XVII : Kak Stevi dan Jimat di Rumah Danisha

Senin subuh, Danisha sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Dia bersama timnya dan Widi, akan berangkat ke lokasi proyeknya di Kabupaten Empat Lawang. Saat Danisha sibuk mempersiapkan keperluannya, telepon genggam Danisha berbunyi.

 

 

“Hallo Bu Rea,”

 

 

“Pagi Danisha. Ohya, saya ingin memberitahu kamu, kalau berangkatnya ditunda Senin depan aja ya. Karena Pak Widi mendadak membatalkan perjalanannya,”

 

 

“Oh gitu ya bu. Oke deh bu, siap,” Danisha lalu menutup teleponnya.

 

 

Entah mengapa Danisha merasa senang, karena batal berangkat bersama Widi. Danisha lalu menelepon Aira.

 

 

“Halo Aira, kamu udah bangun belum,”

 

 

“Udah dong. Ini aku lagi sama Kak Stevi,”

 

 

“Serius kamu Aira,”

 

 

“Iya.. Emang kenapa, kangen yaa sama Kak Stevi,” rayu Aira, membuat Danisha langsung gelagapan.

 

 

“Gak kok. Kebetulan banget. Aku mau minta bantuan kamu dan Kak Stevi, kalau hari ini kalian gak ada kerjaan,”

 

 

“Apa tuh? Hari ini kami belum ada planning apapun sih,”

 

 

Danisha lalu menceritakan tentang jimat yang pernah dibahas oleh Kak Stevi. Dia ingin meminta tolong Aira dan Kak Stevi, jika bisa mencari keberadaan jimat itu.

 

 

Telepon genggam Aira langsung diberikan ke Kak Stevi. Danisha pun akhirnya meminta tolong langsung ke Kak Stevi.

 

 

“Bisa gak kak bantuin Danisha. Keluarga Danisha juga sudah tahu semua ceritanya,” Danisha berharap penuh ke Kak Stevi, agar bisa membantunya.

 

 

“Okey, nanti kakak dan Aira ke sana ya. Ada siapa di rumah Danisha?,”

 

 

“Cuma Danisha sendirian kak. Mama dan Papa lagi menjenguk temannya di Banyuasin. Kalau Kak Irsan menginap di rumah mertuanya bersama istri dan anaknya,”

 

 

“Baiklah. Kami segera ke sana ya,”

 

 

Danisha pun sumringah mendengar permintaannya dikabulkan Kak Stevi. Dia lalu bergegas ke warung sebelah, untuk membeli makanan.

 

 

Satu jam kemudian, mobil sedan Aira sudah nangkring di depan rumah Danisha. Sedangkan Danisha, yang masih berkutat di dapur, tidak mendengar suara ketukan pintu rumahnya.

 

 

Aira dan Kak Stevi cukup lama menunggu respon dari Danisha. 15 menit kemudian Danisha baru keluar rumah, saat melihat ada bayangan di balik jendela rumah depan.

 

 

“Oh Aira dan Kak Stevi udah datang. Maaf tadi di dapur, ponsel juga di kamar, jadi gak dengar ada telepon dari Aira,” Danisha langsung mempersilahkan Aira dan Kak Stevi masuk.

 

 

Mereka duduk di ruang tamu dan kembali membahas tentang jimat yang ditanam itu. Tanpa mengulur waktu, Danisha menemani Kak Stevi dan Aira mengelilingi rumahnya.

 

 

Saat sampai di samping rumah, tepatnya di deretan pot bunga Mama Ajeng, langkah Kak Stevi langsung terhenti.

 

 

Dia memejamkan matanya sembari mengulurkan tangan kanannya. Sepertinya Kak Stevi merasakan ada hawa panas di tempat itu.

 

 

“Danisha, ada cangkul gak?,” tanya Kak Stevi.

 

 

“Ada kak, Danisha ambilin dulu ya,” Danisha langsung berlari ke arah gudang rumahnya untuk mengambil cangkul. Setelah cangkulnya ketemu, Danisha bergegas membawa cangkulnya ke samping rumahnya.

 

 

“Danisha, maaf ya, kami geser pot tanaman ini. Kayaknya di tanah ini, jimatnya disimpan,”

 

 

“Iya gakpapa kak,” jawab Danisha.

 

 

Sebelum mencangkul tanah itu, Kak Stevi berdoa terlebih dahulu. Lalu dia mulai mencangkul tanah itu. Danisha dan Aira hanya melihat dari balik punggung Kak Stevi. Saat kembali mengayunkan cangkulnya, suara benturan terdengar dari dalam tanah.

 

 

“Alhamdulillah.. Ketemu,” ujar Kak Stevi sambil mengusap keringatnya.

 

 

Danisha dan Aira melihat ada pecahan kendi yang tercecer di lubang galian. Kak Stevi kembali mencangkul tanah di samping kendi tersebut, sampai akhirnya terlihat bentuk kendi bulat yang warnanya sudah kehitaman.

 

 

Kak Stevi lalu jongkok di depan kendi itu dan membaca doa. Lalu, kedua tangan Kak Stevi langsung meraih kendi tersebut.

 

 

“Danisha, ada tong sampah gak untuk tempat bakar kendi ini?,” tanya Kak Stevi sembari menggenggam kendi itu.

 

 

Danisha hanya mengangguk dan langsung berlari masuk ke rumahnya. Dia mencari-cari tong sampah yang biasa digunakan Kak Irsan untuk membakar sampah di taman belakang.

 

 

Tak lama kemudian, Danisha kembali lagi dengan membawa tong sampah, minyak tanah dan korek api. Kak Stevi lalu memasukkan kendi tersebut ke dalam tong dan membawanya ke depan rumah.

 

 

“Hemm.. Danisha, kayaknya kita gak bisa deh bakar ini di depan rumah. Ada ruang terbuka lagi gak di dekat rumah kamu?,”

 

 

“Ada kak, di taman belakang. Yuk masuk dulu ke rumah,” Danisha lalu mengajak Aira dan Kak Stevi masuk ke rumah dan berjalan ke arah taman belakang.

 

 

Saat sampai di taman belakang, Kak Stevi meletakkan tong sampah itu di tanah. Lalu kembali membaca doa-doa. Tanpa instruksi, Aira langsung mengambil botol minyak tanah dan korek api dari tangan Danisha.

 

 

“Di dalam kendi ini, ada beragam jimat. Kita gak perlu membukanya, tapi sudah kakak bacakan doa agar jimatnya tidak bisa keluar saat kita bakar. Bantu kakak baca salawat dan surat-surat pendek ya,”

 

 

Mulut Aira dan Danisha langsung komat-kamit membaca surat-surat pendek yang mereka hapal. Sedangkan tangan Kak Stevi langsung mengambil botol minyak tanah dan korek api. Dia lalu menyiramkan kendi itu dengan minyak tanah dan membakarnya.

 

 

Saat Kak Stevi membakar kendi itu, tubuh Kak Stevi langsung terpental jauh ke belakang. Aira dan Danisha melihat langsung bagaimana tubuh Kak Stevi seperti terbang terpental.

 

 

Mereka berdua menjerit dan langsung mendekati Kak Stevi. Belum usai kekagetan mereka, Danisha, Aira dan Kak Stevi langsung mendengar suara erangan yang cukup menyeramkan dengan suara yang besar. Mereka pun saling pandang.

 

 

“Gakpapa, itu suara Genderuwo. Dia marah, karena tempat bersembunyinya sudah kita musnahkan. Tenang saja,” Kak Stevi mencoba menenangkan Aira, terlebih Danisha yang sangat ketakutan.

 

 

Aira dan Danisha membantu Kak Stevi bangun. Mereka kembali mendekati tong sampah tempat kendi itu dibakar. Danisha terkaget, karena kendi itu menghilang dari dalam tong sampah.

 

 

“Kok bisa hilang? Kan itu kendi tanah liat. Gak mungkin hancur dibakar api?,” mata Danisha langsung mengarah ke Kak Stevi. Aira juga turut bingung, kenapa bisa seperti itu.

 

 

“Itu bukan kendi biasa, tapi kendi gaib. Tadi sudah diikat dengan doa-doa dan salawat. Makanya musnah,” ucap Kak Stevi menenangkan Danisha.

 

 

“Terus gimana dengan Genderuwo itu kak, pasti dia ngamuk. Kasihan Danisha sendirian di rumah malam ini,” tanya Aira sembari menggenggam tangan Danisha.

 

 

Kak Stevi terdiam. Sepertinya dia memikirkan bagaimana caranya agar Danisha bisa aman dari gangguan Genderuwo itu. Namun, untuk membawa Danisha keluar dari rumahnya, bukanlah solusi terbaik. Karena suatu saat, Genderuwo itu akan mengamuk ke Danisha.

 

 

“Danisha, boleh tidak kakak dan Aira menginap semalam di rumahmu, malam ini,” pinta Kak Stevi.

 

 

“Boleh kak. Lagian tadi papa mama juga bilang kalau mereka menginap di rumah saudara. Kak Irsan juga tidak pulang,” jawab Danisha.

 

 

“Tapi kamu beritahu keluargamu dulu. Kakak gak enak kalau mereka tidak tahu, apalagi kakak kan laki-laki sendirian di rumah ini,”

 

 

“Iya kak,”.

 

 

*****

 

 

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

malest

malest

baguss

2023-07-26

1

malest

malest

bagus

2023-07-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!