Andel berjalan keluar kelas denga cepat, ini sudah sore, kesempatan buat ke tempat Drita sedikit, walaupun datang palingan juga sebentar gara-gara udah sore.
Belum katanya Faris yang mau ikut karna maksa tadi pagi, narik-narik rambut Andel yang udah kekuncir rapi.
Saat Andel sampai diparkiran dia sudah melihat Faris yang duduk anteng di depan mobil tanpa merasa risih dengan tatapan semua orang.
"Kan udah gue bilang tunggu dibelakang," kesal Andel masuk kedalam mobil mendahului Faris.
"Lo lama banget, lagian kalau tunggu dibelakang gue sama siapa?" jawab Faris lalu segera meninggalkan sekolah menuju tempat Drita.
"Yaudah," akhir Andel karena tidak mau berdebat dengan Faris.
Setelah menempuh waktu yang cukup lama gara-gara macet akhirnya Andel dan Faris sampai ditempat Drita.
Mata Andel menyipit saat melihat bunga yang berbeda di atas pusara Drita.
"Lo tahu ini bunga apa?" tanya Andel mengambil bunga tersebut dan menunjukkannya kepada Faris.
"Itu kalau seingat gue, namanya Marigold ga tau juga sih," jawab Faris kemudian ikut berjongkok disamping Andel.
Andel segera mengeluarkan handphone dan mencari makna dari bunga Marigold yang disebut Faris tadi.
"Kesedihan, kekejaman, kedukaan? Apa maksudnya? Sedangkan kemaren kebencian dan kesombongan. Apa maksud dari ini semua?" gumam Andel yang dapat didengar oleh Faris.
"Maksud lo apa?" tanya Faris penasaran menatap bunga yang dipegang Andel.
"Ha? Lo nguping ya?" tanya Andel menatap Faris kesal.
"He lo ga lihat kita deketan gini posisinya? Lagian lo ngomong keras banget!" kesal Faris menatap Andel kesal.
"Hehehe besok gue kasih tau kalau bunga selanjutnya ga ada, gue ga yakin sih ada apa ga nya tapi semoga ga ada," jawab Andel yang semakin membuat Faris bingung.
"Lo ngomong apa sih?" tanya Faris memasang wajah tidak mengerti.
"Gue cantik," jawab Andel lalu pergi meninggalkan Faris setelah berdoa dan mengucapkan selamat tinggal.
"Adek siapa sih?" gumam Faris lalu ikut pergi setelah mengelus batu nisan Drita sebentar.
Saat perjalanan pulang Andel hanya melamun, memikirkan semua arti bunga yang ada di makam Drita.
Bahkan bunga tadi masih dipegangnya dengan erat seperti itu adalah barang berharga yang harus di jaga dengan hati-hati.
"Itu ngapain lo bawa?" Faris menatap bunga yang dipegang oleh Andel.
"Sengaja, mau gue simpan dalam vas bunga. Lo ga lihat yang diruang tamu? Ada lily orange disana," terang Andel menatap Faris.
"Ngapain lo narok bunga yang punya arti serem-serem kaya gitu diruang tamu?" tanya Faris penasaran.
"Rencana sih mau dikamar Papa tapi ga wow aja kayanya, gue taruh disana nanti kan kalo Papa ada tamu siapa tahu mereka ngerti sama bunga-bungaan dan tahu makna bunga itu. Kan bagus jadi mereka merasa tersinggung," jawab Andel tersenyum kilat.
"Psycho," gumam Faris bergidik ngeri kepada Andel.
"Kalau gue jadi psycho lo masih nganggap gue adek lo nggak?" tanya Andel antusias memutar duduknya kearah Faris.
"Kok lo semangat kaya gitu nanya nya?" tanya Faris heran.
"Jawab aja oi!" paksa Andel yang langsung mendapat delikan dari Faris.
"Selama lo ga bunuh gue masih lah. Tapi, gue bakal benci plus takut sama lo," terang Faris yang mampu membuat Andel tersenyum puas.
"Lo kenapa sih Ndel? Seneng banget kayanya, atau lo ada niatan bunuh orang ya?" Faris membulatkan mata tidak percaya.
"Mungkin, kalau dia balik kesini gue jamin bakal gue bunuh," jawab Andel santai seperti tanpa beban.
"Lo jangan kaya gitu deh, gue takut jadinya kalau deket-deket ama lo," cerca Faris dan kepalanya juga ikut menggeleng takut.
"Ya kali gue bunuh orang," tawa Andel langsung pecah saat melihat wajah takut Faris.
Masalah vas bunga yang dia taruh di ruang tamu memang benar. Tapi, kalau masalah mau jadi psycopath atau mau bunuh orang mana dia bisa! Lihat orang diperban aja dia yang sakit.
Kan ga asik pas bunuh orang malah teriak-teriak gara-gara ikut kesakitan juga.
"Serius lo?" tanya Faris masih was-was.
"Serius Faris! Gila aja," geleng Andel tidak percaya bahwa Faris mempercayai ucapannya.
"Ya mana tau lo minat kan," jawab Faris mulai bodoamat.
"Kalau iya gue bakal nyobain sama lo dulu," jawab Andel santai lalu kembali ke posisi semula.
"Enak aja lo," geleng Faris cepat lalu pergi keluar mobil karena mereka memang sudah dari tadi sampai.
Andel ikut masuk kedalam dengan santai lalu berhenti diruang tamu, menata bunga Marigold tadi bersama bunga Lily orange kemaren.
"Untuk apa kamu meletakkannya disana?" suara bariton itu mengintrupsi Andel.
Andel hanya diam, tidak ada faedahnya menjawab pertanyaan dari orang yang berdiri dibelakangnya saat ini.
"Andel!" bentak orang itu lagi karena telah diabaikan.
"Jangan kepo, dan jangan berani nyentuh vas itu," jawab Andel lalu pergi meninggalkan Papanya yang sudah terdiam.
Dengan siapa lagi Andel berbicara tidak sopan kepada orang kalau tidak ke Papa atau Mamanya.
"Anak durhaka," canda Faris menatap Andel yang lewat didepannya.
"Bodo amat!" jawab Andel lalu pergi keatas, kadang Faris juga sangat mengesalkan, sisi lembutnya datang sangat langka!
Bukan kadang lagi sih, tapi emang menyebalkan bisanya bikin orang kesal mulu itulah hoby Faris yang akan sangat membuat para wanita menyukainya.
"Eh Ris! Besok biar gue jemput lo dong," tawar Andel melihat kebawah kearah Faris yang sedang berada dimeja makan.
"Ngapain lo? Pasti ada tujuannya kan?" curiga Faris menatap Andel penasaran.
"Ya pengen lihat sebanyak apa fans lo aja, sekalian ngaku-ngaku pacar lo," jawab Andel lantas tertawa.
"Ide bagus!" antusias Faris menyetujui ide gila Andel.
Saat Faris menyetujui ide bodoh Andel itu, Andel segera masuk kamar, pas banget Faris lagi dibawah dia bisa melamun sebentar.
Kadang dalam menjalani hari ini kita itu harus melamun juga, memikirkan semua hal yang telah terjadi selama sehari penuh.
"Drit, lo ga mau ngasih gue petunjuk gitu? Apa maksud dari dua bunga ini? Jangan kaya gini, gue sakit, gue sesak banget, belajar gue ga fokus sumpah," nafas Andel mulai sesak.
Bukan apapun, dia selama ini terlihat biasa saja karena dia tidak mau kembali membebani Faris dengan semua penderitaannya.
"Jangan kaya gini sama gue, kalo lo mau gue mati ga papa kok bawa gue, jangan kaya gini berat bagi gue," suara Andel sudah mulai parau, entahlah rasanya bercampur aduk antara sesak dengan lega.
Sesak karena merasa semua beban ini ada padanya dan lega karena menangis membuat dirinya sedikit lega.
Andel segera berlari kekamar mandi saat mendengar pintu kamar terbuka, Faris tidak boleh melihatnya menangis.
Karena kalau Faris melihanya menangis, walaupun satu detik Faris tidak akan berhenti menatapnya atau menjaga dia.
Sampai-sampai dia ke kamar mandi aja ditungguin didepan pintu loh, saking khawatirnya Faris, jadi sekarang dia ga mau Faris tahu masalah ini.
Andel juga sedikit bersyukur karena Faris tipe yang tidak peka, jadi ketika membahas bunga tadi dia ga peka.
Bahkan dia ga nanya kenapa Andel bawa bunga itu? Kan bunga orang kenapa di bawa? Berbagai pertanyaan mungkin bisa keluar.
Namun, sekali lagi Faris bukan orang yang peka.
"Eh mata lo kenapa?" tatapan Faris langsung tertuju kearah Andel yang keluar dari kamar mandi.
"Kenapa?" tanya balik Andel seakan-akan Faris memang bodoh.
"Itu bengkak, lo habis nangis ya?" tanya Faris mendekat agar bisa melihat lebih dekat mata Andel.
"Alay lo! Ga ada apa-apa kok," kilah Andel lalu mendorong Faris.
"Jangan bohong Ndel," tegas Faris menatap Andel yang sudah rebahan diatas kasur.
"Ga!" jawab Andel sedikit berteriak karena wajahnya sudah dia tenggelamkan kebantal.
Kalau Farisnya kaya gini dia bakal nangis lagi, dia paling ga bisa banget ditanya-tanyain kaya gini.
Akhirnya Faris mengalah, memilih bodoamat dengan Andel yang sudah pergi ke alam mimpi.
Kalau kaya gini enak lihatnya, anteng, adem, coba deh kalau mata Andel kebuka adu bacot akan ada dengan Faris.
Sekitar jam 9 malan Andel terbangun gara-gara mendengar suara barang jatuh dari bawah.
"Ada apa?" respon cepat Andel menatap Faris yang sedang bermain ps.
"Ga tau," geleng Faris bodoamat.
"Lihat kebawah deh Ris, takut ada apa-apa," cemas Andel menyuruh Faris kebawah untuk melihat keadaan dibawah.
"Lo aja," suruh balik Faris ke Andel.
"Yaudah!" putus Andel dengan perasaan dongkol.
Andel hanya melihat dari atas apa yang terjadk dibawah.
"Ris, Mama," kalimat singkat Andel mampu membuat Faris segera berlari kebawah.
Dia sangat takut terjadi apa-apa dengan mamanya.
"Ma!" teriak Faris kaget saat melihat Mamanya sudah terduduk dilantai yang dingin dan Papa yang berdiri sambil memegang ikat pinggang.
Sementara Andel kebawah dengan santai, seperti ini bukanlah hal yang wow untuk dilihat.
"Main kekerasan lagi?" tatap remeh Andel ke Papanya.
"Bukan urusanmu!" jawab Papa Andel membentak Andel.
"Anda sudah pernah merasakan di cambuk dengan ikat pinggang itu? Kalau belum mau saya cobain? Gimana rasa sakitnya? Gimana pedihnya?" tanya Andel sambil berkacak pinggang.
"Jangan memerintah saya kamu!"
"Ris bawa Mama keatas," suruh Andel yang langsung di angguki Faris, Faris yakin Andel akan baik-baik saja.
"Saya tidak memerintah Anda, apakah Anda tidak belajar nada suara disekolah? Nada yang saya keluarkan berupa pertanyaan bukan suruhan," ejek remeh Andel.
"Diam! Jangan ikut campur urusan saya,"
"Calm down, saya tidak mencampuri urusan Anda, Anda lah yang selalu mengganggu ketenangan dirumah ini," lantas Andel segera keatas tidak memperdulikan balasan dari Papanya.
Cara melawan Papanya harus dengan cara itu, kata-kata pedas yang membekas dihati.
"Aman?" tanya Faris langsung saat Andel masuk kekamar.
Andel mengangguk sebagai jawaban, melihat Mamanya yang sudah tertidur di kasur Faris.
"Gue masih ngantuk," curhat Andel kepada Faris yang sibuk bermain handphone.
"Tidur aja disamping mama," suruh Faris yang langsung mendapat satu pukulan sandal dari Andel.
"Lo kira enak gitu tidur berdua? Ga enak Ris," jawab Andel berusaha ngeles.
"Ngeles terooss! Itu biasanya kalau Drita nginap dia tidur dimana? Di lantai?" tanya Faris menatap Andel tak habis pikir.
"Beda," jawab Andel yang membuat Faris menghela nafas pasrah.
"Yaudah sana tidur dikasur gue dulu, nanti gue keluarin dikamar lo satu lagi," putus Faris yang membuat Andel tersenyum bahagia lalu segera menuju kasur lipat Faris.
Setelah itu Andel kembali lagi ke alam mimpi, menangis sejadi-jadinya, kadang mimpi itu juga tau keadaan kita gimana.
"Ndel, bangun," Faris membangunkan Andel, merasa kasihan melihat air mata yang tidak berhenti turun dari mata cantik yang tertutup itu.
"Kenapa?" pertanyaan polos Andel sambil mengusap air matanya.
"Mimpi apa?" tanya Faris lembut, kemaren Andel juga seperti itu, menangis saat tertidur. Faris pikir mimpi semata namun hari ini Andel juga begitu.
Itu tentu bukan kebetulan yang disengaja, apalagi kalo mimpi.
"Ga tahu," jujur Andel, karena saat Faris membangunkan dia tadi tiba-tiba semuanya hilang.
"Jangan kaya gini, kasihan mata lo. Kalau ada apa-apa bilang sama gue," jelas Faris dan memberikan Andel minum.
Andel hanya mengangguk mengiyakan setiap kata yang keluar dari mulut Faris, bagaimanapun Faris mengatakan kepadanya dia tetap tidak akan memberitahu Faris.
Biarkan ini Rahasia dia sendiri dulu, nanti kalau dirasa Andel memang sudah tidak sanggup lagi baru ditumpahkan ke Faris.
"Yaudah tidur lagi, jangan nangis lagi," lalu Andel kembali mengangguk dan tidur.
Kalau ditanya Andel ga makan-makan? Jawabannya emang ga makan, disekolah saja dia ga minat buat keluar dari kelas.
Jangankan kekantin, keluar kelas aja ga minat.
Dan tentu, Faris ga tahu itu, bahkan ada kerja kelompok diskusi dia memilih sendiri menyelesaikan semuanya sendiri, kalau tidak tahu dari pada bertanya dia memilih mencari di google.
Bahkan pengambilan lafor semestar kemaren dia ngambil sendiri dengan alasan Mama sama Papa sibuk ga bisa ambil.
Untung nilai Andel tidak ada yang bermasalah menyebabkan guru itu dengan baik hati memberikan lafor miliknya.
"Jangan bikin gue khawatir terus," pesan Faris berbisik kemudian ikut tidur karena sudah malam.
Berharap, kembali berharap semuanya baik-baik saja besok, tidak ada yang menyakitkan hati ataupun perasaan yang akan terjadi besok.
Berharap semuanya berjalan sesuai ekspetasi, berharap Andel akan baik-baik saja, Andel tidak tertekan dan berharap Andel bisa berbaur.
Dia sangat ingin melihat Andel seperti remaja-remaja zaman sekarang, pergi ke mall, main, make up, dan semua hal yang dilakukan remaja sekarang.
Setidaknya dia ingin melihat Andel tertawa lepas, bukan tertawa lebar yang ternyata palsu selama Drita pergi.
Sangat sakit jika mengetahui Fakta selama ini tawa nyaring hanya zonk, tanpa berisi apapun.
Faris bahkan sulit membedakan, sehebat itulah Andel menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
Besok Faris akan berencana minta tolong kepada temannya untuk mengawasi Andel seharian penuh disekolah kecuali jam pelajaran.
Tidak mungkin Faris menyuruh temannya bolos sekolah hanya untuk mengawasi Andel yang kesepian.
Kalau bisa Faris ingin sekali pindah kesekolah Andel tapi semuanya hanya sebatas 'kalau' karena faktor Faris sudah kelas 3.
Akan mempersiapkan segala hal untuk ujian nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments