Pagi, sekitar pukul 6 Andel berangkat sendiri ke sekolah, Faris sudah berangkat dari jam 5 tadi karena katanya mau ada lomba basket.
Awalnya Andel pengen ikut tapi, dilarang Faris, katanya bolos pelajaran ga boleh.
Andel kesal, kalau Andel bolos pelajaran, Faris ngapain? Belajar? Ga juga kan.
Namun, akhirnya Andel tetap kalah dengan ancaman maut Faris, dan berakhir sekarang Andel pergi ke sekolah sendiri.
Sesampai disekolah, Andel langsung masuk kelas, duduk rapi dikelas, dia hanya ingin belajar dan pergi kerumah Drita, memberanikan diri.
Dia ingin mengacak semua yang ada didalam kamar Drita sampai dia menemukan petunjuk.
Pelajaran pertama di isi dengan Bahasa Indonesia, gurunya belum masuk.
Mata Andel tiba-tiba terbelalak, guru Bahasa Indonesia dia bukan ini!
Mata Andel mengeluarkan pancaran emosi yang berkobar saat melihat orang yang dibencinya sedang berdiri didepan kelas.
Iya, disana, yang sedang mengajar Bahasa Indonesia didepan adalah Miss Trinity.
Suasan tegang, semua orang tidak berani heboh ataupun sekedar manjatuhkan pena.
Semua orang takut denga Miss Trinity, dan entah kenapa Sekolah bodoh ini masih menerima Miss Trinity.
Bahkan, sebelumnya Miss Trinity tidak pernah masuk kelas namun, sekarang Miss Trinity masuk kelas!
"Baiklah, mulai hari ini sampai kalian naik ke kelas 12 saya yang akan mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia." terang Miss Trinity yang lansung membuat semua orang terkejut.
"Halo, apa kabar Andel? Dritanya mana?" tanya Miss Trinity tersenyum kearah Andel yang duduk sendiri di kursi paling belakang.
Emosi Andel langsung memuncak, apa yang di maksud Miss Trinity? Apakah sengaja?
"Anda! P.E.M.B.U.N.U.H!" tekan Andel disetiap katanya lalu, keluar dari kelasnya.
Dia tidak ingin membuat heboh seluruh sekolah, dia tidak punya bukti untuk mengatakan bahwa Miss Trinity yang membunuh Drita.
Andel menuju perpustakaan, dia akan tidur di perpustakaan sampai pulang.
"Kenapa gue ga pulang aja?" gumam Andel kemudian berputar arah menuju parkiran.
Dia akan menyogok satpam untuk membuka kan gerbang pada jam pelajaran pertama.
Andel berhasil lolos dari sekolah ketika sudah mengeluarkan uang 100 ribu.
Andel segera menancap gas menuju rumah Drita, walaupun keberaniannya masih stengah-stengah yang penting dia datang dulu.
Soal di kasih izin apa enggak nanti pikirin.
Saat sampai dirumah Drita, Andel menarik nafas sebentar lalu keluar dari mobil.
Ketika keluar dari mobil, dia sudah disambut hangat oleh Mamang yang biasanya jemput Drita.
"Eh neng Andel, udah lama ga ketemu." sapa Mamang Budi tersenyum hangat menyambut Andel.
"Iya Mang, baru bisa main kesininya sekarang." jawab Andel tersenyum hangat.
"Kebetulan banget, Nyonya sama Tuan belum berangkat, masuk aja Non." suruh Mang Budi yang langsung di angguki Andel.
Andel menahan nafas sebantar, rasanya dia mau mundur sekarang aja tapi, bukankah sia-sia?
"Ayo semangat Andel!" Andel memberi semangat pada dirinya sendiri kemudian, mulai melangakh secara perlahan masuk ke rumah Drita.
"Eh Andel, ayo masuk sayang." Andel menahan nafas, itu Mama Drita.
"Ah? Eh, iya Ma." jawab Andel gugup, dia kira Mama Drita bakal marah-marah kaya kemaren lagi.
Nyatanya tidak, jadi dari tadi Andel sia-sia mau takut apa ga.
Andel bersalaman dengan Papa dan Mama Drita, menyambut Andel dengan hangat.
"Jadi, kenapa bolos?" tanya Papa Drita yang langsung membuat Andel kikuk.
"Heheh, ga tau Pa, kepikiran aja." jawab polos Andel, kemudian Mama dan Papa Drita tertawa secara bersamaan.
"Maaf ya Ma, Pa. Andel ga dateng pas pemakaman, udah lama juga ga main kesini." sesal Andel, apalagi perlakuan Mama dan Papa Andel selama ini.
"Ga papa, kita ngerti perasaan kamu kok." Senyum Mama Drita menatap Andel dalam.
"Jadi, kamu ngapain kesini?" tanya Papa Drita.
"Hmm Andel kesini mau kekamar Drita boleh ga Ma, Pa? Ada yang Andel mau cek." cicit Andel pelan, dia takut tidak dibolehkan.
"Yaudah sana tapi, Mama sama Papa ga bisa nemenin kamu, soalnya mau berangkat kerja." ucap Mama Drita tidak enak hati.
"Ga papa Ma, udah dibolehin aja Andel udah seneng." jawab Andel cepat kemudian tersenyum.
"Yaudah, Papa sama Mama pamit dulu ya." pamit Papa Drita yang di angguki Andel.
Setelah Mama dan Papa Drita pergi, Andel segera masuk kekamar Drita.
Masuk secara perlahan, hatinya belum siap menerima semua ini, mengulang semua kejadian-kejadian indah bersama Drita.
Saat Andel sudah masuk, Andel menghirup dalam-dalam aroma kamar Drita yang sangat dia sukai.
Andel segera mencari buku Diary hitam Drita, dia tidak ingin berlama-lama di dalam kamar Drita.
Kalau dia berlama-lama di kamar Drita, dia bisa saja ingin nenangis terus dan terus.
Andel menemukan buku Diary hitam Drita pada laci di meja belajar Drita. Andel duduk di kursi belajar Drita lalu membukanya secara perlahan.
"Gue bukak ya." izin Andel kemudian membuka halaman pertama buku itu.
Awalnya kosong namun, setelah menbuka halaman kedua, Andel bisa melihat simbol-simbol atau lebih tepatnya kode di buku Diary Drita.
"Ini apaan?" keluh Andel, padahal Andel masih ingat ketika Drita bilang dia sangat malas untuk memecahkan kode-kode aneh.
Sekarang, di buku Diary Drita malah ada kode-kode yang sangat rumit.
Disana banyak angka dan kata-kata Filo di setiap akhir kode.
133-14-6-filo
23-2-7-filo.
Hanya itu yang ada didalam buku Diary hitam Drita, selebihnya kosong, tidak ada apapun.
Ini bakal makan waktu yang lama buat mecahin kode ini, lagian kenapa Drita harus buat kaya gini?
"Ini susah banget sumpah." keluh Andel, matanya panas karena melihat angka-angka yang aneh.
Andel memutuskan untuk melihat-lihat buku lain, siapa tahu ada petunjuk di buku lain.
Saat Andel mengacak-acak buku di lemari buku Drita, Andel menemukan buku yang sangat tebal.
"Filosofi? Filo?" gumam Andel yang baru menyadari satu hal.
Andel segera mengambil buku itu dan membukanya di sembarang halaman.
"Bukunya ini? Terus? Angka-angka ini gimana?" tanya Andel pada dirinya sendiri.
2 jam lebih Andel hanya memikirkan apa sangkutan buku Filosofi yang didepannya sekarang dengan kode yang ada pada Diary Drita.
"WOI!" teriak Andel bahagia. Dia baru saja memecahkan satu angka bagian pertama.
"Berarti bagian pertama dari semua angka itu halaman buku, 133 halaman buku." Andel membuka halaman 133 pada buku Filosofi tadi.
"Habis itu?" gumam Andel, selama 2 jam hanya itu yang dia pecahkan?
"Berarti 133 halaman, kalau angka 14, kalau paragraf ga mungkin soalnya ini cuma 3 paragraf,"
"Atau ini baris?" Andel segera menghitung baris pada buku itu kemudian berhenti di angka 14.
"Nah kalo kaya gini berarti angka terakhir, kata yang ada di baris ini." jawab Andel menjetikkan tangan bahagia.
Satu persatu kata Andel selesaikan, sampai pada kata terakhir.
"Hanya itu? Kita sama? Sama apaan?" Andel mengerutkan alisnya, 4 jam lebih dia disini hanya memecahkan 2 kata.
'Kita Sama'.
Andel segera memutuskan untuk kembali ke-sekolah, dia harus bertanya ke Rangga.
Dia yakin, Rangga akan mengetahui apa maksud dari 'kita sama' pada buku Diary Drita.
Setelah berpamitan kepada Mang Adi, Andel segera memacu mobilnya kesekolah tanpa hambatan.
Masuk gerbangnya yang hambatan.
"Pak, saya yang tadi." ucap Andel, berusaha mengingatkan Bapak satpam.
Saat bapak itu ingat, satpam segera membukakan gerbang.
Setelah masuk dan memakirkan mobilnya, Andel segera menuju kelas Rangga.
Saat sampai dikelas Rangga, kebetulan sekali kelas Rangga sedang kosong.
Jadi, banyak orang yang ngumpul didepan kelas termasuk rombongan Rangga.
Awalnya Andel putus asa karena dia malas sama cowok, sialnya dia dilihat oleh salah satu teman Rangga.
"Eh ada adek kelas manis!" sorak teman Rangga yang membuat mata semua orang tertuju pada Andel.
Andel yang menjadi pusat perhatian hanya menatap Rangga canggung, Andel bisa ngelihat sepatu Rangga dari sini.
"Hmm, bisa panggilin Kak Rangganya Kak?" tanya Andel berusaha sopan, walaupun dalam hati dia sebenarnya sudah ngutuk-ngutuk.
Rangga yang mendengar namanya di panggil sontak menoleh, dan pada saat Rangga melihat Andel yang berdiri tidak jauh dari Rangga.
Rangga langsung berdiri dan menghampiri Andel.
"Yah, kita kalah start!" teriak teman Rangga bersamaan, Rangga hanya melambaikan tangan lalu mengajak Andel untuk pergi menjauh.
Kalau mereka berbicara didekat teman-teman Rangga, bisa di jamin Andel akan mengamuk dan melempar teman Rangga satu-persatu dengan bogeman.
"Jadi, ada apa? Tumben nyariin?" tanya Rangga saat mereka sudah duduk di kantin.
"Hmm, Drita ada semacam penyakit yang ngga tahu sama Mama, Papa nya ga kak?" tanya Andel to the point.
"Buat apa lo nanya itu?" tanya Rangga sedikit terkejut karena pertanyaan Andel yang tidak disangka-sangka.
"Jawab aja." desak Andel kesal, dia juga sudah mulai kesal.
"Bukan urusan lo." jawab Rangga kemudian pergi meninggalkan Andel.
"Kenapa gue ga boleh tahu!" teriak Andel, tidak masalah Andel berteriak karena kantin sedang kosong.
Rangga hanya diam, dia tidak menjawab pertanyaan Andel, bukan saatnya Andel tahu hal ini.
Ini rahasia yang akan selalu Rangga jaga, dia tidak mau membongkar apapun dan kepada siapapun.
Karena Andel yang keras kepala, Andel berlari menyusul Rangga, dia harus mendapat jawaban dari Rangga.
"Aw!" ringis Andel saat dirinya tersandung, itu bukan karena sandungan apapun, itu karena ada yang menghalangi lari Andel.
"Lo kenapa sih?!" tanya Andel dengan penuh emosi, Rangga yang mendengar teriakan kesal Andel berbalik untuk melihat apa yang terjadi.
"Lo kenapa kejar-kejar Rangga?" tanya seseorang yang Andel kenal wajahnya karena juga pernah melarang Andel untuk mendekati Rangga.
"Kepo!" jawab Andel kesal, dia lagi kesal malah ditanya-tanya.
"Ga lo jawab, lo ga boleh pergi dari sini." ancam Nasya, nama orang yang menyandung kaki Andel tadi.
"Bodoamat!" jawab Andel kemudian tetap berjalan mengejar Rangga.
"Pegang dia." suruh Nasya kepada teman-temannya yang lain.
Andel dengan sigap dipegang dua orang teman Nasya.
"Mumpung sepi, lo di bully-nya disini aja ya." ucap Nasya tersenyum licik.
Andel hanya diam, dia sengaja tidak melawan karena dia sadar akan kehadiran Rangga.
Nasya mulai bereaksi, pertama dia menaburkan tepung pada rambut Andel, hanya tepung.
Karena, ketika ingin memecahkan telur, suara Rangga mampu membuat Nasya dan gengnya berhenti.
"Berani main keroyokan lo semua." remeh Rangga, kemudian menarik Andel untuk berdiri di belakangnya.
Sebelum Andel berdiri di belakang Rangga, Andel dengan sangat senang menginjak kaki kedua teman Andel.
Setelah itu, tanpa memberikan waktu bagi Nasya untuk menjelaskan Rangga menarik tangan Andel ke taman belakang.
"Lo kenapa ga ngelawan?" tanya Rangga mendengus kecil.
Andel hanya diam, sibuk membersihkan tepung yang ada pada rambut dan seragam sekolahnya.
Rangga yang merasa di abaikan ikut berdiri didepan Andel, menarik ikat rambut Andel.
"Kalau diginiin lagi, ngelawan." pesan Rangga kemudian ikut membersihkan noda tepung di rambut Andel.
"Jadi, Drita sakit apa?" tanya Andel disela-sela Rangga membersihkan rambutnya.
Rangga hanya diam, tidak menjawab apapun, dia tidak berminat menjawab pertanyaan dari Andel.
Apapun itu jika bersangkutan dengan Drita, dia tidak akan menjawab itu.
"Kak!" kesal Andel menarik seragam Rangga yang keluar dari celana.
"Apa?" tanya Rangga kalem, masih sibuk membersihkan rambut Andel.
"Kenapa??" tanya Andel pelan, berharap dengan kelembutan Rangga mau memberi tahu dirinya.
"Ga kenapa-napa." jawab Rangga ikutan lembut.
Andel mendengus kesal, segininya ya Rangga kalau nyembunyiin sesuatu.
"Kalo lo kasih tahu, beneran gue bakal turutin apa yang lo mau deh." bujuk Andel menatap Rangga yang lebih tinggi darinya.
"Ga usah." tolak Rangga yang langsung membuat Andel kesal.
"Gue serius nanya Kak, 4 jam lebih lo gue habisin buat mecahin kode di buku Diary Drita yang isinya cuma 'kita sama' lo beneran ga mau ngasih tahu gue?" bujuk Andel, berusaha terlihat mengenaskan.
"Serius, gue ga mau ngasih tahu lo." jawab Rangga serius.
"Apa aja deh kak." bujuk Andel sekali lagi.
Posisi mereka masih seperti tadi, sebenarnya rambut Andel sudah bersih tapi, Rangga suka aroma rambut Andel.
"Jadi pacar gue?" tanya Rangga.
"Ga lah!" jawab Andel cepat yang membuat Rangga tertawa.
"Yaudah, ga gue kasih tahu." jawab Rangga simpel.
"Sumpah, lo orang yang paling ga asik sedunia." kesa Andel menjauhkan tubuhnya dari Rangga.
Udah susah-susah bujuk, inilah itulah, sampai-sampai dia ngorbanin diri kena tepung.
Tapi oh tapi, Rangga tetap tidak mau memberitahu dirinya, sangat-sangat mengecewakan.
"Gue bener-bener kecewa ama lo Kak." ucap Andel mulai mendrama.
"Sok-sokan drama lo!" bully Rangga yang langsung membuat mood Andel turun.
"Kok lo sekarang hoby banget nurunin mood orang?!" tanya Andel kesal menatap Rangga.
"Itu hoby gue btw." ralat Rangga kemudian tertawa.
Andel hanya bisa diam kemudian duduk di atas rumput tanpa alas, dia harus mendapat jawaban dari Rangga.
"Berdiri Ndel, kotor." tegur Rangga yang membuat Andel menggeleng keras.
"Ga bakal gue kasih tahu, ayo berdiri." ajak Rangga mengulurkan tangannya.
Andel mendelik kesal, gimana sih, udah kaya gini tapi ga dikasih tahu, apa yang terjadi dengan Rangga.
"Kakk, seriuss!" kesal Andel namun Rangga hanya mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments