XIV : Bertemu Widi Kembali

Jumat pagi sepertinya tidak menjadi hari menyenangkan bagi Danisha. Karena semua teka-teki di otaknya masih belum terpecahkan.

 

Rencana Danisha dan Aira untuk kembali mengobrol dengan Kak Stevi akhirnya dibatalkan. Tiba-tiba Bos Rea menelepon Danisha untuk segera ke kantor pada pukul 14.00 WIB. Danisha dan Aira terpaksa harus kembali lagi ke Kota Palembang dan menyelesaikan tugas kantornya.

 

Sebelum mereka berangkat pulang, Aira dan Danisha berpamitan dengan tante Aira. Namun lagi-lagi Kak Stevi tidak terlihat.

 

“Maaf ya tante yang cuma mengantar kalian, karena oom tadi pagi langsung berangkat ke kantor. Kak Stevi juga menemani Siera untuk mendaftar kuliah,” ucap Tante Rea di depan Aira dan Danisha.

 

“Ohya Danisha, ini ada titipan dari Kak Stevi. Tante belum buka lho. Tapi kata Stevi, kamu bukanya di rumah aja, saat pikiranmu udah tenang,” Tante Rea langsung memberikan amplop cokelat besar ke tangan Danisha.

 

Danisha hanya mengangguk. Mereka akhirnya berpamitan pulang. Sepanjang perjalanan, Aira memutar lagu-lagu sendi Banda Neira. Lagu kesukaan Danisha. Bait-bait lirik melankolis Banda Neira menghanyutkan perasaan Danisha begitu dalam.

 

Aira langsung mengantar Danisha ke rumahnya, sebelum dia kembali pulang. Aira hanya mengelus pundak Danisha aja, untuk terus bersabar menghadapi ini semua.

 

Danisha hanya tersenyum. Dia lalu mengambil tasnya dan amplop dari Kak Stevi, dan langsung melangkah masuk ke rumahnya. Sedangan Aira, yang masih berada di depan kemudinya, turut merasakan kesedihan seperti yang dirasakan sahabatnya.

 

Dengan gontai, Danisha masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan matanya sejenak. Seperti ada berton-ton batu di dadanya, begitu sesak dirasakannya.

 

Namun dia berusaha mengontrol emosinya. Ada hal lain yang harus dikerjakannya saat itu. Mempersiapkan materi kantornya. Danisha lalu berdiri, melangkah ke lemarinya dan mengambil pakaian kerjanya.

 

Danisha menunggu salat Jumat selesai. Lalu dia mengeluarkan sepeda motornya di kamar samping dan berangkat ke kantornya.

 

Sesampai di kantornya, masih dengan raut wajah yang letih, Danisha menuju ke lift dan menekan tombol lantai 5.

 

Lift pun berhenti di lantai 2. Seseorang masuk ke dalam lift. Danisha pun tidak menghiraukan siapa orang yang masuk ke dalam lift bersamanya. Dengan posisi menunduk di sudut lift, dia hanya melihat sepatu pantofel hitam mengkilap, yang ada di depannya.

 

“Danisha,” sapa sosok yang ada di depannya.

 

Danisha langsung mengangkat kepalanya. Betapa kagetnya dia, sosok yang ada di depannya ternyata Widi.

 

Kelopak mata Danisha sepertinya berat untuk dipejamkan. Dia merasa sekujur tubuhnya terasa kaku, dengan aliran darah yang begitu kencang, seiring dengan detak jantungnya yang seakan mau copot.

 

“Hei, kenapa kamu bengong ngelihatin aku?,” tanya Widi.

 

“Oh My God. Apa lagi ini,” tanya Danisha dalam hati.

 

Gerakan lift ke lantai 5 terasa lambat terasa oleh Danisha. Dia merasa terpojok di posisinya. Danisha berusaha untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun, namun dia tidak cukup mampu untuk menahan emosinya tepat di depan Widi.

 

“Kenapa kamu kembali lagi?,” Danisha langsung melontarkan pertanyaan tanpa dia sadari.

 

Widi yang berada di depan Danisha terlihat kaget dan bingung. Apakah perselingkuhan dia dengan Lula masih membekas di hati Danisha. Itulah yang ada di pikiran Widi.

 

Mereka pun saling bertatapan. Danisha dengan segudang emosinya. Widi dengan setumpuk pertanyaan di benaknya.

 

Tingg... Lift pun sudah berada di lantai 5. Namun mereka tetap terdiam kaku saling bertatapan.

 

Widi langsung melempar tatapannya ke pintu lift. Tanpa dia hiraukan Danisha dengan pertanyaan anehnya, Widi langsung berjalan keluar lift. Danisha seketika tersadar.

 

“Astagfirullah, kenapa aku ini?,” ucap Danisha yang baru tersadar jika dia sudah berada di lantai 5.

 

Saat pintu lift akan tertutup, ada tangan kekar yang menahan gerakan pintu lift. Widi, Widi lah yang masih berada di depan pintu, menahan pintu lift tertutup.

 

“Kamu masih mau di dalam atau ke kantormu?,” tanya Widi.

 

Tanpa satu kata pun, Danisha langsung melangkahkan kakinya ke luar pintu lift. Dengan langkah kaki tergopoh-gopoh, dia berusaha menjauh dari hadapan Widi dan masuk ke dalam ruangannya.

 

Belum selesai dia mengatur nafasnya, Bu Rea langsung masuk ke ruangannya dengan setumpuk berkas.

 

“Danisha, ini proyek lanjutan kita dari perusahaannya Pak Widi. Kamu selesaikan ya. Ohya, mana proposal yang kemarin,” Bu Rea menatap Danisha dengan penuh harap.

 

Sepertinya Bu Rea sangat antusias menggarap proyek kerjasama ini. Karena, dia harus mengumpulkan pundi-pundi uang perusahaan, agar rencananya untuk efisiensi keuangan perusahaan dengan merumahkan para karyawannya tidak terjadi.

 

Danisha tak bisa menutupi raut wajah yang kaget. Lalu Danisha menghela nafas panjang di depan Bu Rea.

 

“Kayak ngelihat hantu aja kamu. Hey, wake up. Ini di kantor, waktunya kerja bukan ngayal,” celetuk Bu Rea.

 

“Maaf bu, saya kaget. Baru aja masuk ruangan,” Danisha mengambil map proposalnya di dalam tas dan langsung menyerahkan ke Bu Rea.

 

Saat Bu Rea sudah keluar dari ruangannya, lutut Danisha terasa lunglai. Dia terjatuh di pinggir mejanya. Danisha merasa hari Jumat ini complicated. Tidak hanya bertemu dengan Widi, dia juga terus dirongrong dengan setumpuk lembaran pekerjaan yang harus dikerjakannya.

 

Dengan mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, Danisha berusaha berdiri dengan memegang kursi di sampingnya. Dia lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi kerjanya.

 

“Danisha, kamu harus kuat. Harus profesional. Ini kerjaan yang kamu impikan Danisha. Jangan sia-siakan momen ini,” Danisha menyemangati dirinya sendiri, meskipun di luar ruangan Bu Rea tak sengaja mendengar ucapan Danisha itu.

 

*****

 

Kriinggg.. Kriiinggg... Telepon di ruangan Danisha berdering.

 

“Halo,” jawab Danisha.

 

“Danisha, jam 5 sore kamu ke ruangan saya ya. Bawa berkas map berwarna hijau yang saya berikan tadi. Ada beberapa revisi yang saya tidak mengerti. Nanti sekalian kita bahas ya,” ucap Bu Rea di ujung percakapan.

 

Danisha langsung mengambil map hijau sesuai permintaan Bu Rea. Dia lalu membuka map tersebut dan membaca-baca bahan yang akan dibahas Bu Rea.

 

Sebagai penulis riset di lapangan yangsudah berpengalaman. Danisha cukup paham apa yang akan dipaparkannya ke Bu Rea. Materi yang akan dijelaskannya ke Bu Rea, berisi tentang budidaya perikanan di daerah Kabupaten Empat Lawang Sumsel.

 

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, Danisha beranjak ke ruangan Bu Rea dengan membawa map hijau tersebut. Dia juga tak lupa membawa bahan lainnya untuk dijadikan referensi programnya.

 

Tok..Tokk.. Tokkk.. Danisha mengetuk pintu ruangan Bu Rea.

 

“Masuk Danisha,” jawab Bu Rea dari dalam ruangan.

 

Saat Danisha membuka pintu ruangan BuRea. Dia kembali terkejut. Ada Widi di ruangan Bu Rea. Raut wajahnya yang kaget, tertangkap di mata Bu Rea dan Widi.

 

“Masuk sini, gak usah kaget gitu ada Pak Widi,” suara Bu Rea yang tegas, langsung menghamburkan kebisuan Danisha.

 

Danisha melangkahkan kaki masuk dan duduk di meja Bu Rea. Dia menyerahkan map hijau dan langsung berdiri melangkahkan kakinya keluar ruangan Bu Rea.

 

“Danisha, kenapa kamu pergi. Kan saya suruh kamu kemari untuk merevisi materi kita,”

 

“Duh, lupa aku,” Danisha menggerutu pelan membelakangi Bu Rea. Dia lalu membalikkan tubuhnya dan memaksakan diri melempar senyum ke Bu Rea.

 

Diskusi 30 menit antara Bu Rea, Widi dan Danisha, seakan 30 jam bagi Danisha. Dia ingin sesegeranya keluar dari ruangan Bu Rea.

 

“Okey, semuanya clear ya. Danisha, mulai Senin besok, kamu bersama timmu, langsung ke lapangan ya. Pak Widi juga ikut bersamamu,” ucap Bu Rea.

 

Seperti jatuh tertimpa tangga. Itu yang dirasakan Danisha.Kenapa harus selalu ada Widi di pekerjaannya. Itu terus yang dia ucapkan dalam hati.

 

“Siap bu. Saya boleh izin pamit tidak bu?,” jawab Danisha.

 

Bu Rea hanya mengangguk. Danisha yang tidak mau berlama-lama di dalam ruangan Bu Rea, bergegas melangkahkan kakinya keluar dari ruangan.

 

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!