MATI

MATI

Prolog

Rumah itu, meski dibasahi hujan deras yang dari tadi pagi tidak berhenti, bukannya terlihat seperti menangis, malah menggeram dan marah. Jendelanya rusak dan tampak kotor, penuh debu dan tanah akibat perlakuan anak-anak nakal yang iseng melempari saat lewat. Pintunya besar dan kokoh, yang ketika terbuka seperti siap menelan siapa saja dan tidak membiarkan mereka keluar. Dari luar, bangunan itu tampak menyeramkan,

berbanding terbalik dengan yang ada di dalamnya.

Di ruang depan ada sofa, meja kaca, meja kecil penuh laci, vas tanpa bunga. Semuanya tertata rapi di atas karpet bulu lembut yang memanjakan kaki. Lampu gantung yang berpendar temaram, juga lukisan di dinding. Ruang tengah dihampari permadani halus, beserta bantal-bantal dan peralatan lain. Dapur dan ruangan lain sama hidupnya. Semua terlihat normal, tapi seharusnya benda-benda itu tidak ada di sana.

Jelas ada yang tidak beres dengan rumah itu, sama tidak beresnya dengan perempuan yang ada di dalamnya. Dia terus meringkuk di bawah selimut. Dibanding karena kedinginan, perempuan itu seperti ketakutan, bersembunyi dari sesuatu. Matanya yang membelalak terus melihat ke arah pintu. Keringat membanjiri wajah pucat d n badannya yang tidak berhenti bergetar.

Kilat menyambar sekali, disusul guruh yang menggelegar. Perempuan itu terlihat terkejut sebentar, perhatiannya teralihkan untuk sesaat. Lalu saat kilat kedua terlihat, perempuan itu menyibak selimut, kemudian berlari cepat menuju jendela. Dari sana dia harusnya bisa melihat ilalang yang tingginya sudah sepinggang, tapi yang ada dalam bola matanya malah tanah dengan rumput yang baru saja habis dipangkas.

Perempuan itu membuka jendela dengan ragu-ragu, masih menimbang akankah dia keluar dari sana. Kamarnya berada di lantai dua, jadi tidak mudah jika ingin keluar lewat jendela. Sementara dia

merasa kalau itu jalan satu-satunya.

Kilat ketiga menyambar sangat dekat ketika tiba-tiba pintu kamar yang ditempati perempuan itu terbuka dengan cepat, seperti sengaja dihantam dengan keras. Perempuan itu membeku seketika, matanya

membelalak dan giginya tidak berhenti gemetar. Dengan susah payah dia berbalik,

melihat ke arah pintu.

Tidak ada siapa pun yang masuk atau muncul di sana, tapi ekspresi perempuan itu berubah, makin ketakutan. Dia

mundur perlahan, dengan kaki yang terus bergetar. Perempuan itu berjuang untuk

tetap bisa berdiri, meski sebenarnya kakinya sudah tidak tahan lagi.

“To—tolong, jangan ....”

Kalimat yang susah payah dia ucapkan tenggelam oleh bunyi kilat dan hujan yang semakin deras. Tidak ada siapa pun dalam kamar selain perempuan itu, tapi dia bertingkah seolah ada yang datang dan berada di sana.

“Jangan!” teriak perempuan itu lagi, masih mundur ke jendela. Tangannya menyentuh kosen jendela, terasa sangat

dingin. Perempuan itu menangis, kemudian mendadak ekspresinya berubah. Pandangannya kosong dan badannya tidak lagi gemetar. Dia mengambil napas sebentar, lalu dengan cepat berbalik dan melompat ke luar jendela.

Namun, sebelum dia benar-benar bisa melompat, badannya terlempar ke belakang. Kembali masuk ke dalam kamar, seperti ditarik oleh sesuatu berkekuatan besar. Dia berteriak saat punggungnya menyentuh lantai dengan keras. Perempuan itu memegang rambut saat terseret menuju dekat ranjang, seakan ingin mengurangi rasa sakit di kepala karena rambutnya ditarik oleh sesuatu tak kasat mata.

Kepalanya dibenturkan dengan keras di kaki ranjang. Perempuan itu tidak sempat mengaduh kesakitan karena selanjutnya yang terjadi lebih aneh lagi. Tubuhnya terangkat sejengkal dari lantai, dan entah bagaimana bisa darah keluar dari lehernya, membasahi baju putih yang dia kenakan.

Seperti disayat, lehernya terus mengucurkan darah. Terlalu banyak, sampai baju perempuan itu sepenuhnya berubah merah. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain membelalak. Dia tidak bisa bicara, tidak bisa bergerak, hanya bisa melihat semua hal itu terjadi padanya, mendengar suara tetesan darahnya jatuh ke lantai, mencium bau amis dari darahnya sendiri. Perempuan itu sekarat.

Hujan deras di luar seketika berhenti, juga kilatnya. Suasana berubah sepi, terlalu hening dan terasa janggal. Perempuan tadi tidak lagi melayang, kini dia duduk di pinggiran ranjang, menatap ke luar jendela sambil sesekali mengusap lengan seolah kedinginan.

Perhatiannya teralih saat ada suara benda yang terjatuh dan menggelinding di dekat kakinya. Dengan tenang, dipungutnya benda itu dan dipasangkan kembali ke tempatnya, seolah itu hal yang wajar. Namun, benda itu kembali jatuh saat dia menoleh sedikit. Mungkin lelah terus begitu saja, perempuan tadi tidak lagi memasangkan benda itu di tempatnya, melainkan memeluk dengan penuh kasih sayang. Tidak peduli lagi jika kepalanya bukan berada di atas leher, melainkan di pangkuan.

Terpopuler

Comments

whatasiii<3

whatasiii<3

baru prolog udah ketar ketir😖

2022-05-26

0

Ngeriiiiiiiiiiiiiiii

2022-05-19

0

Subi Yani

Subi Yani

seram

2022-01-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!