Setelah kejadian penuh penyesalan, hidup Andel seperti tidak ada gunanya, dia hanya diam dikamar tanpa berminat keluar.
Selalu menyalahkan diri sendiri, dia benar-benar telah membunuh sahabatnya sendiri.
Membunuh orang yang dia sayang sendiri, dengan tangannya sendiri.
Tangannya yang penuh dengan dosa karena telah membunuh sahabatnya dan hampir membunuh Miss Trinity.
Kenapa dia harus menerima penyakit seperti ini? Secara perlahan semuanya terbongkar.
Selama ini yang mengirim bunga tiga macam dengan arti menyakitkan itu adalah Papa-nya sendiri.
Andel tahu itu semua dari Lia, ketika dia meminta penjelasan dengan berteriak tidak karuan ke Lia.
Bahkan, Papanya tidak mengharapkan dirinya untuk hidup?
Apakah selama ini Faris juga tidak menginginkan Andel untk hidup? Apakah semenyakitkan itukah semuanya?
Andel pergi kearah meja belajar dan duduk disana, mengeluarkan kertas dan kemudian menulis surat dengan tangannya sendiri.
Menitikkan air mata kesedihan, sampai-sampai kertas yang ditulisnya basah gara-gara air matanya.
Dia harus terima semuanya, terima apa adanya dengan lapang dada. Dia harus merelakan semuanya.
Andel membuka pintu kamarnya, hari ini Faris sekolah.
Andel masuk kekamarnya, lalu, pergi selamanya, meninggalkan sejuta kenangan pahit dalam hidupnya.
Meninggalkan kenyataan pahit yang akan selalu terkenang didalam hati dan akan selalu menjadi penyesalan.
Andel pergi dengan pasrah, dengan ikhlas, untuk menggantikan bagaimana rasanya berada di posisi Drita dulu.
Dia harus merasakan itu semua, merasakan semua kesakitan karena dibunuh.
Selamat jalan Andel Falsa, malaikat palsu yang diberi oleh Papanya sendiri.
Nama yang pas untuk dirinya yang sangat bodoh ini, nama yang pas untuk anak penyembah setan.
Semuanya diliputi air mata, pemakaman Andel berlangsung dengan hujan rintik yang semakin lama semakin lebat.
Hati Faris terpukul saat melihat bagaimana adik satu-satunya pergi dengan gantung diri selamanya.
Tanpa mengucapkan kata pamit, tanpa menepati janjinya dulu untuk memulai kehidupan baru dengan dirinya.
Memulai semuanya dari nol dan menutup lembaran lama, berusaha melupakan semuanya.
Namun, nyatanya itu hanyalah khayalan dari seorang Faris, khayalan dari seorang Kakak yang sudah mati-matian menjaga adiknya.
Menjaga adiknya agar selalu berada disampingnya yang dengan mudah dihancurkan oleh Papa-nya sendiri.
Faris menatap pusara Andel dengan tangisan pecah, tangisannya tidak mampu ditahannya lagi, Andel sudah pergi.
Membawa semuanya pergi, dia tidak akan pernah bertemu Andel lagi, mendengar tawa dan tangisan dari Andel.
Tidak akan ada yang membangunkannya di subuh-subuh gelap lagi.
"Ndel, balik dong, lo ga mau bikin heboh lagi? Lo ga mau teriak-teriak didepan gue lagi?" Faris mengeluarkan semuanya didepan pusara Andel.
Ditemani hujan dan tentunya Rangga yang selalu setia menamani Faris dari awal.
Rangga juga ikut melihat bagaimana seorang Andel yang sudah mulai membuka dirinya tergantung didalam kamarnya.
Tergantung dengan penuh penyesalan dan Rangga dapat merasakan itu semua.
"Lo balik lagi dong, gue rindu sama lo, kangen, temen gue ga ada lagi Ndel." racau Faris memeluk batu nisan Andel.
Rangga yang tidak mampu menahan air mata ikut menangis, dia sangat menyeyangi Andel.
Disaat perasaan itu sudah mulai tumbuh namun, Andel pergi, pergi meninggalkan dia yang sudah menggantungkan sejuta kebahagiaan.
Hari itu semua orang menangis diikuti bumi.
Saat pulang, Faris bersama Rangga masuk kedalam kamar Andel untuk beberapa kalinya.
Disanalah Faris menemukan setumpuk surat yang dibuat oleh Andel sendiri.
To Faris
Halo Ris, maaf pas lo baca ini gue udah pergi, maaf udah ga nepatin janji untuk sama-sama dan buka lembaran baru.
Gue, merasa bersalah dengan semua hal, sepertinya gue pantas pergi dengan begini dari pada nungguin ajal untuk pergi.
Iya, gue tahu lo bakal kesepian dan tinggal sendiri tapi, gue emang ga pantes hidup didunia.
Gue pembunuh, pembunuh sahabat sendiri, lo ga bakal ngerti gimana rasanya.
Maafin nama gue yang sangat pas untuk perjalanan hidup gue yang pahit ini.
Malaikat Palsu, Papa ngasih nama tepat banget sama gue, bahkan dari gue lahir Papa udah jadiin gue tumbal.
Nyuruh gue mati dengan perlahan, sedih sih tapi, kayanya takdir gue emang disana.
Gue di ciptain kebumi untuk menjalani peran ketersiksaan lalu meninggal dengan cara menyedihkan.
Maafin gue sekali lagi, ninggalin lo sendiri, gue udah nitip pesan sama Rangga buat jagain lo.
Jangan sering nangis, lo udah harus siapin diri mulai sekarang, pilih jurusan kuliah lo.
Jangan nganggur, lo harus tetap kuliah, jangan bikin gue kecewa.
I love you my hero.
To Rangga.
Hai kak, kalo lo baca ini, berarti lo udah ketemu Faris bukan? Dan, lo juga udah masuk kekamar gue.
Sering-sering main sama Faris, jangan sampai Faris kesepian, gue titip Faris buat lo.
Dan untuk lo, maaf selama ini udah nyusahin lo dengan segala hal, bikin lo kesel dan bahkan memaki gue.
Makasih udah jagain gue selama ini, bikin senyum cerah gue perlahan balik, walaupun senyum itu hanya bertahan sebentar.
Tapi, gue sangat berterimakasih buat lo, makasih udah beri gue banyak cinta.
Udah bikin gue tahu makna cinta sesungguhnya, udah bikin gue sadar.
Pokoknya lo yang terbaik, yang selalu buat senyuman gue mengembang.
Jangan nangis, gue bakal ikutan nangis kalo lo nangis, jangan ngelakuin hal bodoh.
Lanjutin sekolah lo dan kuliah, kasih gue hadiah dengan cara lo kuliah tahun sekarang sama Faris.
Gue disini bisa lihat lo, maaf udah pergi tanpa kata-kata yang pasti bikin lo sayang.
Terlalu banyak kata maaf dari gue buat lo, itupun belum cukup membayar semua ini bukan?
Gue sayang sama lo, cepet-cepet move on dari gue, cari yang baru dan jalani hidup baru.
Gue bakal selalu dukung lo gimanapun keputusan lo.
Ingat! Gue bahagia kalau lo bahagia, jangan sia-siain bahagia gue!
Jangan lupa makan! I love you!!
Surat Rangga maupun Faris selesai dibaca, tidak ada satupun diantara mereka yang mampu menahan tangis.
Keduanya sama-sama rapuh, sama-sama terpukul atas kepergian Andel yang menjadi sumber kekuatan mereka.
Mereka masih membutuhkan Andel, masih membutuhkan senyuman perempuan manis itu.
Senyuman yang akan selalu teringat dan berbekas di hati.
Semuanya sudah berakhir, seorang Andel Falsa pergi, pergi untuk selamanya.
Meninggalkan dua manusia yang masih membutuhkan semangat darinya.
Percayalah, sosok pengganti dari seorang Andel Falsa akan datang, walaupun orangnya tidak sama dan sifatnya tidak sama.
Tapi, sosok Andel Falsa yang baru tetap sebagai tonggak bagi kedua manusia yang sama-sama rapuh saat ini.
Sama-sama membutuhkan pelukan dari orang yang seharusnya tidak pergi.
"Ris, Kak." suara itu spontan membuat Faris maupun Rangga mengangkat kepala.
Iya, orang itu adalah Andel, Andel Falsa yang pergi dengan sendiri. Sekarang tengah berdiri didepan mereka.
Bukan, bukan menjadi manusia lagi tapi, menjadi sosok arwah yang akan selalu menjaga dua hero kebanggannya.
"Jangan nangis." pesan Andel tersenyum hangat menatap Faris dan Rangga yang masih meneteskan air mata.
"Gue baik-baik aja disini, ga ada apapun yang perlu dikhawatirin."
"Jangan pergi." pinta Rangga yang membuat air mata yang dari tadi ditahan Andel turun.
Ini perpisahan yang sangat menguras air mata, sampai-sampai sosok sebenarnya dari Rangga dan Faris keluar.
"Aku ga pergi, cuma pindah tempat." ucap Andel parau, menatap Faris dan Rangga bergantian.
"Kenapa pergi? Gue sayang lo." ucap Faris.
"Iya, gue sayang lo juga, semua orang tahu itu, disini udah takdir gue buat pergi, jaga diri baik-baik ya." pesan Andel tersenyum hangat.
"Jangan pergi." kata itu kembali keluar dari mulut Ranngga.
Andel hanya tersenyum kemudian menghilang bersama angin, pergi dibawa oleh angin.
Tidak ada kata kembali lagi, dia akan pergi selamanya, pergi ketempat yang jauh.
Menjalani kehidupan baru yang memberatkan, yang sangat buruk karena harus meninggalkan dua manusia yang sangat disayanginya.
"Sakit?" tanya seseorang yang dijawab dengan anggukan oleh Andel.
"Gue juga, apalagi lihat Rangga, dia merasa paling hancur." ucap Drita, menyuarakan pendapatnya.
Andel bertemu dengan Drita, iya, dia bertemu dengan Drita.
Sekarang bukan Drita yang dia mau, yang dia mau adalah pelukan dari Faris dan Rangga.
"Jangan nangis, mereka bakal tambah nangis kalau lo nangis." peringat Drita yang membuat Andel menahan tangisannya.
Dia juga merasa sakit melihat Faris dan Rangga tadi, tapi apa yang harus dilakukannya?
Dia tidak bisa melakukan apapun bukan? Hanya bisa menenangkan dari jauh tanpa bisa memeluk dengan hangat.
Itu hanya mimpi yang akan selalu jadi mimpi dan angan-angan Andel.
"Gue, gue ga bisa tinggalin mereka." tangis Andel pecah saat masih terdengar suara isakan dan ucapan parau dari Faris maupun Rangga.
"Jangan kaya gini, mereka akan terbiasa lama-kelamaan." kalimat terakhir dari Drita.
Setelah itu Drita hilang entah kemana, Andel tidan tahu, dia masih asik menangis dan mengasihani Faris dan Rangga.
Semuanya telah berakhir, kehidupan Andel telah berakhir, kehidupan didunia.
Semuanya hanya tinggal kenangan yang akan selalu membekas dihati Rangga maupun Faris.
Seminggu telah berlalu semenjak perginya seorang Andel Falsa namun, Rangga belum juga berhenti menangisi kepergian Andel.
Bahkan, Faris masih asik mengurung diri dikamar tidak berminat makan atau sekedar keluar.
Semuanya menjadi kacau semenjak Andel pergi, semuanya menjadi hampa, monokrom dan menyedihkan.
Hari ini Rangga sedang berada didepan makam Andel, sedang menyampaikan beragam macam doa.
"Hai Ndel, gimana? Enak ya disana? Enak gara-gara ga ada gue? Ga ada yang gangguin lo ya?"
"Makanannya enak ga disana? Ada dapet beli minuman ga? Atau minuman disana lebih enak?"
"Hari ini gue bawain bunga matahari lagi, biar samaan kaya Drita. Kalian kan couple."
"Jangan bandel, dengerin kata orang disana ya, makan yang banyak biar gendut." kata-kata itu membuat Andel menangis.
Setiap Faris ataupun Rangga yang datang mengunjunginya dia selalu duduk disamping Faris maupun Rangga.
Mendengarkan pesan atau cerita yang terjadi dimanapun yang penting cerita yang Faris ataupun Rangga ceritakan.
Dia sangat senang mendengarkan itu, walaupun malangnya hatinya akan sakit gara-gara Faris ataupun Rangga yang menangis ditengah malam.
Semua itu bisa dirasakan Andel, rasa sesak yang dirasakan Faris, rasa sakit yang dirasakan Rangga.
Semuanya juga dia rasa dalam dirinya, didalam hati yang paling dalam.
Akhir-akhir ini bahkan Rangga sering membuat kalimat-kalimat untuk Andel yang selalu Andel baca dengan senang hati.
Setelah satu bulan berjalan, semuanya mulai membaik, Faris maupun Rangga sama-sama fokus untuk UN.
Dari sini Andel hanya bisa menyemangati lewat doa, berharap mereka mendapatkan nilai yang bagus.
Nilai yang memuaskan dan masuk ke universitas yang mereka inginkan.
Bahkan, Andel sempat melihat Faris yang melihat-lihat brosur tentang Kuliah Jurusan Psikologi.
Andel sampai terkejut dengan Faris, sedangkan Rangga sudah mulai bisa tertawa bersama teman.
Mulai membuka diri seperti dulu lagi, tidak ada yang saling menutup diri lagi.
Mereka mulai terbiasa dengan hal ini, mulai mengerti apa makna kehilangan sesungguhnya.
Dan, Andel sangat bahagia akan hal itu, dia turut bahagia juga dengan semua apa yang terjadi dalam sebulan ini.
"Sudah cukup tenang?" tanya Drita menatap Andel yang asik melamun.
Andel mengangguk sebagai jawaban, dia sudah mulai terbiasa dengan hal ini.
"Drit, bahagia?" tanya Andel menatap Drita dalam.
"Bahagia." jawab Drita yakin yang membuat Andel tersenyum.
Inilah awal semuanya, awal kehidupan baru dimulai, dimana mereka yang sudah pergi akan kembali lagi dan mereka yang tinggal akan menjalani hal yang baru.
Jangan terlalu terpaku dengan satu kesedihan karena masih banyak kebahagiaan yang menanti diujung sana.
Jika kamu gagal pada hari ini, bukan berarti kamu akan gagal juga pada hari esok.
Selalu belajar dari kesalahan, itulah pesan yang selalu Andel dapat dari siapapun.
Dia harus bahagia menjalani takdir yang sekarang ada pada dirinya. Takdir dia sekarang menunggu sebuah kebahagiaan.
Dia harus bahagia, memulai sebuah hidup baru, memulai semuanya dari 0 dari angka yang dominan.
Semuanya baru saja dimulai.
Disetiap jalan hidup selalu ada happy ending maupun sad ending, jadi tetap semangat.
"Andel, siap?" Andel mengangguk dengan semangat.
Dia juga harus memulai hidup baru, tidak terpaku dengan hidup yang lalu.
Semua yang lalu dijadikan pelajaran penting Sekarang dia harus memulai hidup dengan bahagia tanpa ada penyesalan.
Semua orang berhak bahagia dan Andel juga termasuk orang yang berhak bahagia itu.
"Andel, semoga kamu tenang disana, maafin Papa yang baru sadar kesalahan Papa, Papa tahu kamu pasti kecewa."
"Kamu juga ga maafin Papa, Papa ga bakal marah itu hak kamu, maaf udah ngasih kamu nama itu, maaf sudah menekan kamu dengan hal-hal yang tidak-tidak."
"Maaf sudah main kasar sama kamu, akhirnya Papas sadar, semuanya bukan tentang kasta dan kekayaan."
"Maafin Papa, Papa sayang kamu."
Dan semua orang berhak menerima kata maaf walaupun sebesar apapun kesalahan orang itu, mereka berhak dimaafkan.
Jangan sampai dendam dengan satu orang karena terluka di masa lalu, karena sesungguhnya mereka lebih terluka dimasa depan nanti karena belum mendapat keikhlasan dari kalian.
Walaupun kalian pernah disakiti tapi maaf lah yang paling mulia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments