Arti

Rangga mengertukan alisnya saat melihat Andel yang berbicara sendiri.

Akhirnya Rangga memutuskan untuk mengetok pintu kamar Andel, Andel yang mendengar ketokan pintu langsung melihat keasal suara.

"Astaghfirullah!" kaget Andel saat melihat Rangga berdiri didepan pintu kamarnya.

"Masuk kak, pintunya ga usah ditutup," ucap Andel saat sudah kembali normal dari keterkejutannya.

Rangga tersenyum tipis kemudian masuk, banyak yang harus ditanyakannya kepada Andel.

Untungnya didalam kamar Andel ada sofa untuk satu orang, jadi Andel tidak perlu bingung Rangga mau duduk dimana.

"Ada apa Kak, tumben kesini?" tanya Andel, Rangga belum pernah kesini, sekalinya kesini malah pas dia ga sekolah.

"Kata Faris lo ga enak badan, makanya gue kesini," jawab Rangga yang di angguki oleh Andel.

Andel permisi keluar untuk mengambil cemilan dikamar Faris kemaren sekalian ngambil minuman.

"Ini Kak, minum," ucap Rangga meletakkan cemilan dan minuman didepan Rangga.

"Makasih. Badan lo udah enakan?" tanya Rangga melihat pergerakan Andel yang sedikit aneh.

"Udah kok Kak, cuma pagi tadi agak sakit kepala," jawab Andel, kayanya Rangga dateng di waktu yang ga pas.

Hantu yang sekarang ada didepannya selalu menganggu dirinya tanpa henti.

"Katanya lo nemu bunga di makam Drita?" tanya Rangga.

"Iya Kak, itu bunganya. Di dalam vas sama yang itu," tunjuk Andel kearah bunga-bunga yang berkumpul diatas meja belajarnya.

Rangga langsung menuju meja belajar Andel, memfoto bunga itu dan mengirimkannya ke Mama Drita.

Mama Drita tahu soal-soal bunga seperti ini sampai-sampai dia juga tahu artinya.

Tidak berapa lama, Rangga mendapat balasan dari Mama Drita.

"Arti bunganya jelek semua ya," terang Rangga yang di angguki oleh Andel.

"Katanya bunga Liliy orange ini untuk nunjukkin kepada orang yang kita tuju bahwa kita benci, orang yang dituju sangat hina dan orang dituju pembohong," terang Rangga membaca pesan dari Mama Drita.

"Kalau Bunga Marigoldnya kak?" tanya Andel yang mulai kepo, walaupun hatinya sakit.

"Kalau Marigold, orang yang ngasih bunga itu nunjukkin bahwa dia sedih, kejam dan dia sedang berduka," Rangga membacakannya tanpa berfikir yang tidak-tidak.

Namun, Andel sudah cemas dari tadi, nafasnya sudah sesak, apakah benar ini dari Drita? Apa salah dirinya?

"Nah terakhir makna bunga Magenta artinya orang yang dituju mempunyai mental dan spritual yang tinggi, gue juga ga tahu maksdunya tapi itu yang dikasih Bunda," jawab Rangga kemudian memasukkan handphone miliknya kembali kedalam saku.

Andel kembali diam, terpaku dengan hal-hal yang disebutkan Rangga tadi, kenapa dia tidak pernah berfikir kesana?

Mulut Andel serasa kelu ingin berbicara, apakah dia harus mengatakannya kepada Rangga?

Tapi, ini bukan saatnya mengatakan kepada Rangga, bisa jadi Rangga masih terpukul dengan kepergian Drita dan mengatakan Andel hanya membual.

Dia tidak tahu apa yang dipikirkan setiap orang bukan? Bisa jadi orang itu membencinya.

"Kenapa lo bawa bunga itu pulang?" tanya Rangga yang masih belum puas karena Andel tidak mengatakan apapun.

Lama-lama Andel bisa keceplosan kalau kaya gini.

"Karena gue ngerasa ada yang aneh," jawaban singkat Andel belum membuat Rangga puas.

"Dari mana lo ngerasa ada yang aneh? Kan wajar aja ada yang ngirim bunga," jawab Rangga logis.

"Lo bodoh? Ga lihat semua arti dibunga itu ga ada yang masuk akal? Ga ada orang yang dengan sengaja ngirim bunga dengan arti bodoh kaya gitu!" teriak Andel kesal, otaknya sudah mulai buntu.

Rangga malah datang dan bertanya hal yang bisa dipikir sendiri.

"Jadi lo ngerasa bunga itu buat lo? Dari mana lo tahu?" tanya Rangga sekali lagi.

"Iya! Kenapa?! Lo mau bilang gue gila! Iya?! Yaudah bilang aja! Cuma gara-gara bunga ini gue terpuruk!! Gue bisa lihat yang seharusnya ga gue lihat! Dan lo masih nanya begitu!!" teriak Andel menatap Rangga dengan air mata yang sudah turun di pipi.

Dia baru dapat fakta menyakitkan dari hantu, dan sekarang Rangga dengan segala kepahitan yang dia bicarakan dan dia tanyakan.

Rangga cukup terdiam saat melihat teriakan penuh sakit dari Andel, terlebih saat melihat mata Andel yang mengeluarkan air mata.

"Maaf," sesal Rangga saat melihat Andel sudah duduk diatas kasur sambil menangis.

"Ga salah lo, gue yang salah, gue yang bodoh! Iya, gue yang buat Drita sampai meninggal," jawab Andel sambil mengangguk.

Rangga menahan sesak di dadanya, beginikah terpuruknya Andel? Sampai-sampai kondisinya sangat kacau seperti ini?

Apakah dia pantas menyalahkan Andel atas kematian Drita disaat Andel mengalami hal yang berat seperti ini.

"Maaf, gue ga tahu itu semua, gue nyesal udah nanyain hal yang sensitif bagi lo," sesal Rangga mendekat kearah Andel.

Sementara itu Andel hanya menggeleng, mengatakan bahwa Rangga tidak bersalah, semua ini tidak ada sangkutannya dengan Rangga.

"Jangan bilang-bilang sama Faris, gue kasihan lihat Faris khawatir terus sama gue," pesan Andel kepada Rangga yang di angguki Rangga.

Rangga bahkan sempat terkejut atas pesan Andel, jadi selama ini Faris tidak tahu apa yang dirasakan Andel? Hanya karena Andel tidak ingin Faris khawatir.

Seberat itukah beban yang Andel tanggung semenjak Drita pergi? Sedekat apakah hubungan dua orang ini?

"Ada yang bisa gue bantu? Sebagai wujud permintaan maaf?" tawar Rangga, siapa tahu Andel mau meminta tolong kepadanya.

"Bisa pulang dulu Kak?" tanya Andel, walaupun itu sedikit mengusir tapi, Andel hanya ingin sendiri sekarang.

Rangga mengangguk, dia tahu Andel ingin sendiri dulu. Setelah itu Rangga pamit pulang.

Ketika Rangga sudah pergi Andel memutuskan untuk tidur, hatinya sangat kacau seperti lagu balonku.

Saat pukul 6 sore Andel terbangun karena merasakan handuk basah dikeningnya.

"Ris?" tanya Andel memastikan karena penglihatannya masih kabur.

"Iya? Ada yang bisa gue bantu?" tanya Faris lembut menatap Andel dalam.

Andel hanya menggeleng, kembali memejamkan matanya karena kepalanya sakit.

Saat jalan pulang dari Sekolah, Faris mendapat telfon dari Rangga, katanya Andel sedang kacau.

Tanpa pikir panjang Faris langsung menancap gas pulang, dia khawatir dengan Andel.

"Jangan sakit," bisik Faris kemudian pergi kekamarnya untuk mengganti bajunya.

Faris belum mengganti seragam sekolahnya, sampai dirumah, Faris segera mencari Andel. Saat Faris melihat Andel yang tertidur.

Faris mengecek suhu tubuh Andel yang ternyata panas, Faris segera mencari baskom dan handuk untuk mengompres Andel.

Air mata Andel jatuh saat mendengar bisikan dari Faris, hatinya sakit mendengar suara Faris yang pelan dan lemah.

Ini yang ditakutkannya jika Faris tahu, Faris akan terus khawatir kepadanya.

Setelah merasa cukup baikan, Andel mengunci pintu kamarnya setelah mendapat izin dari Faris walaupun susah.

"Jadi, lanjutin cerita lo," suruh Andel menatap hantu.

Jadi, sebelum Rangga datang, Andel sedang berbincang-bincang dengan hantu masalah bunga ya yag dibawanya hari ini.

Hantu itu terus menjelaskan hal yang bersangkutan dengan bunga yang dibawa Andel, sampai kepada titik kepo Andel.

Tapi, tiba-tiba Rangga datang hingga cerita itupun gantung.

"Seingat gue nama Drita ada, baru meninggal kan?" tanya hantu itu menatap Andel. Andel mengangguk mengiyakan.

"Katanya, dia belum bisa pergi, dia masih mau didunia untuk melihat orang yang di sayang, dia juga sering beli bunga,"

"Tapi, bukan bunga itu, dia beli bunga mawar putih sama matahari katanya buat keluarga dia, dititip lewat kotak pos," jelas hantu itu yang di angguki Andel.

Kenapa Drita tidak menemuinya? Apakah Drita benci dengan dirinya?

"Bis ga kira-kira gue ketemu dia?" tanya Andel.

"Bisa, kalau dia mau," jawab hantu itu yang membuat mata Andel berbinar-binar.

"Tanyain dong," bujuk Andel kepada hantu itu yang langsung di iyakan hantu itu.

Ternyata cukup menyenangkan berbicara dan meminta pendapat kepada hantu itu, dan juga Andel jadi tahu kenapa hantu yang bernama Lia itu meninggal.

Menurut cerita Lia yang Andel tangkap, Lia itu masuk jurusan psikologi, tapi dia dibunuh temannya sendiri.

Waktu itu Lia sama temannya pergi ke gunung gitu nanjak, dan akhirnya Lia didorong temannya kejurang.

Andel sempat nanya, apakah Lia ga dendam sama temannya, jawaban Lia awalnya iya tapi, lama-kelamaan dia mulai ikhlas dengan semuanya.

Dia bersykur meninggal di jurang, dari pada jadi korban kecelakaan.

Tidak berapa lama, Lia datang dan langsung duduk dimeja belajar Andel.

"Gimana?" tanya Andel memunggu jawaban Lia yang menegangkan.

"Katanya dia mau tapi, kalau di tanya macam-macam dia ga bakal jawab," ucap Lia yang dihadiahi tatapan senang oleh Andel.

"Kapan?!" tanya Andel antusias.

"Besok, di makam dia," jawab Lia yang di angguki Andel.

Lia menatap Andel dengan iba, dia sempat berbicara dengan Drita tadi, dan itu membuat Lia menjadi kasihan.

Terlebih cerita keluarga Andel yang tidak harmonis membuat Lia cukup sakit.

Andel kembali tidur setelah terlalu bersemangat meminta izin kepada Faris untuk pergi kemakam Drita sendiri.

Awalnya Faris tidak membolehkan, namun karena rayuan Andel, akhirnya Faris mengalah dan mengizinkan Andel untuk pergi sendiri besok.

Tentu, itu menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi Andel, karena Faris sangat jarang menyetujui hal yang bersangkutan dengan Andel pergi sendiri.

Andel merasa sangat senang, besok dia harus bangun pagi dan bertemu Drita, kembali bertemu Drita walaupun bukan di dimensi yang sama lagi.

Mungkin, kalau bisa memeluk Drita, Andel akan memeluk Drita, menunjukkan rasa rindu yang luar biasa.

Namun, itu hanya mimpi saja karena itu tidak akan bisa, setidaknya Andel sudah bisa bertemu dengan Drita.

Paginya, Andel benar-benar sudah siap, semangat subuh membara di hatinya.

Dia hari ini akan bertemu Drita, hari ini akan berbincang dengan Drita dan hari ini akan melihat senyum Drita.

Pukul stengah 6 Andel segera pergi dengan mobil-nya yang hampir tidak pernah dia pakai.

Saat sampai di makam Drita, Andel mengambil posisi duduk yang pas dialas dengan kardus.

Andel mengehela nafas sebentar.

"Drita," sapa Andel dan kemudian Drita sudah duduk didepan Andel.

Andel terdiam sebentar, tiba-tiba air matanya jatuh, melihat wajah Drita didepannya dengan senyuman.

"Maaf," hanya itu yang mampu keluar dari mulut Andel, tidak kuasa menahan air mata yang keluar.

"Ga papa bukan salah lo," tenang Drita menatap Andel sambil tersenyum.

Andel menatap Drita lekat, dia ingin bertanya banyak hal, siapa yang membunuh Drita? Atau kenapa Drita bunuh diri, kenapa Drita ke sekolah malam-malam?

"Seru ga disana?" tanya Andel menatap Drita.

"Lumayan, banyak teman. Tapi, ga ada yang baik kaya lo," jawab Andel tersenyum.

"Jadi, kenapa bisa pergi?" tanya Andel pelan, walaupun Andel tahu Drita tidak akan menjawab.

Benar, Drita hanya tersenyum manis, tidak menjawab pertanyaan Andel.

"Bunga nya dari lo?" tanya Andel, biasanya Andel yang menjawab pertanyaan, sekarang dia yang bertanya.

"Bukan, lo bakal tahu nanti," jawab Drita.

"Bilangin sama Rangga gue baik-baik aja, jaga diri dia bentar lagi mau UN, gue selalu denger apa yang dia sampein ke gue, bilang sama Mama, Papa jangan terlalu sering nangis,"

"Buat lo, jangan ngerasa lo bersalah terus, lo ga salah dan ga pernah salah, itu udah takdir. Sampein ke Faris, makasih udah sering dateng kesini sama lo, pokoknya makasih atas segalanya," pesan Drita kepada Andel yang kembali menangis.

"Sering-sering munculin diri lo, gue kangen, ga ada yang gue ajak berantem lagi," ucap Andel.

"Udah sana balik kesekolah, ini udah jam 6 lewat, jangan nangis lagi lo ga salah, jangan sering banget ngomong sama hantu yang dirumah," pesan Drita kemudian hilang.

Andel kembali menangis, rasanya lebih menyakitkan saat bertemu Drita kembali, kalau dia tahu seperti ini dia tidak akan bertemu Drita.

Sangat sakit melihat Drita tersenyum dengan baju putih itu, Andel maunya bertanya kepada Drita dari mana dapat baju itu.

Tapi, rasanya menanyakan itu akan membuang-buang waktu.

Andel berdiri dari duduknya, segera kesekolah, dia bisa telat jika terus menangis disini.

Saat ingin keluar dari pemakaman Andel melihat Rangga yang turun dari mobilnya. Andel mengerutkan alisnya heran.

"Kak?" sapa Andel lebih mirip bertanya kepada Rangga yang sedang sibuk menelfon.

"Eh, lo kok bisa kesini? Maksud gue, ini kan baru jam 6 lewat udah disini aja gituu," terang Rangga.

"Gue kesini tadi stengah 6, makanya udah mau otw sekolah," jawab Andel yang membuat Rangga mengangguk.

"Lo nangis? Jangan sering-sering nangis, Drita baik-baik aja disana," perkataan Rangga membuat Andel tersenyum.

"Lo dapet pesan dari Drita, jaga diri baik-baik bentar lagi UN, kalau lo mau nyampein pesan dimana aja dan dimana aja Drita pasti denger," ucap Andel kepada Rangga yang sudah mengerutkan alis.

"Lo ngerangkai kata-kata itu sendiri?" tanya Rangga.

"Ya kali gue rangkai sendiri ******," jawab Andel sambil menggelengkan kepalanya.

"Trus? Kok lo bisa ngomong kaya gitu? Lo suka ya sama gue?" tanya Rangga berkata jahil.

"Gue? Suka ama lo? Kaya ga ada cowok didunia aja," jawab Andel sambil tertawa, dia hanya bercanda.

"Kejam lo Ndel," jawab Rangga agak alay.

"Btw lo ga mau sekolah?" tanya Andel, dialog yang mereka lakukan ini akan memakan waktu.

"Iya," jawab Rangga singkat.

"Gue bisa lihat Drita," pesan Andel kemudian keluar dari pemakaman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!