Mama

Mama Andel atau bisa dipanggil Felly menatap pintu kamar Andel yang tertutup dan Faris yang setia berdiri didepan pintunya.

Felly tersenyum kecil, sebegitu sayangnya Faris kepada Andel? Sampai tidak mau berasak 1 detik pun dari depan pintu kamar Andel.

Rasanya Felly sangat sangat merasa bersalah melihat kondisi Andel tadi, hatinya terasa di cabik-cabik dengan kejam.

"Faris, apakah Andel bakal baik-baik aja?" tanya Felly menatap anak sulungnya.

"Dia bakal baik-baik aja, Andel kuat," jawab Faris walaupun wajahnya menunjukkan ketidak yakinan.

"Gara-gara Mama ga bisa jaga Andel kamu yang bolos sekolah,"

Faris hanya mengangguk-anggukan kepalanya, kata-kata Andel tadi tidak berhenti berputar di otaknya.

Bagaimana Andel berteriak menyalahkan dirinya sendiri, dan hampir membunuh dirinya sendiri.

Apa yang harus di lakukannya sekarang? Dengan kondisi Andel yang bahkan ini baru 2 hari dihitung dari perginya Drita.

Namun, Andel sudah memperlihatkan dampak yang sangat buruk pada dirinya.

"Ma, Faris mau minjam uang. Siapa tahu Andel mau di ajak ke psikiater," ungkap Faris menatap Felly.

Hati Felly kembali ditusuk, hanya dengan kalimat 'pinjam' yang keluar dari mulut anaknya sendiri.

Apakah sebegitu besarkah dampak dari menelantarkan anaknya sendiri? Sampai-sampai Faris tidak mengatakan 'minta' namun 'pinjam'.

"Kalau kamu mau uang ga papa, Mama bakal kasih ga usah ganti," jawab Felly menahan sesak pada dadanya.

"Makasih mah. Tapi, kalau Andel ga mau Faris ga jadi pinjam uang mama, soalnya uang Faris masih ada," terang Faris menatap Mamanya lembut.

Akhirnya dengan penuh siksaan air mata turun dari mata Felly, menatap Faris dengan penuh air mata.

"Maafin Mama, sebegitu asingnya kita," kata Felly menghembuskan nafas pelan.

"Faris ga bermaksud seperti itu. Terlalu asing jika Faris meminta uang ke Mama," jawab Faris berusaha menerangkan kepada Felly agar tidak terjadi kesalah pahaman.

Setelah itu hening, tidak ada yang berminat untuk mengeluarkan suara sampai.

"APA?! EMANG LO BISA?!" Faris menatap mamanya terkejut, itu suara Andel.

Faris segera mendobrak pintu kamar Andel untuk kedua kalinya, dan sekarang pintu itu sudah rusak.

Faris menatap Andel yang sedang berdiri di atas kasur menatap kearah jam dinding miliknya.

"Ndel, kenapa?" tanya Faris menatap Andel.

"Itu Ris, dia bilang ingin bunuh gue," jawab Andel menunjuk kearah dinding kosong didepannya.

Faris membelalakkan matanya begitu pun dengan Felly, apa yang Andel maksud?

"Ndel, jangan macam-macam, ga ada orang disana!" bentak Faris menatap Andel.

Sebenarnya Faris ingin menangis melihat Andel, entah itu halusinasi Andel atau memang benar ada 'orang' disana.

"Bener Ris, dia yang ngendaliin gue tadi," jawab Andel menatap kearah dinding tadi dengan penuh kebencian.

Faris menghela nafas pelan, dia benar-benar merasa bersalah kali ini.

"Ndel, turun yuk, tidur di kamar gue hari ini," ajak Faris mendekat kearah Andel.

"Nanti dia ikut Ris," kata Andel menatap Faris hati-hati.

"Dia ga bakal ganggu lo lagi kalau tidur dikamar gue, ayo sekalian sholat zuhur," ajak Faris kemudian diikuti Andel dan terakhir Felly.

Melihat sabarnya Faris menghadapi Andel, Felly merasa semakin bodoh dan tertindas bahkan dia hampir melupakan kewajibannya sebagai umat islam.

"Besok ga usah sekolah dulu," kata Faris setelah melihat Andel keluar dari kamar mandi setelah mengambil air wuduk.

"Iya," jawab Andel kemudian memasang mukenah, bersiap sholat zuhur.

Setelah sholat zuhur Andel memutuskan untuk tidur, dari tadi tenaganya terkuras habis gara-gara menangis dan berteriak tidak karuan.

Faris menatap Andel yang sudah terlelap, rasanya sangat damai melihat Andel tertidur. Semoga tidak akan terjadi hal buruk yang akan membahayakan nyawa Andel lagi.

"Ris, Mama bawa sarapan buat kamu. Dari tadi pagi belum makan kan?"

Faris mengangguk membenarkan ucapan Felly, dia belum sempat makan dari tadi pagi karena mengurus Andel.

Terlebih ini adalah kejutan bagi Faris karena Felly membawakan makanan kepadanya.

"Makasih Ma," Faris tersenyum menatap Mamanya dan menyantap makanan dari Mamanya.

Setelah makan Faris memilih untuk menaruh piring tersebut diatas meja, karena kalau dia kebawah takut hal-hal yang tidak di inginkan terjadi.

Pukul 5 Andel akhirnya terbangun dan melihat Faris yang tertidur di sampingnya, Andel memutuskan untuk bangun dan sholat.

Selesai sholat ashar Andel segera membangunkan Faris.

"Ris, udah sholat belum?" tanya Andel menepuk jidat Faris pelan.

"Belum," jawab Faris kemudian membuka matanya pelan.

"Itu, nasinya gue makan ya?" kata Andel menatap Faris yang sedang mengumpulkan nyawa.

"Makan aja," jawab Faris kemudian berlalu kearah kamar mandi.

Makanan Andel habis, Faris juga sudah selesai sholat, karena tidak ada kerjaan Andel memutuskan untuk kembali tidur.

"Ris, lo tidur sama kasur santai lagi ya," kata Andel kemudian tidur dengan nyenyak tanpa mendengar respon dari Faris.

Faris hanya mengangguk kecil, dia harus mengalah.

Setelah beberapa menit Andel tidur Felly datang dengan banyak cemilan di tangannya.

"Mama bawa ini,"

Faris menatap heran, kenapa tiba-tiba bawa cemilan?

"Makasih Ma," kata Faris tanpa berminat untuk bertanya.

Setelah itu Felly juga ikut duduk pada sofa yang tersedia didalam kamar Faris.

"Faris, sekolahnya aman kan?" tanya Felly memecah keheningan di antara mereka.

"Aman," jawab Faris singkat, setelah dipikir-pikir Felly sangat terlambat menanyakan ini kepadanya sedangkan dia sudah kelas 3.

"Maaf, Mama baru nanya sekarang sedangkan kamu udah kelas 3 kan?" Felly menatap Faris yang mengangguk-anggukkan kepala.

Faris sebenarnya sangat tidak tertarik topik obrolan Mamanya yang sangat tidak penting ini. Namun, Faris masih menghargai keinginan Felly untuk berubah.

"Mama ga perlu nanyain gimana Faris di sekolah," ucap Faris terang-terangan.

"Karena Faris baik-baik aja selama ini, yang seharusnya Mama tanya itu Andel, bagaimana sekolah nya, apakah dia belajar tidak tertekan mendengar ceramah dari Papa yang selalu membanggakan dirinya sendiri," ungkap Faris.

Selama ini Faris ingin sekali menyampaikan hal ini kepada Felly dan sekarang adalah waktu yang tepat.

"Faris selalu dapat laporan dari Drita, Andel selalu tertekan kalau ada ulangan harian atau minggu-minggu mendekati ujian,"

"Andel tertekan gara-gara teringat ucapan Papa setiap hari, dia tertekan dan fokusnya terbelah makanya nilainya pas-pasan," jawab Faris jujur.

Andel pintar, Faris mengakui itu. Terlihat dari pola pikir dan cara bicara Andel. Karena tekanan yang dia dapat dari orang tuanya sendiri membuat dirinya menjadi takut dan akhirnya berdampak pada nilai.

"Faris maunya nanti Mama bisa ngebujuk Andel supaya terbuka dan ngomong sama Mama," ucap Faris menyampaikan tujuannya.

"Mama bakal usaha," jawab Felly yakin.

"Jangan sampai Mama kemakan omongan Andel yang bakal nyakitin hati, itu bentuk protes dia selama ini," penjelasan Faris mampu membuat Felly sadar.

Sifat Andel yang seperti itu persis sekali dengan dirinya dulu.

"Mama juga orang seperti ini, dan sekarang mama merasakan betapa sakitnya mendengar semua cacian itu," ucap Felly pelan.

Faris hanya diam, dia tidak tertarik.

Sedari tadi dirinya sibuk mencari-cari penyebab Andel bisa bersikap seperti tadi saat dikamar Andel.

Sehingga, pembicaraan Mamanya sangat tidak membuatnya tertarik.

Saat ingin memasuki waktu maghrib Andel terbangun dan mengambil air wuduk mengajak Faris untuk sholat berjamaah.

Faris mengiyakan ajakan Andel dan juga mengajak Felly agar ikut sholat berjamaah.

Setelah sholat berjamaah, Andel segera kembali keatas kasur, sepertinya Andel akan menghabiskan malam panjang dengan tertidur.

"Andel, Mama mau ngomong," ucap Felly menatap Andel yang sudah menutup sebagian badannya dengan selimut.

"Tinggal ngomong," jawab Andel singkat.

"Maaf udah bikin kamu kaya gini,"

"Bukan salah Anda membuat saya seperti ini, salah Anda adalah melahirkan saya kedunia ini lalu menelantarkan saya," jawab Andel cepat.

"Maafin Mama udah ngelantarin kamu,"

"Bilang makasih buat bi surti udah ngerawat Andel," singkat namun berbekas.

Felly tahu ini bukan waktu yang pas. Namun, jika terus dibiarkan seperti ini dirinya akan terus diluput rasa bersalah.

"Mama benar-benar minta maaf atas segalanya,"

"iya," jawab Andel kemudian menutup telinganya dan memilih untuk tidur.

Felly maupun Faris tahu itu bukanlah jawaban ikhlas, itu merupakan jawaban cepat karena bosan dengan segala kata 'maaf'.

"Seharusnya panggilan Andel itu Falsa," kata Felly menatap Faris.

Faris mengangkat alis.

"Awal nama kita sama-sama F kecuali Andel," terang Felly yang membuat Faris mengangguk mengerti.

"Faris udah pas dengan panggil Andel," jawab Faris.

"Mama tahu," dan kalimat itu hanya di respon dengan anggukan lagi oleh Faris.

Jam sudah menunjukka pukul 9 malam dan Felly sudah kembali kekamarnya 1 jam yang lalu karena Farhan (Papa Faris) kembali dari kerja.

Faris tidak peduli akan hal itu, dia hanya ingin menjaga Andel.

"ANDEL!" Faris terkejut saat mendengar bentakan dari suara bariton itu.

Andel yang terkejut pun terbangun dari tidur nyenyaknya. Satu yang perlu diketahui, Andel sangat tidak suka dibangunkan dengan cara kasar.

"Kenapa kamu disini? Papa udah suruh kamu belajar bukan? Jam segini sudah tidur? Mau jadi apa kamu?!"

Andel hanya menghela nafas pelan kemudian lanjut tidur, hal yang sangat tidak perlu membangunkannya dari tidur nyenyak.

"ANDEL!" sekali lagi Andel menatap Farhan penuh kebencian.

"Mas sudah, dia lagi ga enak badan," ucap Felly menengahi perdebatan yang terjadi antara Andel dan Farhan.

Andel sedikit terkejut, Mamanya membela dirinya untuk pertama kalinya.

Farhan mengambil ancang-ancang ingin menampar Felly.

"Apa hak anda menampar dia?" kata Andel menatap Papanya dengan penuh kebencian.

"Dia istri saya, jangan ikut campur!" teriak Farhan menatap Andel penuh kemarahan.

"Dari mana anda belajar bahwa suami bisa ringan tangan kepada istrinya jika istri tidak menurut? Itu yang anda pelajari selama jadi pelajar teladan?"

Pertanyaan Andel mampu membuat Farhan terdiam.

"Jangan mentang-mentang anda laki-laki dan punya banyak tenaga berhak melakukan apapun kepada wanita, anggap saja jika anda mencari nafkah, bukankah dulu anda bukan siapa-siapa tanpa bantuan orang yang sering anda pukul itu?" sekali lagi Andel membuat Farhan skak mat.

"Percuma anda menjadi siswa teladan dengan semua prestasi jika menghargai wanita saja tidak bisa, jika atitude pada diri anda sendiri tidak berjalan!"

Setelah itu Andel beralih menatap Felly.

"Jangan mau diperintah orang itu," kemudian Andel kembali tidur dengan nyenyak.

Faris menatap Andel yang sudah kembali tidur lalu beralih menatap Felly sementara Farhan sudah pergi kebawah karena menahan malu.

Ucapan Andel mampu menampar Farhan.

"Anak itu! Harus aku beri pelajaran," ucap Farhan kemudian masuk kamar dengan perasaan campur aduk.

Sementara Faris menatap Felly heran.

"Ma, kalau masih takut kebawah tidur dikamar Andel aja dia ga akan marah,"

Felly mengangguk lalu pergi ke kamar Andel tanpa kembali. Sekarang tinggallah Faris sendiri.

Dia tidak tahu harus apa, sementara matanya belum bisa untuk di ajak tidur.

"Ndel, lo beneran tidur?" Faris mencoba membangunkan Andel.

"Ga," jawaban singkat Andel mampu membuat Faris bersemangat.

"Main kuy!" ajak Faris semangat.

"Main apa?" tanya Andel yang telah duduk.

"Ps," ajak Faris yang langsung di angguki Andel.

Kemudian Faris dan Andel beradu main tinju-tinjuan, yang jelas Andel selalu menang entah kenapa.

"Lo, curang ya?" ucap Faris menatap Andel curiga.

"Lo mau tahu caranya gimana?" Andel mendekat kearah Faris.

"Apa?" tanya Faris.

"Lo puji-puji aja gue tiap hari nanti lo bakal menang lawan gue," jawab Andel yang langsung mendapat tatapan kesal dari Faris.

Tentu saja kemenangan Andel karena dia sering bermain ini.

"Eh main game virtual kuy!" ajak Faris yang membuat Andel mengangguk bersemangat.

Akhirnya Faris dan Andel bermain game virtual hantu-hantu, mereka menyelesaikan misi.

Untungnya kamar Faris itu kedap suara jadi, saat Andel berteriak atau pun Faris yang terkejut tidak akan menganggu orang rumah.

"***** setannya jelek!" teriak Faris saat hantu muncul didepannya.

"Mana aja setan cantik," ucap Andel menggeleng pelan.

Permainan mereka berakhir tepat pada pukul 12 malam karena suara Andel yang habis karena asik berteriak.

"Gue juga ada, tapi ga yang hantu-hantu sih," terang Andel.

"Minggu besok beli yang petualangnnya yuk, kita mainnya di lapangan bola papa kan enak tu dikejar-kejar king kong," usul Faris yang disambut tawa oleh Andel.

Aneh memang tapi seru jika dimainkan bersama, bayangkan saja bermain lari-lari ditengah lapangan sambil berteriak keras.

"Ganti deh idenya, gue ga mau dikatain gila," jelas Andel sambil tertawa.

"Gue pernah main sama teman gue, dan lo tahu respon Papanya apa?"

Andel hanya menggeleng pelan.

"Papa dia juga ikut main, dan besoknya dia masuk rumah sakit gara-gara kecapean," jawab Faris sambil tertawa diikuti Andel.

Setelah itu Andel tertidur disusul Faris, hari ini sangat berat bagi Andel maupun Faris.

Mulai dari pagi sampai siang, jika Faris tidak tegar mungkin Faris juga akan ikut panik dan semuanya menjadi kacau.

Namun, semua itu berhasil dilewati Andel bersama Faris, semuanya berkat Faris karena Faris.

Andel selalu berdoa agar Faris selalu ada di setiap langkahnya menjaganya.

Soal Mama, dia sudah memaafkan Mama. Andel hanya perlu sedikit membuka hati lagi dan dia akan menerima Mama dengan penuh cinta.

Dan Andel berdoa semoga itu terjadi besok dan dia kembali mendapatkan sosok yang terbaik dalam hidupnya itulah hal yang diingin kan Andel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!