Pagi yang cerah dengan segudang rencana yang sudah ada di otak Danisha. Minggu pagi sepertinya akan menjadi awal yang baik bagi semua mimpi-mimpi Danisha.
Gangguan Genderuwo itu juga yang dipercaya Danisha sudah tamat, membuat dia lebih berani menghadapi Widi. Dia bertekad, ketika bertemu momen pas, dia akan mengutarakan semuanya ke Widi. Menceritakan bagaimana dia selama ini menderita karena ulah Widi.
Baru saja dia mengkhayal tentang keberaniannya jika bertemu Widi, telepon genggamnya langsung membuyarkan angannya.
“Hallo Assalamualaikum Bu Rea..,” sapa Danisha di awal percakapan.
“Walaikumsallam Danisha. Saya mau kasitahu kamu, kalau Pak Widi sudah siap berangkat survey besok. Kamu siap-siap ya, jam 6 pagi sudah ada di kantor ya,” ucap Bu Rea.
“Besok pagi Bu? Katanya Pak Widi mau rehat dulu bu, kok mendadak gini,” Danisha tampak kesal mendengar arahan Bu Rea.
“Lah emangnya kenapa Danisha. Kan memang sudah saya bilang, kamu siap-siap jika nanti saya telepon. Kamu keberatan?,”
“Eh.. ehhmmm.. enggak bu, maaf tadi agak sewot bu. Ini bu.. kebawa emosi tadi pagi bu, maaf ya bu. Saya gak keberatan kok buk, besok pagi udah ada di kantor kok bu,”
“Oke, jangan telat. Karena kita dikejar deadline,”
“Siap bu,”
Danisha pun mengakhiri percakapannya dengan perasaan yang masih kesal. Rencananya untuk melabrak Widi dengan fakta-fakta yang dialaminya, mendadak ciut. Entah kenapa, dia tiba-tiba grogi jika membayangkan akan bertemu Widi dalam satu proyek.
“Danisha...,” teriak Mama Ajeng kembali mengejutkan Danisha.
Danisha pun langsung bergegas ke arah Mama Ajeng. Karena tak biasanya Mama Ajeng memanggil Danisha dengan suara keras seperti itu.
“Ya ma, ada apa manggil adek teriak-teriak gitu?,” Danisha mencoba mengatur nafasnya, usai berlari dari dalam kamar.
“Ini kenapa tanaman mama hancur semua?,” Mama Ajeng langsung menunjuk deretan tanamannya yang belum diberesi Danisha, saat Kak Stevi mengambil kendi berisi jimat itu.
“Ohya lupa adek beresin ma. Itu yang kemarin Danisha ceritain, Kak Stevi yang ambil jimat yang ditanam di dalam tanah ini,”
“Ya kamu harus beresin dong. Ini kan jadinya berantakan, gak enak dilihat. Ah kamu ini. Langsung masuk sana, mama dan papa juga mau bicara,” Mama Danisha segera membereskan pot tanamannya yang berantakan.
*****
Di ruang tamu, Mama Ajeng, Papa Albi dan Danisha sudah berkumpul sembari menikmati buah-buahan yang dibuat rujak. Danisha yang doyan racikan bumbu rujak buatan mamanya, begitu lahap menghabiskan beragam jenis buah potong di atas meja.
“Danisha, udah cuci tangan belum sih, tangan kanan kirinya megang buah semua,” tanya Mama Ajeng.
“Udah dong ma, tadi pas masuk, Danisha langsung mandi. Kan sekalian cuci tangan itu, heheheh,” seloroh Danisha.
“Katanya mau ngobrol, mau nanya apaan ke Danisha, ma?,” tanya Danisha dengan mulut yang masih menguyah buah.
“Kamu ini, kan sudah mama bilang, kalo ngomong itu, abisin dulu makanan di dalam mulut. Jorok banget sih,” celetuk Mama Ajeng.
Danisha pun hanya tersenyum sembari mempercepat giginya mengunyah makanan di dalam mulutnya.
“Dek, papa nih penasaran dengan cerita kemarin. Yang Stevi dan Aira menginap di rumah ini. Gimana jadi ceritanya,” Papa Albi tampak penasaran.
Danisha sudah menebak pokok percakapan kedua orangtuanya. Dia lalu mengambil minum dan mengelap mulutnya yang penuh dengan sisa-sisa bumbu rujak yang belepotan.
“Iya, semuanya seperti yang Danisha ceritain sebelumnya. Memang belum lengkap sih, tapi emang Genderuwo itu sudah hilang diusir oleh Kak Stevi dan Aira,”
“Trus jimat yang ditanam di samping rumah itu juga, udah dibakar dan tiba-tiba menghilang. Pokoknya, Insya Allah aman deh sekarang,”
“Yakin kamu semua sudah aman?,” tanya Papa Albi.
Danisha hanya mengangguk dan kembali melahap sisa rujak yang ada di hadapannya.
“Oh, bagus deh kalau udah aman. Berarti, mimpi papa semalem cuma bunga tidur aja tuh, pa,” ucap Mama Ajeng.
