Hantu

Andel sampai disekolah bersamaa dengan Rangga, kata Rangga sih dia cuma mau tarok bunga Matahari di makam Drita.

"Lo beneran bisa lihat hantu?" tanya Rangga menyamai langkahnya dengan Andel.

"Iya," jawab Andel.

"Lo ga bohong?" remeh Rangga kepada Andel.

"Yaudah," putus Andel karena tidak mau berdebat dengan Rangga.

Makanya dari awal Andel tidak mau mengatakannya kepada siapapun dia bisa melihat hantu.

"Yaudah, gue percaya," putus Rangga yang di angguki oleh Andel.

"Loh, ini kenapa ini belum pada masuk?" gumam Andel saat meliha semua orang disekolahnya berkeliaran, ada yang memilih menonton basket.

"Lo ga tahu? Hari ini guru ada rapat, jadi anak osis yang ngambil alih buat acara," jelas Rangga yang langsung membuat Andel menghela nafas kesal.

Kalau tahu dari kemaren, sekarang dia bakal libur.

"Gue pulang deh," putus Andel ingin berbalik namun ditahan Rangga.

"Ceritain dulu sama gue gimana rasanya ngelihat hantu baru pulang," ucap Rangga menarik tangan Andel kearah kantin.

Andel hanya bisa mengalah, kalau dia bilang ga mau ujung-ujungnya Rangga bakal tetap maksa.

Setelah memesan makanan yang tanpa persetujuan Andel, Rangga langsung memaksa Andel untuk bercerita.

"Jadi awal mulanya pas hari pemakaman Drita, bangun-bangun tangan gue udah ada yang sakitin pake silet, terus yaudah gue bisa lihat siapa yang ngelakuin itu," singkat Andel.

"Jadi, tadi lo ketemu Drita?" tanya Rangga.

"Iya, cuma sebentar, itu gara-gara hantu yang nyakitin gue dulu masih dirumah gue, dia bersahabat makanya gue minta dia ketemu ama Drita," terang Andel yang di angguki Rangga.

"Terus, sekarang lo bisa lihat ga ada hantu disini?" tanya Rangga, selama di sekolah dia ga pernah ngelihat gara-gara ga mikirin itu.

"Gue ga tahu, soalnya selama diskeolah gue ga mikirin mereka, kata hantu dirumah gue, kalau kita yang mikirin mereka atau mereka mau minta tolong baru bisa kita lihat," jelas Andel yang mendapat ilmu dari Lia.

"Coba deh lihat kearah belakang lo deket pintu masuk ke kantin, kata orang disana ada," suruh Rangga kepada Andel yang langsung menoleh.

Andel mengangkat alisnya, tidak ada apa-apa disana, pas ketika Andel berbalik.

"AAAA!!" Andel berteriak dengan kencang, sangat terkejut dengan apa yang ada didepannya.

Wajah yang dilihat Andel ketika berbalik bukan wajah Rangga yang ganteng namun, wajah setan wanita.

Wajahnya banyak luka tusukan, mata sebelah kanannya bolong dan bibirnya sudah tidak bagus.

"Ndel, kenapa woi?!" tanya Rangga yang ikutan khawatir saat melihat badan Andel bergetar.

Ini pengalaman pertama Andel melihat hantu dalam wujud aslinya, yang baru Andel lihat hanya Lia dan Drita.

Itupun mereka memperlihatkan wujud yang baik.

Andel membuka mata secara perlahan, sudah tidak ada hantu tadi, saat Andel menoleh kebelakang ditempat yang Rangga katakan tadi, hantu itu sudah ada disana sambil tertawa.

Tangan Andel masih bergetar saking kagetnya, dia paling malas melihat bekas-bekas luka.

"Kenapa?" tanya Rangga lembut sambil memberikan Andel minum.

"Dia jelek," jawab Andel saat dirasa dirinya sudah tenang.

"Siapa?" tanya Rangga heran.

"Hantu yang lo bilang, lagian lo tahu dari siapa?" tanya Andel penasaran.

"Banyak yang bilang, dan banyak yang dikerjain juga sama hantu itu, hantunya emang jail kata orang-orang," jelas Rangga yang membuat Andel mengangguk mengerti.

"Gila, gue hampir pingsan tadi," jelas Andel sambil menggeleng tidak percaya dengan apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.

"Emang sejelek itu ya?" tanya Rangga kepo.

"Wajah dia tuh penuh sama luka sayatan gitu gara-gara pisau matanya bolong sebelah dan bibirnya udah ga normal lagi," jelas Andel yang membuat Rangga bergidik ngeri.

"Kaget banget ya pasti? Pernah juga ada yang kesurupan dan ngecakar-cakar wajahnya gitu," terang Rangga.

Dari mana Rangga tahu? Peristiwa kesurupan itu Rangga yang melihat langsung ketika dia sedang berjalan di kantin mencari meja.

Kebetulan orang yang kesurupan itu berjalan didepannya, itu pengalaman mengerikan yang tidak akan pernah Rangga lupakan.

Makanan Rangga dan Andel datang, akhirnya Andel memutuskan untuk makan dulu, menunda bertanya kepada hantu yang sekarang sedang melamun itu.

"Gue mau nanya sama dia dulu," ucap Andel saat selesai makan, kebetulan kantin sedang kosong.

"Gue ikut," putus Rangga kemudian juga ikut dengan Andel.

Andel tersenyum kepada hantu yang mengejutkan dia tadi ketika hantu itu melihat kearahnya.

"Lo, udah lama disini?" tanya Andel sedikit gugup karena tatapan mengerikan hantu itu.

"Kenapa nanya-nanya gue?" tanya hantu itu mulai mengeluarkan wujud menyeramkannya.

Andel menutup mata, berusaha tidak takut dengan wujud menyeramkan hantu itu.

"Gue mau berdamai dan lo ga ganggu orang-orang di kantin lagi, siapa tahu gue bisa bantu," terang Andel.

"Gue kesepian disini makanya gangguin lo semua," jawab hantu itu dengan kejam.

"Kalau gitu mau berteman dengan temen gue?" tanya Andel.

"Emang teman lo dimana?" tanya hantu itu menatap Andel.

"Dia dirumah gue, namanya Lia, besok gue ajak dia kesini," ucap Andel tersenyum, lalu hantu itu mengangguk.

Andel menarik nafas lega, walaupun nanti dia akan ikut kerumah Andel, setidaknya disekolah ga bakal ada yang di ganggu lagi.

Rangga tersenyum, semudah itukah Andel mengajak hantu berkomunikasi.

Awalnya Rangga sedikit ragu, namun Andel yang berkata dengan senyuman dan meyakinkan membuat Rangga yakin.

"Lo yakin dia ikutan tinggal dirumah lo?" tanya Rangga saat mereka sudah kembali duduk ditempat tadi.

"Ya kalau Lia bisa ngebantu dia jadi tertib yaudah ga papa," jawab Andel berusaha meyakinkan dirinya juga.

"Kira-kira gue juga bisa ngelihat ga sih?" tanya Rangga penasaran.

"Bisa," jawab Andel singkat.

"Caranya?" tanya Rangga heran.

"Gue ga tahu caranya," jawab Andel, mana dia tahu caranya. Tapi, setahu dia memang bisa.

"Eh, Faris tahu lo bisa ngelihat beginian?" tanya Rangga, sepertinya ini adalah sesi tanya jawab.

"Ga tahu, jangan kasih tahu dia yah," pesan Andel kepada Rangga.

"Kenapa? Ini kan wajib lo kasih tahu," heran Rangga, kenapa Andel selalu merahasiakan semuanya kepada Faris?

"Kan udah gue bilang, gue ga mau bikin Faris khawatir dengan hal sepele, kemaren aja gue hampir demam gara-gara teriak sama lo dia ga ganti-ganti baju sampai gue bangun,"

"Padahal itu cuma panas rendah, kalau gue kasih tahu yang beginian gimana? Nanti dia punya niat pindah Sekolah lagi gara-gara ginian," jelas Andel.

"Tapi, seingat gue kata Drita lo ga ada baiknya sama Faris, Nyokap sama Bokap lo," heran Rangga mencoba mengingat ucapan Drita.

"Nah itu, mungkin dia udah punya feeling kali ya? Pas hari gue mecahin teka-teki malamnya dia ngajak gue pergi dan baikan. Dari sana lah dia mulai khawatir," jelas Andel secera detail.

"Hubungan lo sama Papa, Mama?" pertanyaan yang sedikit mencelos keluar.

"Kalau sama Mama, mulai membaik walaupun gue belum terima dia seutuhnya, kalau sama Papa gitu-gitu aja," jawab Andel.

"Lo sering berantem sama Papa lo?"

"Kalau kekerasan udah jarang, palingan gue cuma ngata-ngatain dia kalau dia salah," jawab Andel kalem.

Rangga melongo, sesering itukah Andel beradu argumen dengan Papanya?

"Jadi, emang sesantai itu lo beradu argumen dengan Papa lo?" tanya Rangga tidak yakin.

"Iya, ujung-ujungnya dia yang kalah," jawab Andel bangga.

Rangga hanya tertawa, moodnya baik bersama Andel.

"Lihat orang main basket yuk," ajak Rangga yang di angguki Andel.

Dalam perjalanan menuju lapangan basket banyak yang menyapa Rangga, terlebih dari perempuan.

Rangga bukan tipe cool boy yang dingin, dia cool boy yang humble. Tapi, dia juga lihat-lihat orang dulu.

"Yang banyak fans mah beda," tawa Andel.

"Ya gitulah," jawab Rangga ikutan bercanda.

Sampai di lapangan basket Andel dan Rangga langsung mengambil tempat duduk. Sialnya, sekarang yang main bukan teman Rangga.

Musuh dia, Rangga ga tahu kenapa mereka bisa musuhan, kalau orang itu ngajak musuhan yaudah Rangga ngangguk patuh aja.

Babak pertama selesai, 'Ali' si kapten basket sekolah sekaligus musuh Rangga menghampiri tempat duduk Andel dan Rangga.

"Hey! Seneng banget gue bisa lihat lo duduk disini liatin gue main basket," sapa Ali dengan sombong.

"Oh," jawab Rangga singkat, dia lagi ga mau berantem.

"Btw, cewek di samping cantik juga ya, nama dia siapa?" Ali menatap Andel yang sedari tadi tidak mengalihkan tatapannya dari Ali.

Dari penampilannya saja, Andel sudah dapat menyimpulkan bahwa Ali adalah orang yang sombong.

"Tanyain sendiri," suruh Rangga.

Ali menatap Andel sebentar, kemudian tersenyum. Ali tidak peduli dengan semua tatapan orang yang tertuju padanya.

"Nama kamu siapa?" tanya Ali lembut yang membuat Andel memutar mata jenuh.

"Mau tahu nama gue?" tanya Andel yang mendapat anggukan oleh Ali.

Andel berdiri dari duduknya kemudian berjalan ketengah lapangan, mengambil bola yang dipegang teman Ali.

"Kita main aja, kalau gue duluan masukin bola ini ke dalam ring, lo! Ga usah sok keren di sekolah ini, muka lo pas-pasan dibawah kkm malah. Tapi, kalau lo yang duluan gue bakal kasih id line gue buat lo," terang Andel yang mendapat senyuman kecil oleh Ali.

Ali mengangguk setuju, tidak pernah seorang perempuan menantangnya namun, sekarang perempuan didepannya ini mengajaknya bertaruh.

Ali mengoper bola kearah Andel, Andel menerima dengan senang hati, mendribel bola itu dua kali dan hap! Bola itu masuk ring.

Andel memasukkan bola itu dari tengah lapangan, walaupun itu sangat mustahil namun, itu dilakukan Andel.

Andel menatap Ali remeh yang terkejut.

Andel mengangkat jempolnya kemudian membalikkan jempolnya, tersenyum kecil lalu kembali ke tempat duduknya.

Semua orang bertepuk tangan melihat keahlian Andel dalam memasukkan bola.

Rangga tertawa senang saat Andel kembali ke tempat duduknya, wajah tidak percaya Ali mampu membuatnya tertawa.

Sementara Andel hanya tersenyum kecil, sekali-sekali orang sombong itu harus dibungkam.

Rangga dan Andel bertos, mood Rangga hari ini sangat bagus berkat Andel.

Sementara Ali yang malu pun langsung meninggalkan lapangan beserta teman-temannya.

"Lo keren," puji Rangga saat mereka meninggalkan lapangan basket.

Andel hanya tertawa bangga, dia sebenarnya tidak berminat ikut campur. Dia hanya kesal karena Ali menatapnya dengan tidak sopan.

Bagaimanapun dia paling tidak suka ditatap laki-laki, apalagi kalau dia tidak kenal dengan laki-laki itu.

Andel sangat risih, makanya Andel banyak menghabiskan waktu dirumah dari pada kemana-mana.

"Makasih dulu sama gue," bangga Andel menepuk bahunya.

"Ga guna," jawab Rangga yang langsung membuat Andel kesal.

"Gue pulang dulu Kak, jangan kangen," canda Andel kepada Rangga yang dihadiahi tawa oleh Rangga.

"Kalau kangen kan tinggal telfon," tawa Rangga diikuti Andel.

Setelah itu Andel benar-benar pergi dari hidup Rangga, becandaa.

Dalam perjalanan pulang Andel hanya diam, alunan musik yang menemaninya pulang.

Saat sampai dirumah, Andel langsung masuk kamar, mencari dimana keberadaan Lia.

"Woi setan," sapa Andel saat melihat Lia yang duduk di kursi belajar miliknya. Sepertinya itu tempat favorit Lia.

"Apa?" tanya Lia singkat.

"Gue ketemu hantu tadi disekolah, mau gue aja kesini," ucap Andel yang membuat Lia heran.

"Kenapa harus kesini?" tanya Lia.

"Ya ga tahu, wajahnya serem banget sumpah, gue aja dikagetin tadi," curhat Andel sambil membuka sepatunya.

"Dia mau lo ajak pulang?" tanya Lia menghampiri Andel.

"Ya mau lah, kalau ga mau ngapain gue bilang ama lo," kesal Andel.

"Yaudah, besok gue ikut lo kesekolah," Andel mengangguk setuju kemudian rebahan, hari yang melelahkan.

Kalau bisa ngubah waktu, Andel maunya ga bisa lihat mereka yang seharusnya ga dia lihat. Tapi, takdir berkata lain.

Sekarang masih waktu Dzuhur, dan terlebih sekarang jum'at jadi Faris bakal telat pulang.

Dia bakal sholat jum'at disekolah dulu baru pulang atau ga selesai sholat jum'at bakal ngumpul sama temen-temen dulu.

"Lia, lo sebelum meninggal punya sahabat ga?" tanya Andel menatap Lia.

"Punyalah, dia baik, cantik, faomus dulu disekolah gue," terang Lia yang di angguki Lia.

"Siapa duluan yang meninggal?" tanya Andel.

"Dia duluan, baru gue. Gara-gara pembunuhan berantai," terang Lia yang membuat Andel mengangguk.

"Disekolah gue juga kaya gitu. Tapi, sebagai tumbal gitu sih," jelas Andel.

"Nama pembunuhnya siapa?" tanya Lia penasaran.

"Trinity, dia ga dinyakatan bersalah tapi, sekarang ga tahu dimana," jelas Andel yang membuat Lia terdiam.

"Mereka saudara," ucap Lia yang membuat Andel bingung.

"Saudara? Siapa?" tanya Andel.

"Trinity dan Trinita," Andel membelalakkan matanya, jadi maksudnya Miss Trinity punya saudara? Juga ngelakuin hal yang sama?

"Beneran lo? Dari mana lo tahu?" tanya Andel kepo.

"Trinita pernah cerita sama kita-kita, dia punya saudara mirip banget, cuma beda rambut doang," jelas Lia yang membuat Andel mengangguk takjub.

"Mereka sama-sama pembunuh? Gila ga sih," geleng Andel masih belum percaya dengan hal ini.

Apakah mereka berdua menjalani hal itu dari dulu? Kenapa bisa? Apakah mereka tidak punya hati nurani? Sampai tega membunuh murid-murid disekolah.

Yang hebatnya, tidak ada yang curiga ke mereka, bahkan kasus itu ditutup dengan ke-ikhlasan dari pihak keluarga.

Sebenarnya apa tujuan mereka melakukan semua ini? Membunuh murid yang tidak bersalah.

hai gaes mau nyapa dikit. Tadi di dekat rumah teman aku ada pembunuhan😩 anak bunuh bapak sendiri, sampai di mutilasi😣 cukup gila untuk seorang anak☹.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!