PENDEKAR DEWA MATAHARI
Seorang Pemuda berkata dengan sesumbar didepan perguruan yang dihancurkannya, Dia menatap setiap lawan yang telah jatuh satu persatu, lalu meludah ketanah, kemudian dia berkata. “Aku kira perguruan tongkat emas sangat kuat seperti yang diceritakan, tapi ternyata hanya omong kosong belaka.
Sekarang aku menyadari tidak ada yang dapat mengalahkan diriku.”
Dia menunggu beberapa saat, berharap ada para pendekar yang tidak senang dengan ucapannya lalu meberika perlawanan, namun ternyata tidak ada satupun pendekar disana yang berani menantangnya.
Banyak orang yang menyaksikan pertarungan dari jauh, bersembunyi dari balik pohon atau atau berkumpul dibalik rumah warga, beberapa diantara mereka adalah pendekar, namun tidak ada yang berani untuk maju melawan pemuda itu, bahkan untuk melihat matanyapun terasa enggan.
Pemuda itu menatap langit yang mendung dengan mata yang sendu, hujan nampaknya akan segera turun dengan deras membersihkan noda darah yang berceceran ditanah akibat dari pertarungannya dengan 30 pendekar dari perguruan tongkat emas.
Setelah itu dia berjalan menuju puing bangunan yang terbakar, lalu dia duduk diatas batu hitam menghadap pada lawan-lawannya yang sebagian sudah tak sadarkan diri.
Dia mulai menghitung, ini adalah perguruan ke 20 yang dia hancurkan seorang diri, dan rata-rata menyisakan bangunan yang hancur terbakar.
Pemuda itu hanya bisa menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya dengan perlahan, “Hidup ini sunggu eroni sekali.”
Pemuda itu bernama Sungsang Geni. Dia adalah anak yang dipungut oleh janda bernama Selasih 15 tahun yang lalu, dia ditemukan didalam hutan belantara ketika Selasih sedang mencari kayu bakar.
Tidak pernah ada yang tahu bagaimana bayi mungil itu bisa berada ditengah hutan yang lebat, dan bagaimana bayi itu bisa terlindung dari binatang buas yang berkeliaran.
Selasih yang telah lama mendambakan seorang putra sangat bersukur diberi kesempatan untuk memiliki anak, meski bukan lahir dari rahimnya.
Selasih sadar bahwa bayi mungil yang dipungutnya memiliki berkah api matahari dilengan kanannya, karena itu setiap hari dia selalu berdoa untuk dewa matahari karena telah memberinya anak yang kuat.
Terkadang Selasih mengatakan ‘jaga anakmu’di setiap doanya yang ditunjukan kepada dewa matahari, atau jaga ‘putra kita’.
Berkah api matahari yang dimiliki Sungsang Geni dapat menimbulkan api yang sangat panas, dengan kekuatan itu dia bisa saja membakar benda apapun hanya dengan jentikan telunjuk.
Namun meski memiliki kelebihan, Selasih tidak pernah mengajarkan putranya untuk menjadi sombong dan harus selalu bersukur meski hidup dalam kekurangaan, karena itu banyak orang menyukai dirinya.
Sedari kecil Sungsang Geni sudah terbiasa berpuasa, menahan lapar sudah sangat biasa bagi dirinya ini dikarenakan Selasih sangat miskin.
Digubuk yang reot dan rapuh, Sungsang Geni banyak menghabiskan waktu membantu ibunya membelah kayu untuk dijual ke kota, hanya untuk membeli makannan dan sisahnya membeli buku bekas.
Sungsang Geni sangat suka membaca, karena itu dia memiliki sedikit pengetahuan mengenai dunia ini.
Namun suatu masa ketika umurnya baru 14 tahun dia mengalami mimpi buruk berkali-kali, membuat Selasih sangat khawatir.
“Ibu aku melihat kabut hitam mendekatiku.” ucap Sungsang Geni setiap terjaga dari mimpi buruknya, “Kabut yang berusaha memadamkan api ditanganku.”
Selasih hanya memeluk putranya setiap terjaga dari mimpi, sebagai ibu yang tidak tahu apa-apa, Selasih tidak bisa berbuat banyak untuk putranya.
Namun suatu malam, Sungsang Geni bermimpi kabut hitam menyelimuti tubuhnya dan mencekik lehernya hingga terasa sempit, dikekalutan hatinya dia tanpa sengaja mengeluarkan api besar diseluruh tubuhnya untuk mengusir kabut itu.
Namun api itu bukan hanya keluar didalam mimpinya saja, namun keluar dari seluruh tubuh nyatanya, sehingga menyebabkan seluruh bangunan rumah terbakar hangus bersama ibunya.
Ketika dirinya sadar, semua sudah terlambat tidak ada yang tersisah selain api yang berkobar dari tubuhnya.
Kematian ibunya membuat luka yang sangat dalam dihatinya, Sungsang Geni menangis selama 2 hari membuat matanya bengkak dan hitam.
Dia menyalahkan dirinya sendiri atas kematian sang ibu. Karena kesedihan itu, sebagian hutan terbakar karena api yang tak terkendali keluar dari telapak tangannya.
Setelah kematian ibunya, tabiat Sungsang Geni berubah, dia menjadi sangat pemarah dan suka berkata kasar, dia mulai menyukai pertarungan dan menguji berkah api matahari yang dimilikinya.
Dia mulai mendatangi perguruan kecil yang berada disekitarnya, menantang mereka bertarung, meskipun kebanyakan tidak ada yang tewas, tapi mereka mendapat luka bakar yang parah dan kekalahan telak.
“Hanya karena kekuatan api ditanganmu, membuat kau jadi besar kepal. Kau terlalu sombong anak muda,” seorang pengemis tua yang menutupi wajahnya dengan topi jerami berjalan menunduk dibelakang Sungsang Geni tanpa rasa takut.
Orang yang melihatnya, berusaha memberi tahu sang pengemis agar tidak ber-urusan dengan Sungsang Geni, namun sang pengemis tidak meperdulikan peringatan mereka.
“Celakalah pengemis tua itu.”
“Kenapa dia tidak segera pergi menjauh dari pemuda itu?” terdengar suara beberapa orang sedang membicarakan sang pengemis.
“Apa maksudmu pengemis? Apa kau menantangku? Jika ada orang yang mampu mengeluarkan darah dari tubuhku, akau akan menjadikannya guruku,” Sungsang Geni kemudian tertawa terbahak-bahak, karena baginya tidak mungkin ada orang yang dapat mengalahkannya. “Aku bersumpah atas nama ibuku.”
“Kalau begitu pergilah ke bukit batu, kau akan menemui seorang pria yang dijuluki Ki Alam Sakti.” Setelah berkata demikian sang pengemis segera pergi menuju hutan kecil didekat perguruan tongkat emas lalu menghilang.
Mendengar ucapan sang pengemis, Sungsang Geni mendekati seoarang lelaki tua yang berada tidak jauh dari tempatnya, “Pak Tua katakan padaku dimana letaknya Bukit Batu?”
“Disana pendekar...” Lelaki Tua menunjuk sebuah bukit kecil disisi barat dengan tangan bergetar karena takut.
“Terima kasih Pak Tua,” ucap Sungsang Geni, kemudian berjalan meninggalkan perkampungan itu.
Berhari-hari dia berjalan tanpa petunjuk yang pasti, masuk hutan keluar hutan, menuruni lembah yang dalam mendaki bukit yang tinggi menyinggahi beberapa desa untuk menanyakan seberapa lama lagi dirinya tiba di bukit Batu.
Satu bulan lamanya akhirnya Sungsang Geni tiba dikaki bukit batu, namun dia kembali kesal sebab tidak ada tanda-tanda perguruan berdiri ditempat itu.
Yang ada hanya tanaman lumut hijau, dan pepohonan kerdil menghiasi hamparan batu hitam yang terjal.
Dia mulai mencari petunjuk lain, mengelilingi bukit itu seperti orang gila hingga akhirnya Sungsang Geni menemukan sebuah tangga dari susunan batu yang mendaki kearah puncak bukit batu.
“Pasti diatas sana, orang yang bernama Ki Alam Sakti berada.” ucapnya dengan penuh keyakinan.
Tanpa berpikir panjang Sungsang Geni segera melewati tangga itu, namun ternyata tangga itu sangatlah panjang dan berliku, Sungsang Geni telah 9 kali beristirahat namun perjalanannya belum sampai setengah.
“Gila, aku tidak menyangka menaiki tangga begitu melelahkan.” Sungsang Geni mengatur napasnya yang terputus putus, wajahnya terlihat merah dan peluh membasahi seluruh tubuhnya “Kalaulah aku punya ilmu meringankan tubuh, tentu tidak akan sesulit ini.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 371 Episodes
Comments
Tukang mancing
masuk rak pustaka dulu,
2023-11-27
2
Reymundo Hidayat
jos
2023-09-05
1
Bakso Tetelan
alur cerita tidak mudah ditebak sagat bagus
2023-04-22
1