Setelah seminggu berjalan akhirnya Andel memberanikan diri untuk berkunjung ke pemakaman Drita.
Dia sengaja pergi sendiri tanpa ditemani Faris, biasanya Faris akan selalu mengikutinya kemanapun tapi, ketika pulang sekolah tadi Andel langsung berlari Lewat Pintu Belakang dan menuju pemakaman.
Hal yang pertama Andel lihat adalah bunga yang berwarna orange, Andel tidak tahu itu bunga apa.
Tapi, setahu Andel Mama Drita lebih menyukai mawar putih dari bunga apapun. Andel berfikir itu adalah bunga dari keluarga Drita yang datang berkunjung.
"Apa kabar, Enak nggak di sana? maaf ya gue baru datang," ucap Andel menatap batu nisan Drita.
Setelah itu Andel hanya diam, air matanya dari tadi tidak berhenti turun dari mata cantiknya. Sangat merasa bersalah dengan semua kejadian ini. Andaikan Dulu dia tidak mengajak Drita untuk ikut ekskul majalah semuanya tidak akan seperti ini.
Namun, sekarang hanya tinggal angan-angan yang tidak akan pernah terjadi karena Drita sudah pergi meninggalkan dia dan tidak akan pernah kembali lagi.
Fokus Andel terpecah karena terganggu dengan bunga berwarna orange tadi akhirnya dia memutuskan untuk menelpon Mama Drita menanyakan masalah bunga berwarna orange.
Jawaban yang Andel dapat dari Mama Drita adalah jawaban yang sangat mengecewakan karena Mama Drita bilang dia tidak pernah mengirim bunga berwarna orange kepada Drita.
"Lalu siapa? Kalau kak Rangga mana mungkin sih," heran Andel menatap makam Drita yang basah.
"Halo," sapa seseorang dari belakang Andel.
Andel melihat kebelakang namun, dia tidak kenal dengan orang yang menyapanya sekarang.
"Tante boleh ikut?" tanya orang yang belum Andel tahu namanya, yang pasti dia adalah keluarga Drita.
Andel tersenyum lalu menggeser badannya memberi tempat untuk orang itu.
"Kenalin, tante Mamanya Rangga. Sepupunya Drita," terang orang itu yang ternyata Ranti.
Seperti yang di bilang Dina kemaren, Ranti benar-benar datang tiap hari kepemakaman hanya untuk bertemu Andel. Dan sekarang dia bertemu Andel.
"Eh, halo tante," sapa Andel sambil tersenyum hangat.
"Kalau lihat asli kamu lebih cantik ya," puji Ranti menatap Andel yang sudah tersenyum kikuk.
"Makasih tante, kalau Andel boleh tahu tante sama siapa kesini?" tanya Andel pelan.
"Tante kesini bareng Rangga, bentar lagi dia kesini," terang Ranti tersenyum kearah Andel.
Ranti hari ini benar-benar senang bisa bertemu dengan Andel yang sangat cantik. Bahkan, Ranti rela meninggalkan butik demi melihat Andel.
Tidak lama setelah itu Rangga datang dengan membawa Bunga Lily pink, Andel langsung menatap bunga yang di bawa Rangga.
"Kak, bukan lo yang bawa Lily orange nya?" tanya Andel langsung saat Rangga mengambil posisi jongkok di depan dia dengan Mama-nya.
"Bukan Ndel, lo tanya mama deh," jawab Rangga, padahal Rangga bisa langsung menanyakannya tapi entah kenapa Rangga yang menyuruh Andel menanyakan sendiri.
"Maaf tan, tante yang bawa bunga ini?" tanya Andel sesopan mungkin.
"Bukan tante yang bawa Ndel," jawab Ranti yang juga ikutan bingung melihat Lily orange yang ada di atas pusara Drita.
Setaunya tidak ada keluarganya yang memberi makam Drita dengan Lily orange, biasanya mawar putih hanya Rangga yang berbeda sendiri.
"Bukan lo yang bawa?" tanya Rangga menatap Andel.
"Kalau gue yang bawa ga penting banget gue nanya ama lo," jawab Andel kesal menatap Rangga.
"Jangan malu-maluin kenapa sih Ga," kesal Ranti menatap Rangga.
"Malu-maluin kenapa sih Ma?" tanya Rangga heran, apa yang harus di maluinnya?
"Kamu ga boleh kelihatan **** kaya gitu didepan calon pacar," jawab Ranti polos yang mampu membuat Andel maupun Rangga terkejut.
"Apaan sih Ma!" jawab Rangga tidak suka lalu menatap Andel tidak enak.
"Maaf ya Ndel, Mama emang kaya gitu suka halu," jawab Rangga dengan kesal menatap Mamanya.
"Iya ga papa kak," jawab Andel kalem, sebenarnya agak iri dengan hubungan Rangga dengan Mamanya.
"Eh, Andel belum tahu nama tante," ucap Andel kikuk yang membuat Rangga tersenyum kecil.
"Nama tante Ranti, kamu manggil tante Bunda aja, soalnya kan Mama sama Papa Drita kamu manggilnya Mama Papa juga," terang Ranti yang di respon anggukan oleh Andel.
"Apaan sih Mah," tatap Rangga heran kepada Mamanya, tiba-tiba sok akrab kaya gitu.
"Diem deh kamu," tatap Ranti kesal kearah Rangga.
"Maaf sekali lagi tan, Andel boleh doa dulu?" tanya Andel yang langsung di angguki Ranti dengan semangat.
"*Drit, tenang disana ya, cari temen yang baik. Jangan sampai kesepian disana, biar gue aja yang kesepian. Gue kemaren di kendaliin huntu loh wkwk ga tahu kenapa sekarang gue tidurnya di kamar Faris,"
"Lo jangan iri ya, gue bakal bawa kak Faris kesini besok, gue pulang dulu. Ingat! Gue sayang lo*,"
Setelah menyampaikan pesan dan doa Andel menatap Ranti.
"Oh iya, kebetulan nih. Ayo makan siang bareng dirumah Bunda," ajak Ranti antusias mengajak Andel.
"Eh, ga usah tante takut ngerepotin," jawab Andel kikuk.
"Ga papa sekalian kamu nolongin Bunda masak, jangan panggil tante dong," ajak Ranti kembali mengajak Andel.
Andel menatap Rangga sebentar, Andel hanya takut Rangga risih dengan kehadirannya karena itu dia menatap Rangga berharap Rangga peka.
"Ga papa ayo," jawab Rangga yang membuat Andel mengangguk.
Akhirnya Andel ikut dengan Rangga dan Ranti menuju rumah Ranti untuk makan siang bersama.
Mungkin ini keberuntungan bagi Andel, kata Ranti Papa Rangga lagi dinas di luar kota.
Ketemu Mama Rangga aja udah gugup abis apalagi ketemu Papa-nya.
"Kamu bisa masak kan Ndel?" tanya Ranti menatap kebelakang kearah Andel yang duduk dikursi tengah mobil.
"Bisa kok Bun?" jawab Andel yang seperti pertanyaan karena panggilan Bunda yang menurutnya kurang pas.
"Nah gitu dong, manggil Bunda," jawab Ranti senang memukul lengan Rangga yang fokus membawa mobil.
"Apaan sih Ma," jawab Rangga kesal dengan tingkah Mamanya yang seperti anak kecil.
Setelah memakan waktu cukup lama, akhirnya Andel tiba di kediaman Rangga and Family.
Rumah Rangga 11 12 dengan rumah Drita, sama-sama luas dan indah.
"Ayo masuk," ajak Ranti mengajak Andel dan meninggalkan Rangga.
"Gini nih kalau udah ketemu cewek," monolog Rangga menatap Mamanya dan Andel yang sedang tertawa bersama.
"Dia cantik," tanpa sadar Rangga bergumam seperti itu, untung tidak ada yang dengar.
"Kak? Kata Mama kakak disuruh ganti baju," ucap Andel memecah lamunan Rangga yang langsung di angguki Rangga.
"Maaf ya Ndel jadi ngerepotin," imbuh Rangga saat mereka berjalan masuk bersama.
"Ga papa kok Ka," jawab Andel tersenyum tipis, Rangga suka senyum Andel.
Setelah Rangga naik keatas, Andel mengelilingi ruang tamu rumah Rangga, melihat foto-foto keluarga Rangga sampai foto kecil Rangga.
Andel tersenyum tipis saat melihat foto Rangga yang baru-baru ini di ambil.
Rangga tersenyum lebar disana dengan menggunakan jas berwarna coklat.
"Ganteng kan?" Andel hampir berteriak saat suara itu tiba-tiba masuk ke dalam indra pendengarannya.
itu suara Rangga yang berdiri di belakangnya. Rangga telah berganti baju dengan baju yang lebih santai.
"Mama lo mana kak?" tanya Andel mengalihkan topik pembicaraan.
"Seharusnya gue yang nanya kaya gitu sama lo," jawab Rangga menatap Andel yang sudah bingung mau ngapain lagi.
"Lo tau gak? Sebenarnya gue malu foto gue dipasang disana," jujur Rangga menunjuk foto yang dilihat Andel tadi.
"Kenapa enggak lo simpan aja?" tanya Andel heran.
"Mama tipe orang yang keras kepala," jawab Rangga seperti mencibir Mamanya sendiri.
"Lo harus bersykur dapat Mama kaya gitu, gue ga pernah ngerasain itu semua," ucap Andel tersenyum pahit kearah Rangga.
"Lo bisa anggap Mama orang tua lo, kalau lagi butuh tempat bersandar pintu rumah bakal Mama buka terus," hibur Rangga mengelus lembut rambut Andel.
"Ayo Ndel kita masak," ajak Ranti saat sudah selesai berganti baju dan Rangga yang sudah pergi.
Akhirnya Andel membantu Ranti memasak selama 1 jam lebih karena asik berbincang.
Sementara Rangga sibuk bermain ps, kalau dia ikut nimbrung dengan perbincangan Mama-nya dengan Andel pasti ga bakal ngerti.
Secara kan mereka cewek dan Rangga cowok, pasti mereka bakal bahas tentang cewek yang Rangga yakin dia ga bakal ngerti apapun.
Akhirnya makanan telah terhidang diatas meja makan, Rangga tidak berhenti tersenyum senang karena melihat makanan favoritnya diatas meja.
"Itu yang buat Andel, coba deh Ga," suruh Ranti kepada Rangga yang langsung di angguki Rangga.
Akhirnya Rangga mencoba opor ayam yang dibuat sendiri oleh Andel.
"Enak Ma! Lebih enak buatan Andel dari Mama," jawab Rangga dengan mimik wajah ngeledek.
"Anak durhaka," jawab Ranti kemudian ikut mencobakan opor ayam yang dibuat Andel.
Memang Andel tidak pernah menyentuh dapur dirumahnya. Namun, dirumah Drita dia sering memasak disana.
Untuk Mama, Papa dan Drita tentunya. Nadia sangat suka dengan masakan Andel yang enaknya ngalahin enaknya masakan dia.
Kadang Drita juga belajar memasak lewat Andel, rencana Rafael memasukkan Drita ke Ekskul Memasak tidak jadi karena sudah ada Andel.
Saat telah selesai makan dan duduk-duduk santai diruang keluarga Andel mendapat telfon dari Faris.
"Hallo, kenapa Ris?"
"Lo dimana? Gue capek nyariin,"
"Gue dirumah Kak Rangga, bentar lagi gue pulang, ga usah jemput,"
Jawab Andel jelas dan terperinci, lalu sambungan terputus sepihak.
"Bunda, Andel pulang dulu ya. Udah dicariin Faris," pamit Andel menatap Ranti.
"Yaudah kapan-kapan main kesini lagi, Rangga anterin Andel," suruh Ranti menatap Rangga yang sibuk bermain ps.
"Iya," jawab Rangga singkat kemudian mengambil kunci mobil yang terletak di nakas.
Akhirnya Rangga pun mengantarkan Andel pulang kerumah dengan selamat.
Sesampainya Andel dirumah langsung disambut dengan Faris yang menampilkan wajah kesal.
"Ululu, maafin yaa," jawab Andel menarik hidung mancung Faris.
"Lo kemana sih? Bisa-bisanya terdampar dirumah Rangga?" tanya Faris mengikuti Andel yang naik keatas.
"Ke tempat Drita," jawab Andel kemudian menghempaskan badannya diatas kasur Faris.
"Kok nggak ajak?!" tanya Faris sedikit berteriak.
"Lagi pengen sendiri Ris," jawab Andel yang langsung di angguki Faris.
"Btw, lo tahu apa maksud Lily orange?" tanya Andel menatap Faris yang sudah bersiap main ps.
"Carilah di google gue ga pernah jadi tukang bunga," jawab Faris sewot.
"Santai dong bambang, ngegas banget," jawab Andel ikut kesal.
"Yaudah diem," ucap Faris yang langsung membuat Andel kesal.
"Iya!" bentak Andel kemudian memasang earphone.
Kalau dia berdebat dengan Faris tidak akan menang, Faris keras kepala dan Andel sangat malas akan hal itu.
"Kenapa sih Ndel!" bentak Faris yang tidak didengar Andel.
Sudahlah, kalau dia meladeni Faris ujung-ujungnya dia yang bakal di kasari.
"Andel!" bentak Faris menarik earphone Andel.
"Lo ngapain sih?! Kalau mau berantem jangan sama gue!" bentak Andel ikut kesal dengan sikap Faris.
"Lo maunya apa sih?!" sekarang mereka sedang adu bentak-membentak.
"Gue ga ngapa-ngapain! Lo kalau emang mau berantem bilang aja! Biar gue pergi dari sini!" kesal Andel menatap Faris tidak suka.
Andel sudah mengambil posisi duduk karena rasanya tidak enak ngegas dalam posisi tidur.
"Lo yang salah!" Faris menyalahkan Andel.
"Iya gue yang salah! Udah diem lo! Gue punya kerjaan penting dari pada ngeladenin lo!" Kalimat terakhir Andel kemudian kembali memasang earphone.
Itulah Faris, kalau ngeselinnya keluar rasa ingin membunuh Faris berkoar-koar.
Andel akhirnya mencari apa makna dari Lily orange yang dia temukan di makan tadi di pemakaman.
"Ha? Kebencian? Sombong? Maksudnya gimana?" monolog Andel yang masih fokus kepada handphone.
Setelah mengaduk-aduk segala kemungkinan Andel sekarang mengerti, arti bunga itu memang kebencian dan Kesombongan.
Tujuannya bisa jadi untuk Drita bahkan bisa jadi untuk dirinya sendiri dari Drita?
Andel tidak tahu pastinya. Tapi, itu sangat meyakinkan, bunga itu tidak dari keluarga Drita.
Mana mungkin ada orang yang respect kepada Drita malah memilih memberi bunga ini.
Bagaimanapun juga pasti orang yang memberi bunga selalu tahu apa makna dari bunga tersebut.
Yang membuat Andel sangat tidak percaya, siapa yang mengirim bunga ini? Tidak mungkin Drita sendiri.
Atau? Drita masih sama dengan Zahra. Sering berkunjung ke bumi untuk melihat keadaan dan kondisi bumi?
Ah sudahlah, Andel tidak mau berfikir yang macam-macam yang akan menyebabkan dirinya takut atau membahayakan dirinya sendiri.
Karena lelah Andel tertidur dengan handphone yang masih hidup.
"Maaf," ucap Faris saat melihat Andel yang sudah tertidur dan mencabut earphone dari telinga Andel dengan pelan.
Faris hanya emosi gara-gara Andel pergi tanpa pamit, saking paniknya dia tadi. Dia sempat berfikir yang tidak-tidak dan mencari Andel keliling sekolah.
Tanpa terfikir oleh otak cerdas Faris untuk menelfon adik kesayangnnya itu.
Rasanya Faris mau mati aaja tadi jika Andel tiba-tiba menghilang dari bumi dan tidak akan kembali.
Dan juga, Andel bahkan bilang dia lewat pintu belakang kenapa Faris tidak lihat? Padahal Faris sudah di tempat tongkrongan temannya satu jam yang lalu.
Kenapa dia tidak melihat Andel lewat? Apakah secepat itu Andel lewat? Sampai matanya tidak menangkap lewatnya Andel.
Kadang Faris benar-benar bingung dengan sifat ajaib Andel yang sangat-sangat membuat bingung dan menguras otak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments