuman yang terpancar jelas di wajahnya.

“Ibuuu ....” Dari kejauhan Akma Jaya berteriak memanggil ibunya. Dia berlari kencang menghampiri.

“Ada apa, Akma?” tanya Haima bersuara lembut. Mereka berdua bersitatap dan berdekatan.

Akma Jaya mengulurkan tangan. “Ibu, lihatlah, hewan ini akan jadi peliharaanku!” kata Akma Jaya, lalu menunjukkan burung yang ada di tangannya, Haima mengangguk dan cukup memberikan senyuman.

“Oh, tapi ingat, ketika kamu memeliharanya, kamu harus rajin memberinya makan dan merawatnya dengan baik,” jawab Haima tersenyum sambil menyentuh hidung Akma Jaya dengan telunjuk, mencubit sepertinya.

“Baiklah, Ibu ....” Akma Jaya menjawab sambil mengangguk senang.

Akma Jaya membawa burung itu ke dalam rumah. Di dalam situ, dia pun berpikir membuatkan rumah untuk burungnya.

Dia tertegun sejenak, memikirkan di hutan ada banyak kayu, di sana dia bisa mendapatnya bahan. Dengan itu dia berencana ingin membuat sangkar sebagai rumah bagi burung–hewan peliharaannya.

Sebelum itu, Akma Jaya berucap kepada Haima. “Ibu ... aku ingin pergi ke hutan dulu, boleh?” tanya Akma Jaya meminta izin.

“Baiklah, tapi ingat! Kamu harus berhati-hati,” amanat Haima kepada Akma Jaya, sekilas tersenyum.

Setelah mendapatkan izin dari ibunya, Akma Jaya melesat—berlari kencang.

Di suatu tempat, di jalanan lengang, entah mengapa dia bertemu Tabra yang tampak sedang berjalan dan menikmati suasana damai. Tampak bersiul.

Akma Jaya melintas, sedangkan Tabra menyusul dan menghentikannya sejenak.

“Akma, kau ingin pergi ke mana?” tanya Tabra sedikit memandang, aura selidik.

Akma Jaya bertatap ringan. “Aku ingin pergi ke hutan, di sana aku ingin mencari kayu, lalu dengan kayu itu akan kubuat sangkar burung,” jawab Akma Jaya menjelaskan.

“Sangkar burung?” Tabra heran.

“Iya,” jawab Akma Jaya sedikit ringkas.

“Hmmm, apa kau sedang memelihara burung peliharaan?” tanya Tabra sedikit tidak percaya.

“Iya, aku memelihara burung.” Akma Jaya menjawab cepat.

“Burung apa yang kau pelihara? Oh, ya. Apa alasan yang membuatmu memeliharanya?” tanya Tabra bertubi dan dia pun memang tak bisa mempercayainya.

“Burung Beo, begitulah karena ia bisa berbicara, walaupun sedikit saja, itulah alasan kenapa aku memeliharanya.” Akma Jaya menjelaskan.

“Wah, Akma. Aku ingin ikut denganmu, mencari kayu itu di hutan.” Tabra sangat antusias mendengar ucapan Akma Jaya. Dia spontan berseru.

Akma Jaya menggelengkan kepala. “Tidak usah, aku tak ingin menyusahkanmu.”

“Akma, bukankah kita sudah menjadi sahabat, apa kau tidak mengetahui tentang hakikat persahabatan?” tanya Tabra. sorotan matanya melebar.

“Akma, kita sudah menjadi sahabat, jika aku membantumu dan kau menolaknya, apakah kau ingin memutuskan ikatan persahabatan di antara kita?” kata Tabra bernada serius, dia melanjutkan ucapan.

“Baiklah, jika kau ingin ikut. Ikutlah bersamaku,” jawab Akma Jaya.

Mendengar itu Tabra berseru penuh kegirangan. “Akmaaa ... ayo, kita pergi ke hutan,” ujar Tabra sambil menarik tangan Akma Jaya menggunakan tangan kanan.

Dia mengacungkan tangan kiri disertai dengan raut wajah penuh kegirangan.

Sementara Akma Jaya berwajah datar. Dia tak bisa berbuat banyak, hanya mampu meringankan tubuhnya yang ditarik oleh Tabra.

