Mata Andel terbelalak sempurna kala melihat sebuah vidio yang Andel duga itu adalah Zahra, mantan kakak kelasnya dulu.
Andel terus fokus dan mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulut Zahra.
"*Hai! siapapun yang lihat vidio ini, terimakasih buat kamu udah baca novel karya aku, udah mecahin kode sampai manjat kerumah pohon ini. Kalau kamu cewek, aku salut sama kamu kalau cowok kamu cukup pintar,"
"Mungkin yang bakal dengar cerita aku dari awal adek kelas aku ya? Yaudah kita mulai aja ya. Jadi aku sudah meninggal sesudah aku buat vidio ini, penyebab aku meninggal mungkin kamu sudah tahu lewat novel tadi bukan*?"
Andel terkesiap, jadi ketika membuat vidio ini, Zahra sudah tahu bahwa dia akan meninggal? Benarkah? Sehebat itukah?
"*Sedikit aku ceritain, aku ikuk ekskul majalah, dulu itu ekskul majalah rame pake banget, bahkan kelebihan anggota. Kaget kan? Soalnya kan sekarang, pas kamu nonton Vidio ini pasti udah ga ada yang mau masuk ekskul majalah ya?"
"Loh, dari mana aku tahu? Itu rahasia diri aku sendiri, aku ga bakal cerita, nanti kamu takut. Sesuai dalam novel yang kamu baca, benar aku dibunuh oleh Miss Trinity. Dia masih jadi pemimbing Ekskul Majalah bukan? Aku tidak marah pada Miss Trinity*,"
Andel tetap fokus menatap Zahra, sempat terfikir di benak Andel, kenapa Zahra tidak marah dia dibunuh Miss Trinity?
"*Kenapa sih aku ga marah? Entahlah mungkin aku terlalu baik jadi ga marah walaupun dibunuh. Tapi, aku udah lama nunggu orang mutar vidio ini jadi aku jujur aja,"
"Aku bisa lihat masa depan dan, Hai Andel! Aku senang kamu bisa nemuin vidio ini. Ga mudah bikin orang percaya bahwa aku bisa lihat masa depan, tapi aku yakin banget kalau kamu bakal percaya*,"
"Miss Trinity pemuja setan, jadi tiap tanggal 17 bulan 12 setiap 2 tahun sekali Miss Trinity akan bunuh salah seorang anak Ekskul Majalah, dan hari ini giliran kamu maupun Drita, aku tidak tahu. Bukannya tidak mau untuk melihat, namun aku rasa mata aku tidak cukup berani melihatnya,"
Dada Andel terasa sesak, apa maksud Zahra? Hari ini? Masa depan? Kematian? Setan? Semuanya sulit dicerna oleh Andel.
"*Aku tidak tahu, Miss Trinity yang akan melakukannya atau orang lain. Namun, yang pasti bahwa salah satu diantara kalian akan terbunuh,"
"Mulailah untuk berhati-hati, jaga temanmu termasuk diri kamu sendiri, aku harap ini adalah tahun terakhir Miss Trinity di sekolah ini*,"
Setelah itu, Vidio habis dan Andel segera turun membawa dua handphone merk terbaru yang diberi oleh Zahra.
Untuk saat ini Andel harus berbicara kepada Drita dulu, soal Miss Trinity dan yang dapat dia sampaikan.
"Bagaimana? Apa yang kamu dapat?" antusias Drita saat Andel sudah kembali menginjakkan kaki ditanah.
"Janji dulu pada ku untuk tidak terkejut ataupun mengeluarkan kalimat alay mu," ucap Andel menatap Drita serius.
Lalu Drita tertawa, kemudian disusul anggukan meyakinkan dari Drita.
"Kau akan mati," ucap Andel menatap Drita serius yang ditatap mendelik kesal.
"Kau gila? Aku serius Andel!" ucap Drita kesal menatap Andel, namun Andel malah santai. Sibuk membalikkan 2 handphone pemberian Zahra tadi.
"Aku serius, itu yang dikatakan kak Zahra tadi kepadaku lewat vidio Drita," ucap Andel kemudian memberikan satu handphone kepada Drita.
"Lalu, ini apa?" Drita menatap Andel bingung, 2 handphone keluaran terbaru yang masih disegel.
"Itu dari Kak Zahra, dia bilang salah satu dari kita akan mati hari ini atau 2 hari lagi," ucap Andel santai, seakan mati itu hanya permainan baginya.
"Kau gila? Salah satu dari kita akan mati namun kau masih santai?" ucap Drita berdecak kesal, sahabatnya ini memang dari dulu mengesalkan.
"Aku yakin kau yang akan mati," ucap Andel kemudian tertawa keras saat melihat ekspresi kesal dari Drita yang Andel yakin sudah ketakutan.
Karena 1 minggu yang lalu Drita sempat berkata, kalau Andel sedang diam lalu berbicara seperti psycopath.
Jadi ide terlintas saja di otak Andel untuk mengerjai Drita dan yap! Berhasil, Drita ketakutan.
"Mana aku tahu, pokoknya di antar kita berdua akan ada yang mati, itu saja," putus Andel kemudian duduk dibawah pohon besar tadi.
"Lalu, handphone ini?" Drita menatap Andel yang sudah sibuk mengotak-atik handphone pemberian Zahra.
"Kak Zahra yang ngasih, makasih dulu sama dia," ucap Andel santai, seakan-akan Zahra masih hidup.
"Caranya?" tatap Drita kepada Andel polos.
"Ucapin aja sih," ucap Andel sarkas.
"Makasih kak Zahra," setelah mengucapkan itu Drita segera mendekat kearah Andel. Duduk bersama sambil mengotak-atik handphone dari Zahra.
"Kalo aku mati jangan nangis," ucap Andel seketika yang membuat Drita kebingungan.
"Kenapa sih? Tiba-tiba bahas itu," ucap Drita dengan nada tak suka, mati itu ditangan tuhan, jadi kalau belum dikasih mati tambah aja amal dulu.
"Pengen bahas aja," ucap Andel saat handphone miliknya sudah aktif.
"Kita bakal bolos? Sampe pulang?" Drita mengalihkan topik dan menatap Andel.
"Pulang aja yuk," usul Andel menatap Drita, dia ingin tidur dirumah hari ini.
"Gila! Aku mau masuk kelas, aku tidak sepemalas mu Andel," ucap Drita kesal, namun ucapan selalu beda dengan hati, Drita menarik tangan Andel kemudian menuju pintu belakang sekolah untuk cabut.
"Kau mampu memancing emosi," ejek Andel saat mereka telah berhasil keluar dari kawasan sekolah.
Sekarang tugas mereka hanya memesan go-jek lalu pulang kerumah masing-masing.
Andel mencengkram lengan Drita kuat, ia terkejut sekali dengan pesan yang baru masuk ke dalam handphone barunya.
Miss Trinity
Andel, bisa ke ruang Ekskul sebentar?
Drita menatap Andel tak percaya, bagaimana bisa Miss Trinity tahu mereka akan cabut, dan terlebih fakta yang dikatakan Zahra tadi.
"Bagaimana ini?" tanya Andel tenang, dia tidak ingin panik, jika dia panik maka Drita akan ikut panik.
"Jangan! Jangan kesana!" cegah Drita panik, dia tidak ingin terjadi apa-apa kepada Andel.
"Aku kesana, tunggu disini. Kalau sampai dalam 30 menit aku tidak kembali baru kamu menyusul," ucap Andel kemudian pergi kembali ke sekolah.
Dalam hati terus mengucap agar Miss Trinity tidak membunuhnya, ya walaupun itu tidak akan terjadi, karena pembunuhan itu terjadi malam hari.
Sialnya yang Andel takutkan adalah fakta bahwa Miss Trinity punya cara tersendiri untuk memanggil orang yang ditujunya walaupun malam hari.
"Aku bisa gila gara-gara ini," monolog Andel berjalan dengan lambat menuju ruang Ekskul Majalah.
Detak jantung Andel terpacu saat melihat Miss Trinity yang keluar dari Ekskul Majalah tersenyum kearahnya.
"kenapa jadi seperti film horror sih!"
Ucap Andel dalam hati kemudian tersenyum kearah Miss Trinity.
"Andel, bisa tidak tolong Miss untuk menyalin nilai di ruang guru? Hari ini nilai terakhir di setor," ucap Miss Trinity menatap Andel tenang.
"Nilai apa Miss? Bukannya Miss tidak mengajar apapun?" tatap Andel kepada Miss Trinity.
"Miss menolong Pak Agung, kebetulan Pak Agung sedang ada tugas di luar kota," jawab Miss Trinity sambil tersenyum, Andel sampai terkejut karena jarang sekali Miss Trinity tersenyum.
Dan terlebih kenapa Miss Trinity mau membantu Pak Agung jika tidak bisa mengerjakannya sendiri.
"Miss, apakah Pak Agung sudah menikah?" tanya Andel menatap Miss Trintiy, karna yang Andel lihat Pak Agung. Wali kelas dari kelas 10 ips 1 ini masih terlihat muda.
"Belum Andel," jawab Miss Trinity singkat, dan dari sanalah Andel tahu bahwa Miss Trinity sedang pdkt atau bisa disebut pendekatan.
Andel segera mengirim pesan kepada Drita agar pulang lebih dulu, karena tidak mungkin Andel menolak permintaan dari Miss Trinity.
Dikira Andel sombong nanti, ya walaupun Miss Trinity lebih sombong, tapi kan kadang manusia mampunya menilai orang, itupun yang jelek. Tanpa mampu menilai dirinya sendiri.
"Kira-kira sampai jam berapa Miss?" tanya Andel saat ingin masuk keruang majelis guru.
"Belum tahu Andel, kalau cepat cuma sebentar. Lagian kamu udah Miss kasih izin kok kepada guru yang bersangkutan," jawab Miss Trinity lengkap.
"Kalau Andel bawa Drita gimana Miss?" tatap Andel kepada Miss Trinity.
"Tidak perlu, biar Drita belajar dikelas," jawab Miss Trinity cepat.
"Yasudah Miss ayo," jawab Andel mengalah, setidaknya sebelum maghrib dia sudah harus pulang.
Akhirnya Andel menolong Miss Trinity untuk menyalin nilai anak kelas 10 ips 1.
"Andel, apakah kamu benci dengan Drita?" tanya Miss Trinity tiba-tiba, membuat Andel cukup terkejut dengan pertanyaan Miss Trinity.
"Tidak Miss, Drita itu sahabat aku Miss kenapa harus benci kepadanya?" tanya Andel balik menatap Miss Trinity serius.
"Aku hanya bertanya Andel, aku sedikit penasaran tentang hubungan pertemanan kalian berdua yang jarang sekali bertengkar," ungkap Miss Trinity.
"Entahlah Miss, walaupun kami sering berbeda pendapat namun pertengkaran tidak akan terjadi karena kami saling berpikir dewasa," jawab Andel lancar.
Setelah hampir 2 jam lebih, akhirnya tugas yang dilakukan Andel selesai, dan sekarang sudah pukul 6 lewat yang seharusnya jam segini Andel sudah berada dirumah.
"Kalau begitu Andel pamit pulang dulu ya Miss," ucap Andel kemudian menyalimi punggung tangan dan langsung berlari pulang.
Bilang saja kalau Andel tidak sopan, namun dia lebih sayang nyawa dari pada kata sopan dari siapapun.
Miss Trinity yang melihat Andel berlari kencang tersenyum kecil, bukan senyum yang penuh lelucon namun senyum kemenangan.
"Apa maksud Miss Trinity tersenyum seperti itu?" monolog Andel saat sudah berada didepan gerbang, memang Andel sempat melihat senyum dari Miss Trinity tadi.
Tidak berapa lama, akhirnya jemputan Andel datang tanpa pikir panjang Andel segera pulang, dia sudah rindu dengan kasur empuk miliknya.
"Andel, makan dulu ayo," ajak Mama Andel saat melihat Andel masuk kedalam rumah.
"Nanti aja mah, Andel mau tidur dulu," jawab Andel santai lalu segera naik keatas untuk kekamarnya.
Semua orang dirumah Andel itu sangat sibuk, untuk makan bersama saja jarang. Namun, hari minggu pasti semuanya berkumpul, dan kebetulan besok minggu.
Andel sangat menghindari pertemuan ini, papanya sering menanyakan hal yang tidak perlu untk dibahas di meja makan.
Dan Andel sanga malas bertemu dengan Kakak laki-lakinya yang sangat sok ganteng dan receh.
"Andel!" wajah Andel langsung murung, baru saja di omongin orangnya udah ngetok pintu kamar.
"Apa?" tanya Andel tanpa berminat membuka pintu kamarnya sendiri.
"Temenin ke minimarket dong," ajak Faris sedikit membuka pintu kamar Andel.
"Biasanya pergi sendiri kan Kak? Kenapa tiba-tiba minta temenin?" tanya Andel.
"Ya pengen ajak lo aja," jawab Faris lalu menarik kaki Andel untuk segera berdiri.
"Iya bentar dulu dong!" jawab Andel kesal, bagaimana bisa Faris menarik kakinya dengan kuat sekali.
"Makanya cepet," imbuh Faris menatap Andel yang sibuk mencari baju.
"Lo minta tolong kok ngatur-ngatur sih!" ucap Andel kesal kemudian masuk kedalam kamar mandi.
Sedangkan Faris hanya tersenyum kecil, dia tahu bahwa Andel senang di ajak dirinya ke minimarket.
Dan, fakta bahwa Faris sangat menyayangi Andel yang serba santai dan tidak ribet. Mungkin kalau Andel bukan adiknya sendiri Faris akan menjadikan Andel pacar.
"Ngapain lo natap gue?! Ayo!" ajak Andel menarik tangan Faris untuk keluar dari kamarnya.
"Lo cewek anggun dikit napa, galaknya minta ampun," ejek Faris menatap Andel dari belakang yang masih sibuk menarik tangannya.
"Diam deh lo! Kalau mau gue temenin diam. Udah mau maghrib lagi, lo kalau mau ngajak gue bisa ga sih sebelum maghrib gitu, lo kira waktu maghrib itu 20 jam!" ucap Andel tidak berhenti menceramahi Faris.
Sepertinya Andel kalau seleksi jadi ibuk-ibuk udah langsung lulus ini.
"Santai dong buk," ucap Faris kesal, namun sedikit mengiyakan ucapan Andel karena memang benar.
ting!
Andel segera melihat notif yang masuk dari handphone miliknya saat sudah masuk kedalam mobil.
Kak Zahra
Andel, awasi Drita
Pesan singkat itu mampu membuat Andel terdiam, apa maksud Zahra mengirim itu?
"Kak, kerumah Drita dulu yuk," Andel menatap Faris yang sibuk menyetir.
"Boleh," jawab Faris singkat lalu melaju menuju rumah Drita.
Pesan tadi Andel dapat memang dari Zahra, benar Zahra masih sering gentayangan, tapi saat Miss Trinity keluar dari sekolah, Zahra juga akan kembali ketempatnya.
Itu janji Zahra kepada Andel kemaren saat berbincang dengan Andel, tenang Andel tidak takut karena Zahra menampakkan dirinya dengan baik dan fakta bahwa dia terbunuh dengan gantung diri.
"Mau ngapain kerumah Drita?" tanya Faris kepada Andel, satu rahasia Drita yaitu Drita suka kepada Kakak Andel yaitu Faris.
Faris memang ganteng, tubuhnya bagus, tinggi dan putih. Tidak aneh kalau Drita suka kepada Faris memang.
"Ada yang mau di omongin, lo ga perlu keluar dari mobil. Jangan kasih teman gue harapan palsu," jawab Andel cepat, kalau bisa Andel ingin menjauhi Faris dari Drita.
"Kalau gue suka dia gimana?" tatap Faris saat mobilnya sudah terparkir dihalaman rumah Drita.
"Lo ga perlu manggil gue adik lo lagi," jawab Andel singkat kemudian berlalu keluar dari mobil menuju pintu rumah Drita.
"Woi Andel! Kok lo gitu!" teriak Faris namun sakitnya Andel tidak mendengar teriakan Faris. Lebih tepatnya Andel pura-pura tidak mendengarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments