Day 3

Andel tidak berhenti bolak-balik dari tadi, dia masih ingin memikirkan bagaimana kerumah Drita.

Padahal, matanya sudah memperlihatkan bahwa Andel butuh istirahat.

"Istirahatlah dulu Andel! Kamu bisa pingsan!" kesal Lia yang melihat Andel dari tadi bolak-balik didalam kamar.

Bahkan, Lia baru saja bangun tidur. Namun, Andel dari tadi subuh belum tidur dan sekarang sudah jam 11.

"Tidak bisakah kamu memberitahu ku apa maksud dari mimpi bodoh itu?" tanya Andel menatap Lia dan Zena bergantian.

"Itu tidak mimpi bodoh, hanya saja butuh waktu buat memecahkan bagian-bagian dari mimpi itu, kamu saja yang selalu di pikirkan, biarkan dia berjalan dengan sendirinya,"

"Bagaimana kamu tidak disusahkan? Hal seperti ini saja masih kamu pusingkan," ejek Lia, ini senjata ampuh untuk menyuruh Andel tidur.

"Kamu tidak usah ikut campur, kamu tidak merasakan jadi aku!" bentak Andel yang membuat Lia kesal.

"Jangan mencoba membentak ku! Kita beda dunia! Kamu akan celaka!" kesal Lia, jika seperti ini terus, bisa-bisa dia akan kelepasan.

Akhirnya Lia pergi entah kemana dan tinggallah Andel bersama Zena sekarang.

"Andel, tidurlah dulu, kamu juga butuh isitirahat." sahut Zena berusaha memberhentikan Andel dari mondar-mandirnya.

"Tidak bisa, kamu tidak merasakan hal seperti ini." keluh Andel yang membuat Zena tersenyum.

"Aku memang tidak merasakan bagaimana rasanya jadi kamu. Tapi, Lia merasakan semuanya, dia bahkan sempat ingin bunuh diri lebih dari 3×." ucap Zena berusaha menghentikan Andel dengan cerita Lia.

Dan benar, Andel berhenti dari kegiatan mondar-mandirnya, menyuruh Zena bercerita.

"Aku meninggal dibunuh Trinita malam hari, ketika itu aku disuruh kesekolah, aku pergi dengan sendirinya, walaupun kita sudah menolak tapi, badan tetap akan berjalan."

"Aku dibunuh dengan cara yang sadis, dan mukaku menjadi seperti pertama kali aku perlihatkan kepadamu."

"Di hari meninggalnya Aku, Lia tidak berhenti menangis dan menangis, bahkan dia juga sempat ingin bunuh diri menyusul ku."

Zena menatap Andel sekilas, Andel mendengarkan cerita Zena dengan serius.

"Pas ketika hari pemakaman, dia hampir masuk kedalam liang lahat ku kalau tidak ada keluarga aku yang menahannya."

"Bahkan, ketika dia melihat wajahku yang penuh luka tusukan dia langsung mencari Trinita dengan membawa pisau."

"Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya yang jelas itu gagal karena di hambat oleh Keluarga Lia."

"Semenjak aku pergi, dia banyak melamun, diam, bahkan mencoba bunuh diri dengan sendiri." mata Zena mulai berkaca-kaca.

"Aku bahkan tidak pernah melihat dia di pemakaman semenjak aku meninggal sampai sekarang."

"Lalu, seminggu setelah kejadian aku, dia juga ikutan di bunuh Trinita karena terus menuduh Trinita yang bersalah, bahkan Lia sempat memajang wajah Trinita sebagai pelaku dimana saja." setelah itu, air mata Zena tidak berhenti dibendungnya.

Andel yang mendengar itu semua tiba-tiba terasa sesak, udara di sekitarnya terasa habis.

Se-sayang itukah Lia kepada Zena? Bagaimana dengannya? Sampai sekarang masih menyalahkan diri atas kematian Drita.

Bahkan Drita sudah bilang kepadanya bahwa semua baik-baik saja, tidak perlu khawatir.

Apakah ini yang harus Drita lihat setelah bertemu dengan Andel?

"Maaf." sesal Andel pelan, suaranya sudah mulai parau.

"Bukan salah kamu, jangan kaya gini lagi, kalau memang Drita mau nunjukkin siapa yang bunuh dia, dia bakal nunjukin." pesan Zena yang membuat Andel memgangguk mengerti.

Kadang, pola bicara Zena itu bertukar-tukar, kadang 'aku-kamu' ataupun 'lo-gue'.

Setelah mendapat cerita yang menyakitkan tadi, Andel memutuskan untuk ke-kamar Faris.

Dia perlu tidur disana, ingin melihat Faris bermain ps dan kemudian tidur.

Hari ini dia akan tidur seharian, setidaknya didalam mimpi dia tidak sedang memikirkan Drita dan maksud mimpi Drita tadi.

"Ris, gue numpang tidur ya." Andel mengambil langkah bersiap untuk tidur.

Saat Faris ingin protes Andel segera mengatakan.

"Kepala gue sakit." setelah itu Faris hanya diam, ini adalah senjata paling ampuh untuk meminta tidur di kamar Faris.

Sekitar pukul 1 siang Andel terbangun, terbangun gara-gara Faris membangunkannya.

"Makan dulu, ayo kebawah." ajak Faris menatap Andel lembut.

"Ada Papa?" tanya Andel, berusaha mengembalikan nyawanya.

"Ada, kebawah aja dulu." ajak Faris yang di angguki Andel, setidaknya dia harus makan untuk menunda demam.

Demam, karena banyak pikiran yang seharusnya tidak sekeras itu dia pikirkan.

Andel dan Faris kebawah, dengan Faris yang memimpin di depan.

"Ris, itu beneran Papa?" tanya Andel pelan, dia sebenarnya tahu itu Papanya.

"Iyalah, siapa lagi." tawa Faris kemudian duduk dikursi makan.

Akhirnya Andel dan Faris telah duduk, mereka akan mulai makan saat Papa sudah memberi kode.

10 menit sudah berlalu namun, Papa belum juga menyuruh mereka makan, karena Andel yang bosan dengan hal ini.

"Yaudah makan aja dulu." ucap Andel bodoamat dan mengambil nasi beserta lauk.

Papa yang kerkejut karena aksi tidak biasa Andel langsung menatap Andel tajam.

"Dimana sopan-santun kamu?" tanya Papa menatap Andel yang sudah bersiap menyuap nasi kedalam mulutnya.

"Ketinggalan di kamar." jawab Andel santai, Faris hanya bisa menahan tawa.

Faris juga tahu, Papa sengaja memperlama waktu makan, entah apa niatnya Faris ga tahu.

"Sejak kapan kamu mulai kurang ajar sama saya? Karena pergaulan dengan teman kamu yang sok kaya itu kah?" tanya Papa meremehkan Andel.

Andel yang mendengar pertanyaan berupa meremehkan itu lantas segara menatap Papa-nya.

Menghempaskan piring yang dipegangnya ke lantai.

"Apa maksud Anda berkata seperti itu? Siapa Anda berani menyimpulkan hal seperti itu? Dia teman saya! Bukan teman Anda! Dimana letak sopan santun Anda!!" teriak Andel tidak karuan.

Dia akan sah-sah saja jika dimaki tapi, kalau sudah membawa Drita, dia tidak akan tinggal diam.

"Dengan memperlihatkan ini saja kamu sudah tidak punya sopan santun." remeh Papa tetap tenang.

"Kamu yang tidak tahu apa-apa! Apa yang kamu ketahui tentang dia? Apakah kamu bersamanya setiap hari? Orang pintar kalo tidak tahu apa-apa bagus diam!" cerca Andel kemudian naik keatas.

Apakah Papa-nya itu! Tidak punya belas kasihan sedikit? Kenapa berfikir yang tidak-tidak kepada Drita yang bahkan dia tidak tahu wajah Drita itu seperti apa.

Setiap mengajak Drita kerumahnya Andel akan selalu memastikan Papa-nya tidak ada dirumah, bahkan kalau Drita datang kerumahnya untuk mengobati luka yang disebabkan Papanya.

Pasti tidak bertemu Drita, itulah marahnya Andel, bahkan dia tidak tahu Drita sudah pergi.

Bagaimana terpukulnya Andel selama Drita pergi, lagi pula kalau dia tahu, Andel yakin dia tidak akan peduli.

Andel masuk ke atas dengan berlinangan air mata, dia tidak diterima di perlakulan seperti ini.

Dia sangat sayang dengan Drita sebagai sahabat, kenapa Papa-nya! Bisa seperti itu?

Dia tidak suka dengan Papa-nya kalau bisa dia ingin ganti orang tua!

Andel menutup wajahnya dengan bantal, dia tidak ingin Faris tahu bahwa dirinya menangis.

"Kenapa?" tanya Zena lembut menatap Andel.

"Gue ga suka Papa gue, dia ga punya hati!" kesal Andel berteriak, walaupun teriakan itu diredam oleh bantal.

"Dia bilang apa?" tanya Lia ikut bertanya.

"Dia bilang, yang ngajarin gue ga sopan itu Drita! Drita ga salah apa-apa bukan!" Andel terus menangis, dia malas dan tidak suka ini semua.

"Jangan marah, dia Papa kamu." pesan Zena menenangkan Andel.

"Walaupun Papa gue, dia harusnya dukung anaknya sendiri bukan malah gituin gue sebagai anaknya." jawab Andel sesenggukan karena tangisnya sudah mulai meredam.

"Iya, kita tahu gimana rasanya, jangan kaya gitu dia tetap Papa lo, dia tetap super hero lo walaupun dia ngomong kaya gitu." Lia memberi wejengan ke Andel.

Andel hanya menggeleng, dia tidak terima semuanya, tidak terima wejengan Lia bahkan Zena, bahkan dia benci dengan Fakta itu.

"Kamu boleh marah." akhirnya Zena mengalah, dia sangat tahu bahwa dalam keadaan seperti Andel tidak akan pernah kalah.

Walaupun sebenarnya Andel memang tidak pernah kalah dalam hal apapun.

Setelah merasa cukup baikan Andel kembali kekamar Faris, dia harus meminta makan ke Faris.

Dari pagi belum makan dan sekarang sudah jam 3 sore, perutnya sudah minta diisi dari tadi.

"Ris, pesenin MCD dong, laper nih hayati." suruh Andel saat memasuki kamar Faris.

Faris sedang bermain handphone, Andel tidak tahu apa yang di kerjakannya yang pasti dia mau dipesankan MCD oleh Faris.

Walaupun Andel bisa memesan sendiri tapi, dia mau Faris yang memesankan khusus untuknya.

Jadi, kalau MCD-nya dateng Andel ga perlu jemput kebawah, soalnya kan secara ga langsung Faris yang bakal jemput.

"Iya." Faris hanya mengiyakan permintaan Andel, dari pada Andel mogok makan dan demam.

Dia tidak mau hal itu terjadi, bisa-bisa kepala Faris yang akan pecah karena sibuk memikirkan kesehatan Andel.

Faris segera memesan semua permintaan Andel dengan tulus, masa sama saudara sendiri perhitungan.

Setelah Faris memesan, Andel segera kembali ke-kamarnya, biarkan Faris yang mengantarkannya sendiri nanti.

Sekali-sekali Andel membuat Faris repot kan ga dosa.

Tidak berapa lama, Faris masuk kedalam kamar Andel dengan membawa sekantong pesanan Andel.

"Makasih Kak!" ucap Andel mengacungkan kedua jempolnya.

Faris hanya mengangguk, walaupun sebenarnya sedikit terkejut karena Andel yang memanggilnya dengan sebutan 'Kak'.

Setelah Faris keluar dari kamar Andel, Andel dengan baik hati membagi makanannya untuk Zena dan Lia.

"Tumben baik." ejek Lia saat Andel asik meminum minuman yang dipesannya tadi.

"Orang beliin ngeyel, ga di beliin ngeyel, mau lo apa sih hantu." geleng Andel kesal, walaupun sebenarnya hanya bercanda.

"Ya maunya dikasih terus." jawab Lia yang membuat Andel mendengus kesal.

Lama-lama ngomong sama Lia, Andel bisa darah tinggi.

Setelah makanan habis, Andel memutuskan membuat tugas untuk besok, kebetulan besok ada tugas.

Biasanya, sekolah Andel sangat jarang memberi tugas. Tapi, khusus untuk besok ada tugas.

Itu kata guru yang memberi tugas rumah minggu kemaren.

Andel menyelesaikan tugas itu dengan mudah, karena dia pakai google, bukan karena dia niat mengerjakan.

Semuanya selalu dipermudah oleh Andel. Kalau ada yang mudah ngapain yang susah, mungkin itu pikir Andel.

Setelah selesai mengerjakan tugasnya Andel kembali kekamar Faris, mungkin itu destinasi Andel setelah melakukan suatu hal.

Pergi kekamar Faris, melihat Faris sedang apa dan merepotkan Faris, sangat seru.

"Ris, kemana kek gitu, mumpung masih sore nih." ajak Andel ke Faris yang sedang rebahan.

"Kemana?" tanya Faris pasrah.

"Kemana aja yang penting jalan-jalan sama beli minuman." hanya itu tujuan Andel pergi main keluar.

Beli minuman, atau duduk di cafe sebentar lalu pulang, walaupun kelihatannya gabut, emang kenyataannya sih gabut.

"Ye ye kita pergi kita pergi~" Andel berjoget-joget dengan senang.

Moodnya kembali balik ketika mendapat ceramah dari Zena tadi, masalah mimpi yang datang dimalam hari.

Andel melihat sekeliling kota dengan senyuman, dia sangat suka dengan pemandanga sore.

Anggap aja Andel katrok gara-gara membuka jendela dengan besar dan tersenyum senang.

Entah kenapa moodnya sangat baik, Zena sempat memberi wejengan kepada Andel ketika makan MCD tadi.

Andel mendengarkan dengan baik, bahkan dia tidak menyela perkataan Zena walaupun itu sesungguhnya sangat tidak pas di otaknya.

Setelah Zena selesai memberi wejengan barulah Andel mengerti dan membuat moodnya menjadi baik.

Kadang Andel berfikir, apakah dia berteman saja dengan Zena dan Lia? Membawa mereka kemana saja tanpa berminat berteman dengan manusia.

Tapi, itu semua tidak bisa karena Zena juga sudah mengingatkan dirinya tadi.

Andel tidak akan bilang seberapa banyak yang dibilang Zena tadi, intinya semuanya bermanfaat bagi Andel.

Sangat bermanfaat, dan Andel jadi tahu, dulu sebelum meninggal Zena sangat ingin menjadi psikolog.

Mendengarkan keluh-kesah semua orang lalu memberi nasehat yang menenangkan untuk orang itu.

Andel sampai terfikir juga untuk menjadi psikolog, dia juga harus memikirkan hal itu dari sekarang.

Pasalnya, sebantar lagi dia akan masuk ke kelas 12, akhir dari masa sekolah yang akan masuk ke masa mahasiswa.

Dimana tidak ada lagi guru-guru yang menerangkan pelajaran, tidak ada lagi baju seragam yang wajib di pakai.

Andel tidak tahu bagaimana nasib dia kedepan, setidaknya dia sudah berusaha melakukan yang terbaik dulu.

Contohnya, menyelesaikan kasus Drita saat ini, dia akan menyelesaikannya dan hidup dengan lembaran baru.

Menangkap penjahat yang membunuh Drita dan memenjarakannya.

Semua itu ekspetasi Andel, dia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepan.

"Ris, minuman itu enak." tunjuk Andel saat melihat stan minuman dari jauh.

Faris memberhentikan mobilnya lalu mengajak Andel untuk kesana, membeli minuman.

Setelah membeli minuman, Faris dan Andel memutuskan untuk duduk dulu di stan itu, kebetulan stan itu menyediakan tempat duduk.

Jadi, Andel dan Faris bisa menikmati minuman dulu disana.

"Mangga tetap yang terbaik." kagum Andel saat merasakan minumannya yang rasa Mangga.

Sangat enak, Andel selalu membelu minuman yang bersangkutan dengan Mangga.

Pokoknya Andel sangat maniak kepada Mangga itu entah kenapa.

Kalau Faris, sebenarnya dia kurang suka minum-minum seperti ini tapi, karena Virus dari Andel.

Dia bisa menyukai minum-minuman yang beraneka ragam seperti ini. Benar ucapan Lia dan Zena.

Andel itu virus banget akan sesuatu hal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!