VI : Kamuflase Widi

Danisha melihat dengan jelas wajah Kurcaci itu. Matanya yang besar dan memerah, raut wajah yang penuh kerutan dan ulat yang menggeliat di beberapa sudut wajah, gigi taringnya yang hitam dan aroma tubuhnya yang bau busuk.

 

“Aaarrrggggghhhhhh,” Danisha pun teriak sekencang-kencangnya.

Abah Arif langsung membalikkan tubuhnya dan melihat Danisha dengan marah. Kurcaci yang ada di depan Danisha dan dua di belakang Abah Arif langsung menghilang.

 

Dengan langkah cepat, Abah Arif langsung mendekati Danisha. Tak ayal, konsentrasi ke-9 anak murid Abah Arif juga ikut terganggu. Mereka langsung menatap ke arah Danisha, murid yang mengganggu total ritual penting Abah Arif.

 

“Kurang ajar kamu,” telapak tangan Abah Arif langsung dilayangkan ke wajah Danisha.

 

Namun, entah kenapa, tiba-tiba tubuh Abah Arif terpental jauh. Semua yang ada di ruangan itu pun kaget, termasuk Danisha.

 

Dia tidak tahu, kemampuan apa yang membuat Abah Arif yang terkenal sakti mandraguna seketika sirna.

 

“Keluar kamu dari sini,” tunjuk Abah Arif ke arah Danisha, sembari berusaha berdiri dipapah muridnya yang sudah keluar dari tong.

 

Beberapa murid Abah Arif ada yang mencibir Danisha habis-habisan, ada juga yang percaya jika Danisha punya kemampuan seperti Abah Arif.

 

Danisha akhirnya keluar dari tong dengan sekujur tubuh yang basah. Dia langsung berlari ke arah pintu dan membuka kuncinya. Widi dan Lula ternyata berada di depan pintu, berteriak memanggil Danisha dan Abah Arif, namun entah kenapa tidak tembus ke dalam ruangan.

 

Ketika Danisha membuka pintu, Widi langsung menyeretnya tangan Danisha. Bukannya dia ketakutan, namun Widi menuduh Danisha telah merusak ritual pamannya.

 

“Apa yang kamu lakukan di dalam sana? Kamu rusak semua ritual penting ini kan?,” maki Widi di hadapan Danisha.

 

Lula yang berada di samping Widi, hanya diam saja tanpa berusaha menenangkan Danisha yang sudah menangis sesegukan dan kedinginan.

 

“Ambil baju ganti kamu di sana, dan pulang kamu sendiri ke rumah. Kamu membuatku malu saja,” hardik Widi. Danisha pun semakin terpojokkan.

 

Dia tidak menyangka, kekasihnya semakin mempermalukannya di hadapan puluhan anak murid Abah Arif.

 

Dengan bergegas, Danisha langsung mengambil tasnya dan berlari ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Tak lama kemudian, dia keluar kamar mandi dan mengarah ke pintu keluar gedung.

 

Namun lagi-lagi, posisi Danisha semakin sulit. Abah Arif langsung mencegatnya dan menatapnya dengan sorot mata tajam.

 

“Saya sudah lama curiga dengan kamu. Ilmu apa yang kamu pakai. Apa alasan kamu ikut kajian saya?,” tanya Abah Arif dengan nada tinggi.

 

Abah Arif menuduh, Danisha merupakan suruhan pesaingnya, yang bertugas merusak ritual-ritual yang akan Abah Arif berikan ke murid-muridnya.

 

Segala caci maki dilontarkan Abah Arif di depan Danisha. Tidak ada satu pun yang bergeming untuk menyelamatkan Danisha. Para anak murid Abah Arif hanya mematung sambil menatap tajam Danisha. Terutama Widi dan Lula.

 

Di saat posisinya semakin terpojok. Tangan Danisha tiba-tiba ditarik dari belakang. Dia tidak tahu siapa yang menariknya, karena tubuhnya sudah lemas. Beberapa detik kemudian, dia sudah tak sadarkan diri.

 

*****

“Dek, Alhamdulillah kamu udah sadar,” ucap Mama Ajeng dengan penuh kelegaan.

 

 

“Kamu kan kemarin lagi sakit, kenapa harus bersikeras mau ikut pelatihan karate sih,” Papa Albi berusaha mengalihkan kecemasannya.

 

Danisha pun kaget. Karate. Sejak kapan dia ikut karate. Siapa yang bilang kalau dia ikut karate? Pertanyaan itu ingin sekali dilontarkan Danisha di depan kedua orangtuanya. Saat akan bicara, Danisha langsung teringat jika dia tidak mungkin menceritakan alasan yang sebenarnya.

 

“Untung saja Widi dan Lula membawa kamu ke rumah dek. Kami sempat cemas. Karena kamu itu gak pernah pingsan,” Mama Ajeng langsung mengelus kepala Danisha.

 

“Hah..,” Danisha kembali tercengang. Widi dan Lula yang mengantarnya pulang? Padahal, terakhir kali sebelum dia pingsan, Widi dan Lula jauh dari tempatnya berdiri. Dia bahkan dikelilingi anak-anak murid Abah Arif.

 

“Hah kenapa dek? Emang ada sesuatu yang dilakukan Widi ya?,” kecurigaan Papa Albi membuat Danisha langsung cemas.

 

“Eh enggak pa. Danisha tuh kaget aja, ternyata semalam Danisha pingsan ya, itu doang,” Danisha berharap alasannya bisa masuk akal.

 

“Oh begitu. Yaudah, kamu gak usah lagi ikut karate-karate segala ya. Kan ada kakak kamu yang bisa jaga kamu,” nasehat Papa Albi seakan memecahkan segala ketakutan Danisha.

 

Danisha masih bertanya-tanya, siapa yang menarik dia dari kerumunan murid Abah Arif. Kenapa tiba-tiba Widi dan Lula yang mengantarnya pulang.

 

Segala pertanyaan berkecamuk di pikiran Danisha. Namun, rasa sakit di badannya mengalahkan semua rasa penasarannya. Danisha pun melewatkan hari dengan istirahat panjang hingga keesokan harinya.

*****

 

Rabu pagi, Danisha dan Irsan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Tubuh Danisha sudah merasa fit. Karena, tidur sepanjang hari membuat kondisi tubuhnya pulih kembali. Dia juga tidak mau mengingat-ingat kembali kejadian itu, terasa menyeramkan baginya.

 

Danisha dibonceng kakaknya menuju ke sekolah. Sesampainya di sekolah, Irsan langsung buru-buru melajukan kendaraannya menuju ke kantornya.

 

Saat Danisha melangkahkan kakinya masuk ke gerbang sekolah, tiba-tiba ada tangan yang merangkul pundaknya dari belakang. Dia adalah Widi.

 

“Selamat pagi manisku,” senyum Widi merekah, membuat Danisha kaget.

 

“Apa sih kamu, pura-pura bego aja,” ketus Danisha sembari menyingkirkan tangan Widi dari pundaknya.

 

“Kita masuk ke kelas dulu yuk, nanti aku jelaskan semuanya,” Widi langsung menarik tangan kiri Danisha dengan kuat. Danisha yang berusaha melepaskan genggaman tangan Widi pun, terlihat sia-sia.

 

Teman-teman sekolahnya langsung merayu sepasang sejoli ini. Yang baru pagi hari sudah bermesraan berpegang tangan.

 

“Cieee.. Danisha, disambut pangeran ni yeee,” celoteh teman-teman di depan kelasnya.

 

Danisha pun hanya tertunduk malu. Maura, Yusha dan Aira yang sudah di dalam kelas, turut merayu Danisha yang begitu romantis dengan Widi.

 

“Duileee yang baru sembuh sakit, langsung kangen-kangenn nih,” rayu Maura sambil menyolek tangan Danisha.

 

Widi pun akhirnya meninggalkan Danisha bersama teman-temannya. Bel masuk pun berbunyi, mereka duduk di kursi masing-masing. Widi yang tepat duduk di samping Danisha, langsung mendekati kekasihnya sembari berbisik.

 

“Sepulang sekolah kita cerita ya,” ucap Widi pelan.

 

Tanpa sadar, Aira menangkap momen di mana wajah Danisha menyiratkan ketidaknyamanan setelah dibisiki Widi. Namun Aira hanya diam saja, karena Widi langsung menatap tajam mata Aira.

 

Selama jam pelajaran, Danisha tidak bisa berkonsentrasi. Dia masih kepikiran bagaimana cara menghindari Widi.

 

“Kenapa dia pura-pura seperti tidak terjadi apa-apa?,” tanya Danisha dalam hati.

 

Aira yang duduk di samping Danisha, merasa gelisah. Entah kenapa dia tidak nyaman berada di samping Danisha. Namun, Aira selalu membaca doa di dalam hati, agar pikiran dan tubuhnya tenang.

 

Bel akhir pelajaran pun berbunyi. Danisha yang langsung ingin beranjak keluar dari kelas. Langsung ditarik mesra oleh Widi. Dia tak berani menolak ajakan Widi, agar ketiga temannya tidak curiga telah terjadi hal-hal aneh dengan dirinya.

 

******

Terpopuler

Comments

malest

malest

baguss

2023-07-25

1

malest

malest

bagus

2023-07-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!