Bagian 11

“Semenjak saat itu, rumah ini mulai berhantu.”

Tepat saat Dara mengatakan kalimat itu, Rena merasa ada sesuatu yang menyapu belakang lehernya. Seperti napas seseorang daripada embus angin. Dingin dan lembut, memberikan sensasi yang cukup membuatnya merinding.

Refleks dia menoleh ke belakang. Tidak ada siapa pun yang berdiri di sana, tentu saja. Dara yang menyadari tingkah Rena, ikut melihat ke arah yang sama. Keningnya berkerut sebentar, kemudian matanya melebar.

Dia tidak melihat apa-apa, tapi merasa kalau saat ini ada sesuatu yang berdiri di dekat mereka.

“Nah, udah ada yang nimbrung, ‘kan,” kata Dara berusaha terdengar konyol, agar suasana di sekitar mereka tidak menjadi menakutkan. “Gimana, mau lanjut denger, gak?”

Rena mengangguk. “Tentu aja. Kamu ‘kan belum cerita gimana sampai kakek kamu tahu semua cerita itu.”

Dara tersenyum samar sambil menghela napas pelan.

“Jadi, waktu itu ada salah satu pelayan yang katanya ngelihat arwah Sophie gentayangan di rumah, terus ada lagi yang bilang denger suara-suara mendiang majikannya itu ketawa-ketawa, ada juga yang bilang mimpi didatangi mendiang Sophie dan marah-marah. Pokoknya semua pelayan merasa udah diganggu sama si Sophie. Makin hari makan suram aja nih rumah. Karena bingung, Tuan William nyeritain semua ke ayahnya kakek dan minta solusi. Kakek gue juga ada di sana waktu itu. Nguping, sih. Kayaknya pas habis nguping pertama itu, kakek jadi punya hobi baru, nguping pembicaraan orang lain. Bukan hal yang sopan, sih. Kakek sendiri yang bilang ke gue kayak gitu.

“Oke, balik lagi ke ceritanya. Sorry, tadi ngelantur. Ayah kakek akhirnya kasih saran, nyuruh Tuan William bersihin makam Sophie dan ngedoain mendiang istrinya, tapi ternyata itu gak berhasil. Arwah si sophie ini malah menjadi-jadi. Dia beberapa kali ngerasukin para pelayan. Bahkan ada pelayan yang meninggal karena si Sophie ini. Karena gak tahan, Tuan William ninggalin rumah ini dan balik lagi ke Belanda. