Danisha masih bingung, bagaimana bisa informasi dari Ibu Suti dan Mba Rika persis sama. Sama-sama membahas tentang sosok Genderuwo yang terus mengikuti Danisha.
Namun Danisha tetap dalam pendiriannya. Bukan Genderuwo yang merusak semua hubungan asmaranya dengan mantan-mantan kekasihnya. Namun emang dasar para pria itu saja yang tidak ingin menjalin hubungan yang serius.
Aktifitas Danisha di luar rumah terbilang cukup padat, namun di setiap hari Sabtu, dia bisa lebih leluasa bersantai. Karena pekerjaan kantornya hanya sampai pukul 16.00 WIB saja. Dia bisa lebih memanfaatkan sisa waktunya untuk berkumpul bersama teman-temannya.
Sebelum bertemu dengan teman-temannya di Kafe Biru, Danisha melajukan sepeda motornya pulang ke rumah. Entah kenapa, Danisha rindu empuknya kasurnya yang hanya dia gunakan pada dini hari saja, setiap harinya. Karena pekerjaan kantornya harus dia lanjutkan di rumah.
Sesampainya di depan kasurnya, Danisha membiarkan tubuhnya terjatuh di atas kasur empuknya. Letihnya pun terbayar dengan dinginnya bantal kesayangannya dan aroma kamarnya yang khas.
Danisha kembali memutar memorinya, ketika bertemu dengan Ibu Suti dan Mba Rika. Dia terus menembus ruang pikirannya, apakah memang benar yang disampaikan kedua wanita itu adalah benar.
Apakah sebelumnya Danisha pernah mengalami hal mistis yang berkaitan dengan Genderuwo? Dia pun masih menerka-nerka..
“Oh My God,” Danisha seketika teringat beberapa tahun lalu. Ketika dia sedang berada di taman belakang rumahnya, yang berdekatan dengan rumah tetangganya.
Memorinya menelusuri puing-puing kenangan di masa lampau. Ketika itu, Danisha masih kelas 3 SMP. Dia memilih duduk santai di taman belakang rumahnya menjelang magrib.
Saat Danisha melempar tatapannya ke dinding rumah tetangganya yang menjulang tinggi, Danisha langsung melihat ada bayangan tinggi di dinding rumah itu.
Karena rasa penasaran, Danisha terus memelototi bayangan tinggi hitam tersebut. Dia berusaha menyinkronkan dengan nalar manusianya.
“Oh, mungkin itu bayangan dari pohon pisang di samping rumah tetangga,” ujarnya dalam hati.
Namun hati nuraninya berontak. Tidak mungkin bayangan pohon pisang bisa setinggi rumah dua tingkat. Darimana asalnya cahaya yang membiaskan bayangan pohon pisang itu?
“Tïdak mungkin. Itu bukan bayangan pohon pisang,” Danisha langsung menelan air ludahnya.
Bayangan hitam itu terus ada dan tak bergerak sedikit pun. Nyali Danisha yang menciut. Dia memilih masuk ke rumah dan memanggil kedua orangtuanya.
“Pa, Ma.. sini dulu,” jerit Danisha dengan nada ketakutan.
Papa Mama Danisha langsung mendekati anak perempuannya itu. Mereka sudah paham, jika reaksi Danisha seperti itu.
“Ada apa dek, magrib gini kamu teriak-teriak?,” tanya Papa Albi.
“Iya kamu ini, bukannya salat, tapi main di taman belakang,” ucap Mama Ajeng menasehati.
Tanpa sepatah kata pun, Danisha langsung menarik tangan kedua orangtuanya dan menggiringnya ke taman belakang.
Jari Danisha langsung menunjuk ke dinding rumah tetangganya. Danisha ingin menunjukkan ada penampakan bayangan hitam tinggi, yang membuat bulu kuduknya berdiri.
“Hah...” Danisha langsung terkaget, saat jarinya menunjuk ke dinding rumah dua tingkat itu.
“Ada apa sih dek? Kamu lihat penampakan lagi ya? Mana? Papa juga mau lihat,” tanya Papa Albi seraya menggoda Danisha.
“Di sana Pa, di sana tadi ada bayangan hitam besar. Di dinding rumah Ibu Windu. Danisha lihat betul pa,” Danisha mencoba meyakinkan kedua orangtuanya dengan wajah serius.
Papa Albi dan Mama Ajeng saling tatap dan sesaat langsung tersenyum. Entah apa makna senyum kedua orangtua Danisha itu.
“Mungkin itu bayangan pohon dek. Yuk masuk lagi. Makanya kalau magrib jangan keluar rumah,” ajak Mama Ajeng sembari menarik tangan Danisha.
Tubuh Danisha langsung terseret masuk ke dalam rumah, ditarik lembut oleh Mama Ajeng. Danisha merasa kesal. Lagi dan lagi dia gagal menunjukkan ke kedua orangtuanya, terhadap apa yang dilihatnya.
***
Air mata Danisha pun jatuh dan membasahi bantal kesayangannya. Dia baru tersadar, jika bayangan hitam tinggi yang dilihatnya dulu, kemungkinan besar adalah sosok Genderuwo.
Danisha juga emosi, mengapa sejak kecil dia selalu bisa melihat hal-hal aneh seperti itu. Jika dia bercerita dengan kedua orangtuanya dan kakaknya, cerita Danisha pasti selalu dijadikan guyonan.
“Kalau kamu lihat lagi, ajak kenalan dek. Trus minta nomor togel, kali aja kita menang,” ucapan ini selalu meluncur dari mulut kakaknya Irsan.
Suara Adzan Magrib pun memecah kesedihan Danisha. Dia langsung bangkit dari kasurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Danisha lalu melakukan salat Magrib di kamarnya.
30 menit kemudian, Danisha sudah bersiap pergi ke Kafe Biru, menemui teman-temannya, Aira, Yusha dan Maura.
Mereka akhirnya bertemu di Kafe Biru dan memilih kursi pojokan. Mereka bercerita tentang apapun, mulai dari cerita kisah asmara Aira, yang putus nyambung dengan kekasihnya Ari, cerita tentang Yusha yang akan melanjutkan S2 di Jakarta dan Maura yang selalu berangan-angan liburan ke Thailand.
Sedangkan Danisha, hanya terdiam saja mendengar ketiga temannya bercerita. Danisha tahu, ketiga temannya pasti tidak suka jika Danisha bercerita tentang hal mistis. Karena ketiga temannya ini termasuk penakut.
Jangankan mendengar kisah nyata Danisha. Diajak nonton film horor di bioskop saja, pakai perang argumen dulu, drama jerit ketakutan hingga mimpi buruk di malam hari.
“Danisha, kamu kok diem aja sih,” tanya Maura.
“Iya nih, biasanya bawel, suka ngejekin khayalan Maura yang gak tahu sampai kapan terwujud,” celetuk Aira disambut tawa lepas Yusha.
“Eh..ini, aku bingung aja, gimana ya kalau aku resign dari kantor, bosen kerjaannya monoton gitu aja,” alasan ini dipilih Danisha untuk mengalihkan rasa gusarnya.
“Ya.. kan dari bulan lalu kamu mau resign, tapi gak jadi-jadi,” Yusha menyahut alasan Danisha.
Mereka pun akhirnya mengatur strategi mencari cara agar Danisha bisa segera resign dari kantornya. Namun lagi
lagi, saran teman-temannya ini memang gak masuk akal.
Seperti Maura. Yang menyarankan Danisha agar pura-pura amnesia saja, jadi Danisha bisa punya alasan resign, karena lupa dengan semua pekerjaannya.
Saran Yusha lebih parah. Danisha disuruh berpura-pura kayak kesurupan di kantor, setiap hari. Biar orang kantornya gerah dengan ulah Danisha, dan dia diperbolehkan resign dari kantor.
Hanya Aira yang tidak memberikan saran konyol seperti kedua temannya. Dia hanya diam menatap panjang wajah Danisha, yang memang terlihat sedang gelisah. Aira hanya tersenyum, ketika tatapan Danisha tak sengaja memergoki Aira menatapnya.
Diantara ketiga teman Danisha, Aira memang jarang memberikan saran yang gak masuk akal. Daripada berkata ngawur, Aira lebih memilih diam dan ikut menertawakan saran-saran konyol kedua temannya itu.
Namun entah mengapa, Danisha seperti penasaran dengan Aira, yang selalu tertangkap meliriknya secara diam-diam. Aira memang cerewet, apalagi ketika dia protes dengan kelakuan Yusha dan Maura yang sering lemot dan kekanak-kanakan.
Jam Danisha menunjukkan pukul 23.00 WIB. Maura dan Yusha sudah terlebih dahulu pulang ke rumah. Sedangkan Danisha masih ditemani Aira, sambil menyeruput Green Tea Latte yang tidak lagi sehangat sebelumnya.
“Danisha,”
Lamunan Danisha langsung buyar seketika mendengar panggilan Aira. Dia langsung menatap Aira.
“Kamu lagi ketakutan kan?,” tanya Aira.
Danisha kembali terdiam. Namun Danisha bingung, dalam benaknya, tumben Aira menanyakan seperti ini. Biasanya dia paling sewot ketika Danisha mengutarakan rasa takutnya.
“Kenapa kamu nanya gitu, Aira?”
“Malam ini aku boleh gak menginap di rumahmu. Kebetulan orangtuaku sedang ke luar kota,” ucap Aira.
Danisha mengangguk sambil tersenyum. Dia senang, ada teman di kamarnya. Meskipun tidak bisa menumpahkan rasa takutnya. Tapi dia bisa mengalihkan rasa takutnya dengan kehadiran Aira di sampingnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
malest
baguss
2023-07-24
1
malest
bagus
2023-07-24
1
Jong
crazy up donk thor
2020-11-06
2