“Hei, Tabra. Bisakah kau menarik tanganku lebih pelan sedikit,” kata Akma Jaya berwajah datar.

Tabra tetap menarik tangannya, dia berlari cepat. “Hahaha ....” Tabra tertawa sambil berlari, sedangkan wajah Akma Jaya tampak semakin datar, orang-orang pun tampak kebingungan karena menatap sepintas tingkah konyol mereka berdua.

***

Pada akhirnya, mereka berdua telah sampai di hutan, hawa-hawa sejuk dan damai, desir angin melambai.

“Baiklah, kita sudah sampai!” Tabra berseru senang seraya melepaskan genggaman tangannya.

“Bagaimana, Akma?” Lanjut Tabra bertanya sambil menghirup napas panjang.

“Tabra, kau menarik tanganku sepanjang jalan,” jawab Akma Jaya dengan wajah datar. Tak ada suara lain, suaranya bernasib sama.

“Sudahlah, Akma. Lupakan itu, ayo cepat! Kita cari kayu dan lanjut membuat sangkar.” Tabra mendesak.

“Baiklah, Tabra,” jawab Akma Jaya yang berada di belakang Tabra.

“Hei, Akma ... kau yang seharusnya berada di depanku!” Tabra tidak terima. Tatapannya memelotot.

“Kenapa?” tanya Akma Jaya ringan.

Tabra menoleh. “Aku bukan orang hebat sepertimu, melainkan aku hanya anak biasa.” Tabra menjawab dan merendah. Wajahnya sedikit aneh.

Akma Jaya bertatap maklum. “Oh, itu sudahlah tidak usah kau pikirkan, kita jalan bersama saja, selama ini pun tidak ada aturan yang membatasi pertemanan, di depan ataupun di belakang, bagiku keduanya sama,” jawab Akma Jaya menyudahi ucapan Tabra. Sekarang, mereka berjalan bersama-sama.

“Akma, bagaimana menurutmu, apakah kita akan berpencar?” tanya Tabra optimis. Kedua tangannya mengepal seakan menunjukkan semangat membara.

Akma Jaya berpikir sejenak. Tentang pertanyaan Tabra yang baginya cukup serius, tak lama dia memutuskan.

“Tidak, kita tidak akan berpencar, aku takut akan ada bahaya yang menimpa salah satu dari kita. Jika kita bersama, kita bisa menghadapi bahaya itu bersama.”

Tabra melebarkan senyuman. “Akma, apakah kau takut bahaya?” tanya Tabra sambil tertawa menatap Akma Jaya.

“Ayolah, pada suatu saat nanti, kau akan menjadi seorang Kapten, maka kau harus belajar menjadi berani menembus hutan sendirian,” lanjut Tabra menyeringai dan tertawa setelahnya.

Wajah Akma Jaya kembali datar. “Usiaku sekarang baru 15 tahun. Masih banyak waktu untuk belajar,” ketus Akma Jaya

Tabra menatap dengan tatapan penuh keyakinan. “Ya, anggap saja kau sekarang sedang belajar, kita akan berpencar,” ucap Tabra sambil menepuk bahu Akma Jaya. Yakin dan cukup kuat.

Akma Jaya sedikit tercengang mendengarnya. “Benarkah? Itu adalah permintaanmu untuk berpencar. Jika terjadi bahaya, jangan salahkan aku!" jawab Akma Jaya sedikit menekan Tabra.

“Akma, kau meragukan kekuatanku, bukankah sebelumnya kita sudah pernah melakukan latihan tanding?” Lagi-lagi Tabra menepuk bahu Akma Jaya, senyuman melebar di bibirnya.

Akma Jaya mengangguk. “Baiklah, aku percaya itu. Kau memang kuat!” Akma Jaya memuji sederhana.

“Sudah pasti,” jawab Tabra menyertai senyuman kebanggaan yang terpampang, mereka pun bergerak memasuki hutan dan berpencar mencari kayu.

Episodes
1 CH. 1 – Pengenalan
2 CH. 2 – Desa Muara Ujung Alsa
3 CH. 3 – Aisha & Tabra
4 CH. 4 – Berlatih Pedang
5 CH. 5 – Tebasan Pedang di tengah derasnya Hujan
6 CH. 6 – Senyuman Dari Persahabatan
7 CH. 7 – Latihan Pertandingan Seorang Sahabat
8 CH. 8 – Hewan Peliharaan
9 CH. 9 – Menjelajahi Hutan
10 CH. 10 – Membuat Sangkar Burung
11 CH. 11 – Hidangan Spesial
12 CH. 12 – Tipu Muslihat Penculik
13 CH. 13 – Tertangkapnya Kelompok Penculik
14 CH. 14 – Pelayaran Seorang Ayah Ke Benua Palung Makmur Untuk Menemukan Tabib
15 CH. 15 – Kondisi Akma Jaya
16 CH. 16 – Isu Kematian Akma Jaya
17 CH. 17 – Kabar Gembira
18 CH. 18 – Pembicaraan Empat Mata
19 CH. 19 – Menyelidiki Permasalahan
20 CH. 20 – Desa Anmala
21 CH. 21 – Keterangan Lebih Lanjut
22 CH. 22 – Pertarungan di tengah Laut
23 CH. 23 – Obat Penawar
24 CH. 24 – Kedatangan Kelompok Bajak Laut Mafia Kelas Kakap
25 CH. 25 – Tragedi Berdarah
26 CH. 26 – Kapten Lasha Vs Kapten Kaiza
27 CH. 27 – Kematian Kapten Lasha
28 CH. 28 – Kesembuhan Akma Jaya
29 CH. 29 – Suasana Berlayar
30 CH. 30 – Pesta Para Bajak Laut Munafik Atas Kematian Kapten Lasha
31 CH. 31 – Pulau Butariya
32 CH. 32 – Tersebarnya Kabar tentang Kematian Kapten Lasha
33 CH. 33 – Kraken
34 CH. 34 – Pelayaran Altha ke Kota Taiya
35 CH. 35 – Kota Taiya
36 CH. 36 – Bersantai Menikmati Suasana Pantai
37 CH. 37 – Guru & Murid
38 CH. 38 – Metode Latihan yang Diberikan Oleh Qaisha
39 CH. 39 – Kehancuran Pulau Butariya; Kematian Tokoh Utama, Altha, Qaisha
40 CH. 40 – Beberapa Patah kata yang terbuang dari Bagian cerita; seperti mimpi~ ty
41 CH. 41 – Kupikir ini Kenangan–rangkuman dari Perkataan-[ujaran, ucapan, jawaban]
42 CH. 42 – Keberlangsungan Hidup Yang Kedua
43 CH. 43 – Bertahan Melawan Semburan Api Naga yang Ganas
44 CH. 44 – Tanggung Jawab
45 CH. 45 – Bercerita Tentang Bajak Laut Merah
46 CH. 46 – Surat yang Tersembunyi di balik lambang Bajak Laut Merah
47 CH. 47 – Bertemu Kelompok Bajak Laut Jingga
48 CH. 48 – Kejadian Yang Tidak Diduga
49 CH. 49 – Lelah
50 CH. 50 – Ini Sulit
51 CH. 51 – Masa Lalu Aswa Daula
52 CH. 52 – Masa Lalu Aswa Daula
53 CH. 53 – Masa Lalu Aswa Daula
54 CH. 54 – Bab Masa Lalu : Awal Permulaan
55 CH. 55 – Bab Masa Lalu : Bajak Laut Hitam Berlayar
56 CH. 56 – Bab Masa Lalu : Banyak Bicara
57 CH. 57 – Bab Masa Lalu : Percaya
58 CH. 58 – Bab Masa Lalu : Desa Buana
59 CH. 59 – Bab Masa Lalu : Petang Menanti Malam
60 CH. 60 – Bab Masa Lalu : Wortel
61 CH. 61 – Bab Masa Lalu : Kejadian yang Aneh
62 CH. 62 – Bab Masa Lalu : Takdir Pertemuan
63 CH. 63 – Bab Masa Lalu : Ujaran Kebencian
64 CH. 64 – Bab Masa Lalu : Nasehat Haima
65 CH. 65 – Bab Masa Lalu : Harapan itu Hanyalah Mimpi
66 CH. 66 – Bab Masa Lalu : Duel Sengit
67 CH. 67 – Bab Masa Lalu : Akhir Dari Duel
68 CH. 68 – Bab Masa Lalu : Bukankah itu Sama?
69 CH. 69 – Bab Masa Lalu : Desa Lauma
70 CH. 70 – Bab Masa Lalu : Selamat Tinggal
71 CH. 71 – Bab Masa Lalu : Wilayah Nanaina
72 CH. 72 – Bab Masa Lalu : Menara
73 CH. 73 – Bab Masa Lalu : Puncak Menara
74 CH. 74 – Bab Masa Lalu : Kapten Riyuta
75 CH. 75 – Bab Masa Lalu : Inti Menara
76 CH. 76 – Bab Masa Lalu : Termas
77 CH. 77 – Bab Masa Lalu : Kapten Terpandang
78 CH. 78 — Bab Masa Lalu : Mengenai Takdir
79 CH. 79 – Bab Masa Lalu : Bangsat
80 CH. 80 – Bab Masa Lalu : Kepahitan Sebuah Pedang
81 CH. 81 – Bab Masa Lalu : Firasat Aisha
82 CH. 82 – Bab Masa Lalu : Lebih Baik Musnah
83 CH. 83 – Bab Masa Lalu : Asgaha & Asdama
84 CH. 84 – Bab Masa Lalu : Melakukan Kesalahan
85 CH. 85 – Bab Masa Lalu : Histori Cerita
86 CH. 86 – Bab Masa Lalu : Keputusan yang diambil
87 CH. 87 – Bab Masa Lalu : Kedatangan Kapten Broboros
88 CH. 88 – Bab Masa Lalu : Kekuatan Mistik
89 CH. 89 – Bab Masa Lalu : Alam Berbicara
90 CH. 90 – Bab Masa Lalu : Membosankan
91 CH. 91 – Bab Masa Lalu : Kena Skak
92 CH. 92 – Bab Masa Lalu : Terkikis Ombak
93 CH. 93 – Bab Masa Lalu : Sebutir Debu
94 CH. 94 – Bab Masa Lalu : Kepingan Rindu
95 CH. 95 – Bab Masa Lalu : Berakhir Hampa
96 CH. 96 – The Story Of Atlana: Tujuan
97 CH. 97 – The Story Of Atlana: Berbincang
98 CH. 98 – The Story Of Atlana: Perihal
99 CH. 99 – The Story Of Atlana: Provokasi
100 CH. 100 – The Story Of Atlana: Katak
101 CH. 101 – The Story Of Atlana: Dalam
102 CH. 102 – The Story Of Atlana: Tempurung
103 CH. 103 – Bab Masa Lalu: Garam
104 CH. 104 – Bab Masa Lalu: Kebersamaan
105 CH. 105 – Bab Masa Lalu: Sekilas
106 CH. 106 – Bab Masa Lalu: Terakhir
107 CH. 107 — Bab Masa Lalu: Hanya Cerita
108 CH. 108 — Sepuluh Anak Buah
109 CH. 109 — Merinding
110 CH. 110 — Bagaimana Sekarang
111 CH. 111 — Kapten Menghilang
112 CH. 112 — Jurang
113 CH. 113 – Ikan Yang Hilang, Bodoh Menjadi Pembahasan
114 CH. 114 – Berawal Dari Segontai Ide Bersambung Kekesalan Diri
115 CH. 115 – Tidak Adanya Sikap Saling Percaya
116 CH. 116 – Biarkanlah
117 CH. 117 – Olahraga
118 CH. 118 – Syin1: Kaum Yang Tidak Pernah Tidur
119 CH. 119 – Syin2: Lumrah
120 CH. 120 – Syin3: Terserah
121 CH. 121 – Gendut
122 CH. 122 – Tiga Tahun Lalu
123 CH. 123 – Pastilah
124 CH. 124 – Tidak Lucu
125 CH. 125 – Pancaran Sinar Mata Yang Mengerikan
126 CH. 126 – Masa Lalu Aswa Daula
127 CH. 127 – Masa Lalu Aswa Daula
128 CH. 128 – Masa Lalu Aswa Daula
129 CH. 129 – Ketidakseimbangan Perasaan
130 CH. 130 – Menangis Tanpa Air Mata
131 CH. 131 – Beberapa Ucapan Kadang Menemui Titik Temunya
132 CH. 132 – Jangan Berpura-pura Dan Hilangkan Keluh Kesah
133 CH. 133 – Syin4: Pidato Walikota
134 CH. 134 – Arti Sebuah Rencana
135 CH. 135 – Penutup(End)
136 CH. 136 – Pembuka Cerita: Salam Rindu
137 CH. 137 – Kau Mau Pergi Kemana
138 CH. 138 – Persiapan Menuju Jenjang Perencanaan
139 CH. 139 – Memulai Perencanaan
140 CH. 140 – Rencana itu Mutlak
141 CH. 141 – Secara Garis Pandang Mata Tidaklah Sama
142 CH. 142 – Jgn Mengurusi Hidup Org Lain. Akan tetapi, Kepedulian Terletak di SANA
143 CH. 143 – Demikianlah Seterusnya
144 CH. 144 – Putri Duyung
145 CH. 145 – Kapten Atlana Berkata
146 CH. 146 – Kesalahpahaman Itu Semakin Jelas Di Antara Mereka
147 CH. 147 – Pagi ini, Matahari Tersenyum
148 CH. 148 – Pagi ini, Kita Bercerita
149 CH. 149 – Terima Kasih
150 CH. 150 – Dua Versi Yang Berbeda
151 CH. 151 – Raja Hurmosa
152 CH. 152 – Bajak Laut Hitam itu Penjahat(End 2)
153 [Chapter Spesial] – Maafkanlah Atas Segala Kesalahan
154 Menyambung Sesuatu Yang Akan Disambung Dan Ini Pengumuman
155 Catatan Akhir dan Kalimat Pemanis
156 Pengumuman: Sebuah Novel yang Akan Kembali
157 CH. 157 — Memulai Cerita Ini Dari Awal
158 CH. 158 — Bayangan Di Balik Kabut
Episodes

Updated 158 Episodes

1
CH. 1 – Pengenalan
2
CH. 2 – Desa Muara Ujung Alsa
3
CH. 3 – Aisha & Tabra
4
CH. 4 – Berlatih Pedang
5
CH. 5 – Tebasan Pedang di tengah derasnya Hujan
6
CH. 6 – Senyuman Dari Persahabatan
7
CH. 7 – Latihan Pertandingan Seorang Sahabat
8
CH. 8 – Hewan Peliharaan
9
CH. 9 – Menjelajahi Hutan
10
CH. 10 – Membuat Sangkar Burung
11
CH. 11 – Hidangan Spesial
12
CH. 12 – Tipu Muslihat Penculik
13
CH. 13 – Tertangkapnya Kelompok Penculik
14
CH. 14 – Pelayaran Seorang Ayah Ke Benua Palung Makmur Untuk Menemukan Tabib
15
CH. 15 – Kondisi Akma Jaya
16
CH. 16 – Isu Kematian Akma Jaya
17
CH. 17 – Kabar Gembira
18
CH. 18 – Pembicaraan Empat Mata
19
CH. 19 – Menyelidiki Permasalahan
20
CH. 20 – Desa Anmala
21
CH. 21 – Keterangan Lebih Lanjut
22
CH. 22 – Pertarungan di tengah Laut
23
CH. 23 – Obat Penawar
24
CH. 24 – Kedatangan Kelompok Bajak Laut Mafia Kelas Kakap
25
CH. 25 – Tragedi Berdarah
26
CH. 26 – Kapten Lasha Vs Kapten Kaiza
27
CH. 27 – Kematian Kapten Lasha
28
CH. 28 – Kesembuhan Akma Jaya
29
CH. 29 – Suasana Berlayar
30
CH. 30 – Pesta Para Bajak Laut Munafik Atas Kematian Kapten Lasha
31
CH. 31 – Pulau Butariya
32
CH. 32 – Tersebarnya Kabar tentang Kematian Kapten Lasha
33
CH. 33 – Kraken
34
CH. 34 – Pelayaran Altha ke Kota Taiya
35
CH. 35 – Kota Taiya
36
CH. 36 – Bersantai Menikmati Suasana Pantai
37
CH. 37 – Guru & Murid
38
CH. 38 – Metode Latihan yang Diberikan Oleh Qaisha
39
CH. 39 – Kehancuran Pulau Butariya; Kematian Tokoh Utama, Altha, Qaisha
40
CH. 40 – Beberapa Patah kata yang terbuang dari Bagian cerita; seperti mimpi~ ty
41
CH. 41 – Kupikir ini Kenangan–rangkuman dari Perkataan-[ujaran, ucapan, jawaban]
42
CH. 42 – Keberlangsungan Hidup Yang Kedua
43
CH. 43 – Bertahan Melawan Semburan Api Naga yang Ganas
44
CH. 44 – Tanggung Jawab
45
CH. 45 – Bercerita Tentang Bajak Laut Merah
46
CH. 46 – Surat yang Tersembunyi di balik lambang Bajak Laut Merah
47
CH. 47 – Bertemu Kelompok Bajak Laut Jingga
48
CH. 48 – Kejadian Yang Tidak Diduga
49
CH. 49 – Lelah
50
CH. 50 – Ini Sulit
51
CH. 51 – Masa Lalu Aswa Daula
52
CH. 52 – Masa Lalu Aswa Daula
53
CH. 53 – Masa Lalu Aswa Daula
54
CH. 54 – Bab Masa Lalu : Awal Permulaan
55
CH. 55 – Bab Masa Lalu : Bajak Laut Hitam Berlayar
56
CH. 56 – Bab Masa Lalu : Banyak Bicara
57
CH. 57 – Bab Masa Lalu : Percaya
58
CH. 58 – Bab Masa Lalu : Desa Buana
59
CH. 59 – Bab Masa Lalu : Petang Menanti Malam
60
CH. 60 – Bab Masa Lalu : Wortel
61
CH. 61 – Bab Masa Lalu : Kejadian yang Aneh
62
CH. 62 – Bab Masa Lalu : Takdir Pertemuan
63
CH. 63 – Bab Masa Lalu : Ujaran Kebencian
64
CH. 64 – Bab Masa Lalu : Nasehat Haima
65
CH. 65 – Bab Masa Lalu : Harapan itu Hanyalah Mimpi
66
CH. 66 – Bab Masa Lalu : Duel Sengit
67
CH. 67 – Bab Masa Lalu : Akhir Dari Duel
68
CH. 68 – Bab Masa Lalu : Bukankah itu Sama?
69
CH. 69 – Bab Masa Lalu : Desa Lauma
70
CH. 70 – Bab Masa Lalu : Selamat Tinggal
71
CH. 71 – Bab Masa Lalu : Wilayah Nanaina
72
CH. 72 – Bab Masa Lalu : Menara
73
CH. 73 – Bab Masa Lalu : Puncak Menara
74
CH. 74 – Bab Masa Lalu : Kapten Riyuta
75
CH. 75 – Bab Masa Lalu : Inti Menara
76
CH. 76 – Bab Masa Lalu : Termas
77
CH. 77 – Bab Masa Lalu : Kapten Terpandang
78
CH. 78 — Bab Masa Lalu : Mengenai Takdir
79
CH. 79 – Bab Masa Lalu : Bangsat
80
CH. 80 – Bab Masa Lalu : Kepahitan Sebuah Pedang
81
CH. 81 – Bab Masa Lalu : Firasat Aisha
82
CH. 82 – Bab Masa Lalu : Lebih Baik Musnah
83
CH. 83 – Bab Masa Lalu : Asgaha & Asdama
84
CH. 84 – Bab Masa Lalu : Melakukan Kesalahan
85
CH. 85 – Bab Masa Lalu : Histori Cerita
86
CH. 86 – Bab Masa Lalu : Keputusan yang diambil
87
CH. 87 – Bab Masa Lalu : Kedatangan Kapten Broboros
88
CH. 88 – Bab Masa Lalu : Kekuatan Mistik
89
CH. 89 – Bab Masa Lalu : Alam Berbicara
90
CH. 90 – Bab Masa Lalu : Membosankan
91
CH. 91 – Bab Masa Lalu : Kena Skak
92
CH. 92 – Bab Masa Lalu : Terkikis Ombak
93
CH. 93 – Bab Masa Lalu : Sebutir Debu
94
CH. 94 – Bab Masa Lalu : Kepingan Rindu
95
CH. 95 – Bab Masa Lalu : Berakhir Hampa
96
CH. 96 – The Story Of Atlana: Tujuan
97
CH. 97 – The Story Of Atlana: Berbincang
98
CH. 98 – The Story Of Atlana: Perihal
99
CH. 99 – The Story Of Atlana: Provokasi
100
CH. 100 – The Story Of Atlana: Katak
101
CH. 101 – The Story Of Atlana: Dalam
102
CH. 102 – The Story Of Atlana: Tempurung
103
CH. 103 – Bab Masa Lalu: Garam
104
CH. 104 – Bab Masa Lalu: Kebersamaan
105
CH. 105 – Bab Masa Lalu: Sekilas
106
CH. 106 – Bab Masa Lalu: Terakhir
107
CH. 107 — Bab Masa Lalu: Hanya Cerita
108
CH. 108 — Sepuluh Anak Buah
109
CH. 109 — Merinding
110
CH. 110 — Bagaimana Sekarang
111
CH. 111 — Kapten Menghilang
112
CH. 112 — Jurang
113
CH. 113 – Ikan Yang Hilang, Bodoh Menjadi Pembahasan
114
CH. 114 – Berawal Dari Segontai Ide Bersambung Kekesalan Diri
115
CH. 115 – Tidak Adanya Sikap Saling Percaya
116
CH. 116 – Biarkanlah
117
CH. 117 – Olahraga
118
CH. 118 – Syin1: Kaum Yang Tidak Pernah Tidur
119
CH. 119 – Syin2: Lumrah
120
CH. 120 – Syin3: Terserah
121
CH. 121 – Gendut
122
CH. 122 – Tiga Tahun Lalu
123
CH. 123 – Pastilah
124
CH. 124 – Tidak Lucu
125
CH. 125 – Pancaran Sinar Mata Yang Mengerikan
126
CH. 126 – Masa Lalu Aswa Daula
127
CH. 127 – Masa Lalu Aswa Daula
128
CH. 128 – Masa Lalu Aswa Daula
129
CH. 129 – Ketidakseimbangan Perasaan
130
CH. 130 – Menangis Tanpa Air Mata
131
CH. 131 – Beberapa Ucapan Kadang Menemui Titik Temunya
132
CH. 132 – Jangan Berpura-pura Dan Hilangkan Keluh Kesah
133
CH. 133 – Syin4: Pidato Walikota
134
CH. 134 – Arti Sebuah Rencana
135
CH. 135 – Penutup(End)
136
CH. 136 – Pembuka Cerita: Salam Rindu
137
CH. 137 – Kau Mau Pergi Kemana
138
CH. 138 – Persiapan Menuju Jenjang Perencanaan
139
CH. 139 – Memulai Perencanaan
140
CH. 140 – Rencana itu Mutlak
141
CH. 141 – Secara Garis Pandang Mata Tidaklah Sama
142
CH. 142 – Jgn Mengurusi Hidup Org Lain. Akan tetapi, Kepedulian Terletak di SANA
143
CH. 143 – Demikianlah Seterusnya
144
CH. 144 – Putri Duyung
145
CH. 145 – Kapten Atlana Berkata
146
CH. 146 – Kesalahpahaman Itu Semakin Jelas Di Antara Mereka
147
CH. 147 – Pagi ini, Matahari Tersenyum
148
CH. 148 – Pagi ini, Kita Bercerita
149
CH. 149 – Terima Kasih
150
CH. 150 – Dua Versi Yang Berbeda
151
CH. 151 – Raja Hurmosa
152
CH. 152 – Bajak Laut Hitam itu Penjahat(End 2)
153
[Chapter Spesial] – Maafkanlah Atas Segala Kesalahan
154
Menyambung Sesuatu Yang Akan Disambung Dan Ini Pengumuman
155
Catatan Akhir dan Kalimat Pemanis
156
Pengumuman: Sebuah Novel yang Akan Kembali
157
CH. 157 — Memulai Cerita Ini Dari Awal
158
CH. 158 — Bayangan Di Balik Kabut

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!