Papa Albi langsung memandang tajam ke Mama Ajeng, seakan mengisyaratkan agar hal tersebut jangan disampaikan ke Danisha. Mama Ajeng sepertinya lupa, telapak tangannya reflek langsung membungkam mulutnya.
“Mimpi? Emangnya mimpi apaan sih pa, ma?,” tanya Danisha yang begitu penasaran.
Rasa penasaran Danisha yang begitu kuat, membuatnya batal untuk kembali mengambil rujak kesukaannya itu.
Mata Danisha langsung menatap kedua orangtuanya. Papa Albi dan Mama Ajeng masih terdiam. Danisha pun hanya mematung di depan kedua orangtuanya, sembari menunggu salah satu dari mereka mau menceritakan tentang mimpi itu.
Mungkin karena Papa Albi melihat gelagat anaknya semakin penasaran, akhirnya dia menceritakan apa yang dialaminya.
“Semalam papa mimpi. Ada pria tinggi besar dan berbadan hitam mendatangi papa. Dia ada belakang rumah, ketika itu papa lagi duduk sendirian,”
“Lalu, dia terbang ke arah papa, hingga akhirnya wajahnya persis di depan wajah papa. Serem banget mukanya, hancur, berdarah, matanya merah melotot,”
Danisha langsung kaget. Penampakan yang diceritakan papa, persis seperti yang pernah dilihatnya di dalam mimpinya beberapa waktu lalu.
“Trus pa?,” tanya Danisha.
“Tangannya lalu mencekik leher papa, kuat banget. Sampe papa pun susah untuk bernapas. Itu rasanya, antara mimpi dan nyata,”
“Dia cuma bilang .....,” tiba-tiba Papa Albi menghentikan ceritanya.
Danisha yang sudah siap mendengar cerita mimpi Papa Albi, langsung kebingungan. Kenapa Papa Albi seakan berat menceritakannya.
“Dia bilang apa pa?,”
Pertanyaan Danisha masih tidak membuat Papa Albi membuka suara. Dia hanya terdiam sambil menunduk memainkan jemarinya.
“Come on pa. Ceritain, jangan mutus gini..,” Danisha sudah tampak kesal, karena sudah 10 menitan Papa Albi hanya diam saja.
Danisha pun melemparkan kode mata ke Mama Ajeng, juga tak bisa berbuat apa-apa.
“Ehmm.. ini papa cerita, tapi kamu harus tetap percaya kalau manusia itu lebih sempurna dari makhluk apapun yang diciptakan Allah SWT,”
Danisha hanya mengangguk pelan.
“Dia bilang gini. ‘Danisha itu akan jadi istriku. Aku tidak akan melepaskan dia’. Itu katanya, dek,”
Rasa penasaran Danisha, tiba-tiba berubah menjadi ketakutan. Raut wajah Danisha pun berubah, antara mau menangis dan marah. Perasaannya berkecambuk.
“Dek, denger kata papa tadi ya. Kita harus lebih rajin beribadah di rumah, baca Alquran, sedekah. Agar tidak diganggu makhluk itu lagi. Kamu gak sendirian kok dek,” Mama Ajeng mencoba membuat Danisha sedikit tenang.
“Lalu, apa lagi pa?,” Danisha masih penasaran dengan cerita di mimpi Papa Albi.
“Gak ada lagi, cuma itu aja. Lalu papa kebangun dengan nafas ngos-ngosan. Leher papa pun kerasa kayak sakit gitu,”
“Papa ingat betul, hawa nafasnya itu sangat bau, kayak bau anyir gitu. Waktu papa terbangun, papa langsung membangunkan mama. Itu sekitar pukul 03.00 pagi, papa belum ceritain ke mama. Tapi langsung ngajak mama Salat Tahajjud aja,”
“Dek, mama dan papa udah bahas ini sebelum kami ceritain ke kamu. Besok bisa gak kamu ambil cuti, kita ke rumah om Heri yuk. Di sana kita bisa konsultasi ke dia,”
Danisha lalu menggeleng pelan. Dia ingin sekali ikut ajakan Mama Ajeng, tapi dia sudah berjanji ke Bu Rea, untuk berangkat ke lokasi penelitian besok pagi.
“Gak bisa ma, Danisha besok sudah mau berangkat ke tempat penelitian. Baru aja Bu Rea nelepon Danisha. Besok pagi-pagi sudah harus ada di kantor,”
Papa Albi dan Mama Ajeng saling tatap. Mereka juga tampaknya kebingungan bercampur cemas. Karena, Papa Albi sangat yakin, mimpi itu adalah pesan yang benar-benar nyata.
“Yaudah gini aja, papa dan mama ke rumah Om Heri duluan aja ya. Besok sekalian berangkatnya barengan aja, papa anter Danisha ke kantor dulu baru kami ke rumah Om Heri,”
Danisha hanya mengangguk. Papa Albi dan Mama Ajeng langsung memeluk erat anak kesayangannya ini. Perasaan mereka berkecambuk dan sedih tentunya. Anak perempuannya harus mengalami gangguan mistis seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
malest
baguss
2023-07-26
1
malest
bagus
2023-07-26
1
Adiba Unwaru
up doong
2021-07-27
2