TO ZENA

TO ZENA

Ekskul Majalah

Hari ini ekskul majalah di SMA Samanta sedang mengadakan rapat, rapat yang sangat khidmat tanpa ada suara ricuh dari anggota dan pukulan meja dari pendamping ekskul yang pusing karena bising.

Tidak heran rapat ini sangat khidmat, diam, tentram abadi, karena yang ada didalamnya hanya 3 orang; Miss Trinity, Andel dan Drita. Andel dan Drita itupun sahabat dekat dan entah kenapa dengan 2 anggota ekskul ini tetap berjalan.

Mungkin tidak logis bagi beberapa orang, namun bagi Andel dan Drita ekskul ini sangat berharga untuk nilai mereka kedepannya. Di sekolah mewajibkan bagi siswanya minimal mengikuti satu ekskul. Karena Andel yang malas dan Dita yang kurang percaya diri akhirnya mereka dipertemukan di ekskul majalah.

Jadilah mereka sahabat dekat sejak kelas 10 dan sekarang sudah mau naik kelas 12. Semua orang didalam ruang ekskul majalah terdiam, termasuk Miss Trinity sebagai pendamping anggota ekskul majalah.

"jadi Miss kita harus membahas tentang apa kali ini?" ucap Drita memecah keheningan yang terjadi sudah lebih dari 15 menit yang lalu.

"kita tidak bisa membahas hal yang tidak bermutu, kita harus membahas hal yang bermutu walaupun itu tidak membuat orang tertarik," tukas Miss Trinity pelan dan tenang.

Pembawaan Miss Trinity yang tenang dan kalem, sering kali membuat Andel kesal stengah mati, yang semakin membuat Andel kesal ketika ekskul majalah sudah diberi peringatan oleh Kepala Sekolah.

Namun, Miss Trinity hanya diam dan tenang sambil berkata "yasudah tidak apa-apa," sementara Andel dan Drita tidak tahu apa maksud tidak apa-apa bagi Miss Trinity itu.

"Miss sebaiknya kita bahas hal yang sedang tren sekarang ini Miss," ucap Drita memberi usul yang sudah pasti akan ditolak Miss Trinity.

Inilah salah satu alasan kenapa Ekskul Majalah sepi peminat, karena pemikiran Miss Trinity yang kolot dan sulit ditebak. Kadang ingin sekali rasanya menjambak rambut lurus sebahu Miss Trinity itu.

"Jangan, kamu tidak dengar apa yang saya bilang dari awal Drita?" tanya Miss Trinity menatap Drita tanpa minat, selain tenang dan kalem Miss Trinity juga tipe yang sombong.

Kadang-kadang Andel sering mengeluh kepada Drita, kenapa pembimbing Ekskul Majalah sombongnya naudzubillah bikin jiwa dan hati panas.

"Hampir saja ku banting vas yang ada diatas meja tadi pada Miss," ucap Andel kejam, sering terjadi, namun Andel tidak pernah berfikir untuk berhenti dari Ekskul Majalah.

Bukan karena sayang sekali kepada Miss, tapi Andel malas mencari Ekskul baru yang bahkan Andel saja tidak berminat satu pun.

"Apa bagusnya kita buat saja majalah sendiri tanpa sepengetahuan Miss?" ungkap Drita menatap Andel sambil menaik turunkan alisnya.

"Jangan bodoh Drita! Apakah kamu mau di rendahkan Miss lagi? Nanti jiwa sombongnya keluar lagi," ungkap Andel kesal, entah kenapa tiap membicarakan Miss mood nya langusng jelek.

"Anggap saja gladi bersih kedepannya kalo kena marah udah kebal," ucap Drita terkekeh, kemudian menarik tangan Andel untuk segera kekantin.

Setiap kekantin rasanya itu-itu aja ga pernah berubah, kadang dua sejoli ini pernah berfikir jika kantin akan berubah tema setiap harinya.

Namun tentu itu hanyalah harapan semata yang akan sulit menjadi nyata, walaupun sekolah swasta yang namanya mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar akan menjadi pertimbangan sekitar 9 hari 9 malam.

Setelah mengisi perut dikantin rencana Drita ingin ke perpustakaan namun ditengah perjalanan dia mendengar bisik-bisik tetangga yang sangat membuat telinganya panas.

"Jangan abaikan mereka Drit, anggap saja mereka tidak ada," Andel mencoba menenangkan Drita agar tidak terpancing emosi dan membuat suara cempreng dan kata-kata menusuk Drita keluar dari mulutnya.

"Mereka sudah keterlaluan Andel," ungkap Drita tajam menatap kakak kelas yang berdiri tidak jauh darinya.

"Lihat, mereka tidak ada takutnya untuk mati," setelah mendengar itu Drita langsung mendekat dan berdiri didepan 3 orang kakak kelas tadi.

"Maksud kalian apa? Coba bicara langsung kepada saya. Seharusnya kalian disekolahkan bukan untuk mengasah otak disini, tapi untuk mengasah mulut kalian agar tidak asal bicara," ucapan sadis Drita mampu membuat semua orang terdiam.

"Mana sopan santun mu terhadap kakak kelas?!" teriak kakak kelas yang sekarang sudah terpancing emosi akibat perkataan menusuk Drita.

"Kamu seharusnya yang aku tanyakan seperti itu," setelah berucap itu Drita langsung ditarik Andel untuk pergi, jika dibandingkan antara Drita dan Andel.

Andel lebih mudah menahan emosi dari pada Drita yang sangat sulit menahan emosi. Makanya Andel sangat khawatir jika Drita mendengar omong kosong seperti tadi.

"Kenapa kamu tarik aku?! sekali-sekali mereka harus diberi peringatan!" kata-kata itu yang didengar oleh Andel sedari tadi, dimulai dari Andel yang menarik Drita sampai ke perpustakaan.

Emang dasarnya Drita tipe orang yang sangat pemarah jika hal-hal yang tidak perlu di umbar atau dibicarakan malah dibicarakan.

"Tidak kah lelah Drit? kamu sudah dari tadi menyumpahi ku," ucap Andel kejam, sumpah sarapah Drita mampu membuatnya tidak fokus membaca buku.

"Aku masih tidak terima Andel," kesal Drita menutup buku yang dia buka secara acak.

"Sudah lah jangan dipikirkan, jika terus dipikirkan emosi mu akan bertambah," ungkap Andel kesal, lama-lama dia bakal baku hantam di perpustakaan ini dengan Drita.

"Bagaimana tidak!" ucap Drita kesal, masih kesal dan akan selalu kesal.

"Drit, lihat deh," potong Andel saat dia melihat suatu buku yang judulnya sangat asing untuk dilihat.

"Apa?" tanya Drita yang juga ikut berdiri menghampiri Andel.

"HEI IT--!" teriakan Drita terputus karena Andel yang sudah menutup mulut Drita terlebih dahulu.

"Diam, kamu akan menganggu orang lain!" kadang Andel kesal sendiri dengan sifat blak-blakan Drita yang hanya ditunjukkan padanya.

"Itu, tentang miss Trinity bukan?" mata Drita membelalak kaget, bagaimana ada sebuah buku yang cukup tebal menceritakan kisah hidup Miss Trinity.

Drita dan Andel tahu, karena cover dari buku itu memang wajah Miss Trinity sendiri.

"Apakah Miss tahu?" tatap Drita heran.

"Sepertinya tidak, kalau memang iya, Miss Trinity pasti akan menghilangkan buku ini dari perpustakaan," imbuh Andel saat membaca sinopsis pada buku yang dia pegang.

"Kenapa?" ucap Drita heran, seharusnya Miss Trinity bangga, dirinya dijadikan buku.

"Kau tidak baca? Di sinopsis buku jelas-jelas tertulis menguak kisah dibalik kematian Zahra?" ucap Andel di akhiri dengan kalimat tanya karena heran dengan nama Zahra.

"Siapa Zahra?" sekali lagi, pertanyaan keluar dari mulut Drita.

"Mana aku tahu Drita, ayo kita baca," akhirnya mereka memutuskan untuk membaca buku yang masih menjadi misteri saat ini.

"Kenapa aku ragu ingin membacanya?" imbuh Andel saat mereka sudah membalik halaman selanjutnya.

"Apa yang kamu ragu-kan? Seharusnya kita baca saja," asutan Drita mampu membuat Andel kembali membaca buku tersebut.

Perlahan semuanya terungkap, misteri-misteri yang ada disekolah yang sampai kini belum terungkap jawabannya ada disini.

Andel sempat rermenung sejenak, apa yang terjadi? mengapa semuanya bersangkutan dengan Miss Trinity?

Apakah pembunuh 'Zahra' adalah Miss Trinity? tapi kenapa? apa alasan Miss Trinity membunuh 'Zahra'?

Itu semua berlanjut sampai mereka menghabiskan halaman terakhir tanpa berminat untuk masuk ke-kelas kembali.

Sepertinya, novel yang dibuat seseorang ini lebih menarik dari pada belajar didalam kelas yang membosankan.

"Apakah ini patut dipercaya?" imbuh Drita saat menutup novel itu kembali

"Mungkin, tapi tentu untuk percaya harus ada bukti," jawab Andel cepat, dari dulu prinsip Andel memang seperti itu.

"Ya memang sih, tapi buku ini selama kita baca kerasa meyakinkan banget ga sih?" imbuh Drita saat kembali melihat sipnosis dari buku tersebut.

"Memang, aku penasaran siapa sih yang buat buku ini," Andel menatap Drita, siapa tahu mereka bisa menemukan siapa penulis dari buku ini.

"Tapi, di awal buku bukankah ada kode?" tanya Drita kepada Andel.

Andel mengangguk cepat kemudian segera membuka kembali halaman pertama buku tersebut.

1313 1 44 99 1

"Kode apa ini?" heran Drita menatap Andel.

"Nomor telfon kah?" ucap Andel sambil tertawa, dia tahu pertanyaan dia tadi tergolong bodoh.

"Apakah itu huruf?" imbuh Drita, lalu segera menulis semua huruf abjad pada satu lembar buku lalu memberinya masing-masing angka.

"MMADDII?" Drita mengangkat alis heran, apa ini?

"Bukankah tidak begitu? mana mungkin seperti itu." kesal Andel menatap Drita.

"Mana aku tahu, aku bukan detektif," jawab Drita kesal.

"Aku tahu!" teriakan kecil Andel mampu membuat Drita heran, apa yang dia tahu?

" 13+13 jadinya kan 26, huruf ke 26 berarti Z. 1 berarti A. 44 jadinya 8 berarti H. 99 jadinya 18 berarti R. 1 kembali ke A" perlahan Andel merangkai kata tersebut.

"ZAHRA!" ucap Andel tidak percaya, apa ini? Zahra? orang yang dibunuh Miss Trinity sendiri yang membuat?

"Ba.. bagaimana bb...bisa" ucap Drita terpatah-patah, Zahra sudah meninggal kenapa masih bisa membuat sebuah buku/novel ini?

"Kamu percaya pada hantu?" tanya Andel menatap Drita sebentar.

"Tidak, tapi... kalau melihat ini aku jadi percaya," ucap Drita pelan, sangat pelan.

"Kamu benar, apakah kita perlu menginap disini malam ini? untuk melihat Kak Zahra?" usul Andel kepada Drita.

"KAMU GILA?!" teriakan Andel mampu membuat penjaga perpustakaan kesal.

"Kalian yang berdua! keluar!" setelah kata itu Andel dan Drita segera keluar sambil membawa buku tadi.

"Sembunyikan," bisik Andel kepada Drita saat mereka melewati penjaga perpus yang dari tadi menatap mereka.

"Gila," ucap Drita saat mereka telah keluar dari perpustakaan dan berjalan menuju rooftop sepertinya hari ini mereka tidak berminat untuk mengikuti pelajaran.

"Sebentar, disini juga ada kode," ucapan Andel mampu membuat Drita yang tadinya ingin berlari karena sebentar lagi sampai ditangga rooftop berhenti.

"Ha? Kode lagi?" suara Drita tampak kesal, kode dan kode. Dia sangat benci dengan hal ini.

"Ayo pecahkan. 8-1 2-1 6-1 2-1 6-2," ucap Andel membaca angka yang terletak ditengah halaman.

"Apa itu? tidak mungkin dikurang kan," imbuh Drita amit-amit.

"mungkin saja Drita," ucap Andel gemas menatap Drita.

"Kak Zahra tidak sebodoh itu membuat kode yang sangat mudah," ucap Drita kesal menatap Andel, bagaimana temannya yang pintar ini berpikir seperti itu.

"Aku tahu, itu pasti angka ditelfon dulu," ucap Andel semangat, lalu membuka keybord hp-nya dan menukarnya menjadi papan ketik handphone dulu.

"8-1 berarti T? 2-1 berarti A? 6-1 M? 2-1 A? 6-2 N. Digabungkan menjadi TAMAN," ucap Drita semangat, semangat Drita kembali saat Andel kembali berhasil memecahkan kode.

"Bukankah kamu pantas menjafi detektif?" ucap Drita sambil tertawa, dia tahu bahwa Andel adalah orang yang pemalas dan mudah bosan.

"Terserah apa katamu, ayo ketaman belakang!" ucap Andel menarik tangan Drita agar segera ketaman belakang.

"Dia menyebut taman bukan taman belakang Andel," kesal Drita lalu menarik kembali Andel.

"Kamu kira dimana lagi taman disekolah ini jika tidak di taman belakang!" bentak Andel kesal kemudian pergi meninggalkan Drita yang sudah tertawa lepas.

Senang sekali mengerjai Andel jika dalam keadaan seperti ini.

Sesampainya Andel ditaman belakang dia menyapu dari ujung ke ujung taman belakang yang sangat jarang dikunjungi orang karena ada mitos.

"Itu disana," ucap Andel bermonolog ketika dia melihat sebuah pita terjurai dari atas pohon beringin tinggi menjulang.

Mata Andel terbelalak saat melihat diatas pohon ada rumah pohon kecil yang muat satu orang disana.

Kenapa ada rumah pohon disini tidak ada yang menyadari? Zahra terlalu hebat untuk merancang teka-teki sehebat ini.

Tanpa pikir panjang, Andel segera memanjat pohon yang besar itu, pohon itu sudah besar dan daunnya lebat makanya rumah pohon kecil itu tidak terlihat.

Andel segera masuk kedalam rumah pohon itu, jangan remehkan kemampuan memanjat Andel yang sangat di acungi jempol.

Rumah pohon itu sangat rapi, banyak buku didalam sana dan banyak novel. Namun perhatian Andel tertuju pada satu kotak hijau.

Tanpa pikir panjang Andel segera mengambil kotak tersebut dan membukanya.

"Andel! lo dimana sih?!" teriakan Drita mampu membuat Andel berhenti dari kegiatannya.

"Gue disini," ucap Andel pelan melambaikan tangannya kearah Drita yang tepat berada dibawah pohon.

"Kenapa bisa disana?" ucap Drita sambil menganga, tomboy Andel sangat nampak disini, bayangkan. Andel tadi hanya pakai rok pendek dan dia dengan santainya manjat?

Drita menggeleng tidak percaya, bagaimana teman dia satu-satunya ini sangat begini.

"Aku tidak ingin manjat, kau selesaikan saja sendiri disana," imbuh Drita kemudian mencari tempat duduk yang pas.

Setelah Drita duduk Andel kembali membuka kotak tadi, dan ditemukan lah 2 handphone disana.

Yang membuat Andel heran, disana ada 2 handphone merek baru yang sangat banyak digunakan anak SMA.

Akhirnya Andel membuka salah satu handphone disana, sialnya handphone itu terkunci.

"*Pa*ssword-nya apa?" monolog Andel sambil menatap kebawah, lalu betapa terkejutnya Andel, pada pita yang menjulur kebawah tadi ada angka.

"Ini password-nya?" lalu Andel memasukkan 4 digit angka dan yap! handphone tadi terbuka.

"Semudah itu?" imbuh Andel lagi, padahal otaknya sudah hampir meledak.

Pusat perhatian Andel berhenti pada pesan suara yang memang terpasang di home handphone tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!