Pada akhirnya Rana memutuskan untuk memberitahu Yudha tentang kondisi anaknya. Daffa sudah ditangani, dan dia baik-baik saja ... setidaknya anak itu masih bisa selamat. Meski kepalanya sempat terbentur, Daffa tidak mengalami gegar otak atau semacamnya. Hanya luka karena menabrak sudut anak tangga. Yang jadi masalah adalah kakinya. Pergelangan kaki kiri anak itu patah, sudah digips, tapi butuh waktu untuk bisa sembuh total.
Daffa sudah sadar, dari tadi memerhatikan gips di kakinya dan meraba-raba perban di kepala. Rana melihat putranya dengan khawatir. Baru kali ini Daffa mengalami kecelakaan seperti itu, padahal dia ada di rumah. Rana menyalahkan diri karena terlalu sibuk mengurus rumah sampai tidak memerhatikan anaknya.
Apa yang akan dia katakan pada Yudha nanti? Yudha memang belum bisa menemui mereka karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan dan Rana merasa kalau itu hal yang bagus. Dia masih belum mau bertemu dengan suaminya. Namun, itu hanya masalah waktu. Sampai kapan dia berharap bisa menghindar dari suaminya? Yudha pasti akan segera pulang jika pekerjaannya selesai dan sudah pasti akan meminta penjelasan.
Masalah ini pasti membuat Yudha membahas tentang mengurus anak, yang akan disangkut-pautkan dengan
pekerjaannya. Tiba-tiba Rana khawatir, besok dia harus sudah kembali masuk kantor, sementara Daffa butuh penjagaan. Dia tidak bisa meminta cuti lagi, karena baru saja melakukan itu sebelum mereka pindah rumah. Dia juga tidak bisa berhenti kerja, tepatnya tidak mau.
Daffa tadi mengatakan ingin segera pulang, dia tidak tahan berada di rumah sakit. Rana tentu saja tidak bisa menitipkan Daffa di sini. Apa dia harus menyewa pengasuh saja? Rana bingung memikirkan semuanya. Di tengah kebingungannya itu, Rana teringat dengan adiknya. Dengan cepat dia menelepon dan menceritakan semua, berharap adiknya bisa datang untuk menjaga Daffa sampai anak itu sembuh.
***
Setelah mendapat telepon dari kakaknya, Rena dengan cepat mengemas barang dan menuju rumah Rana. Beruntung dia sedang libur semester, sehingga bisa menjaga Daffa saat kakaknya bekerja.
Ayahnya adalah seorang TNI Angkatan Darat dan sedang bertugas di luar kota, sementara ibunya sudah meninggal dua tahun lalu. Karena Rana sudah tinggal dengan suaminya, maka Rena mau tidak mau harus tinggal di rumah sendirian. Tentu saja dia merasa sepi dan menghabiskan waktunya lebih banyak di kampus, perpustakaan kota atau tempat-tempat nongkrong lain yang tidak berisik dan membuat tenang daripada di rumah.
Rena bisa betah di rumah ketika Rana datang dan membawa Daffa untuk bermalam beberapa hari di sana. Namun itu tidaklah sering terjadi, Rana hanya bisa mengunjungi adiknya saat ada libur dari kantornya. Kadang Rena yang datang berkunjung, dia sangat suka sekali bermain dengan Daffa. Bertemu dengan keponakannya itu selalu berhasil mengusir semua kesepian yang dia rasakan. Seolah Daffa memang diciptakan untuk mengisi ruang kosong di hatinya. Karena itulah Rena sangat khawatir ketika mendengar keponakannya masuk rumah
sakit dan patah kaki.
Butuh waktu dua jam untuk sampai ke rumah Rana, Rena menghela napas lega saat menyadari dirinya sudah hampir sampai. Dipandanginya jalan sepi yang di pinggirannya penuh pohon besar yang tumbuh dengan lebat. Daun-daun kering berserakan di jalan aspal. Rumah baru kakaknya memang berada di kompleks yang sangat asri. Bahkan terlalu asri menurut Rana.
Mobil terus melaju, berbelok ke kanan pada tikungan di depan, lalu berhenti setelah melewati beberapa rumah yang jaraknya tidak terlalu dekat satu sama lain. Untuk sesaat, Rena kagum dengan rumah yang dimiliki kakaknya. Memang tidak sebesar rumahnya, tapi ada sesuatu dari rumah itu yang membuat Rena tidak bisa berhenti memandangnya.
“Di sini ‘kan rumahnya?” tanya pria yang duduk di belakang kemudi. Pandangannya bolak-balik antara nomor rumah yang tertera di pagar kecil depan rumah dan Rena yang masih duduk di kursi belakang.
Rena tersadar, dengan cepat tersenyum.
“Iya, Pak. Di sini,” jawabnya.
Rena keluar dari mobil. Sopir tadi juga ikut keluar, membuka bagasi dan mengeluarkan koper Rena. Setelah membayar, Rena masuk ke pekarangan rumah bernomor 48 itu dengan langkah cepat, mengangkat koper ketika menaiki tangga teras.
Baru saja mau diketuk, pintu sudah dibuka dari dalam. Ternyata Rana mendengar suara mobil, dan benar saja, adiknya sudah datang. Dipeluknya Rena dengan erat, kembali mengingat betapa rindunya
dia pada adiknya itu.
“Sekarang Daffa gimana?” tanya Rena setelah lepas dari pelukan kakaknya.
“Dia baik-baik aja, tapi butuh waktu sampai kakinya sembuh. Sekarang dia ada di kamar, baru tidur. Ayo, masuk!”
Mungkin hanya perasaannya saja, ketika Rena masuk dia merasa hawa di dalam rumah berubah. Sinar matahari masuk melalui jendela, angin juga berembus sepoi-sepoi, tapi rasanya aneh. Seharusnya ruangan
itu memberikan nuansa cerah, bukan suram.
Mungkin karena Kak Rana lagi sedih,pikir Rena. Manusia memang kadang begitu, bisa memengaruhi suasana sekitar sesuai dengan perasaannya. Saat itu dia masuk ke rumah tanpa punya pemikiran buruk tentang rumah ini, meski dia merasa ada sesuatu yang mengganggu, entah apa.
“Kamar kamu di lantai atas, di depan kamar Daffa,” jelas Rana.
Mereka menaiki tangga menuju lantai dua. Di sana, tidak jauh dari tangga ada dua kamar yang pintunya saling berhadapan. Satu pintu terbuka, menampilkan isi kamar yang sepertinya baru saja dirapikan. Masih ada kardus-kardus yang terletak di samping tempat tidur. Sementara kamar yang satu lagi pintunya tertutup. Rena yakin itu kamar Daffa.
“Kakak baru sempat rapikan kamarnya tadi, nanti kakak beresin lagi.”
Rena menggeleng kuat, tidak setuju. “Gak usah, Kak. Nanti biar aku aja. Kak Rana pasti capek banget, malah belum ngurusin Daffa juga. Yang beginian sih bukan pekerjaan berat, aku juga bisa.”
Umur Rana dan Rena memang terpaut sepuluh tahun, meski begitu mereka berdua sangat dekat. Rana sangat menyayangi adiknya dan Rena sangat mencintai kakaknya. Rana tersenyum, lalu melirik ke
kamar Daffa, memberi isyarat kalau dia akan masuk ke sana.
Rena mengangguk, kemudian masuk ke kamarnya sendiri untuk menyimpan koper. Tadinya dia ingin ikut masuk ke kamar Daffa. Hanya saja dia mengingat kalau keponakannya itu masih tidur, Rena tidak mau mengganggu.
Diperhatikannya sekilas kamar yang akan di tempatinya itu. Di sisi yang berhadapan dengan pintu ada jendela besar. Rena mendekat dan membuka kaca jendela, membiarkan angin berebut masuk mengisi ruangan.
Kemudian dia mengambil koper dan membawanya ke arah lemari. Memindahkan pakaian-pakaiannya setelah selesai membersihkan sedikit debu yang ada di sana, lalu menyingkirkan kardus-kardus ke sudut ruangan.
Mendadak dari dalam kamar mandi terdengar suara air mengalir. Tidak sampai membuat Rena terkejut, tapi gadis itu jelas heran. Segera dia masuk, mematikan keran sambil memandangi benda itu dengan saksama.
Kerannya masih terlihat bagus dan baru, saat Rena memutarnya tadi, keran itu jelas tidak rusak. Jadi bagaimana keran ini bisa terputar, padahal tidak ada yang memutarnya? Tidak mungkin jika benda itu bergerak sendiri. Kepala Rena penuh dengan pertanyaan seperti itu.
Setelah beberapa saat tidak bisa menemukan jawaban, Rena akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu lagi dan keluar dari kamar mandi. Hal yang paling pertama dilihatnya saat berada di ambang pintu adalah cermin yang ada di samping lemari, karena cermin itu berada tepat di dinding di depannya.
Gadis itu berhenti mendadak, memandang cermin dengan kening berkerut. Hanya satu detik, tapi Rena benar-benar yakin kalau sebelumnya dia melihat ada sesuatu yang tertangkap oleh cermin itu. Dia tadi melihat pantulan dirinya, juga seseorang yang berdiri di belakangnya, atau setidaknya kelihatan seperti itu.
Rena tidak begitu yakin jika yang dilihatnya adalah orang, karena siluet itu menghilang begitu cepat. Namun jika
benar orang, maka dia adalah perempuan. Tiba-tiba Rena merasa seperti ada yang meniup tengkuknya, membuatnya menoleh dengan refleks.
Tidak ada siapa pun di sana, hanya tembok yang penuh tegel biru. Namun dia tahu kalau ada sesuatu di
depannya. Memang tidak terlihat, tapi ada. Rena merinding dan segera keluar dari kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
mampir ah bagus
2022-05-19
0
Rani
nah gw suka nih genre horror, serasa lg nonton film horror bgs banget
2020-08-12
5
iwanputra6
rapii nih tulisan, mantep
2020-04-16
2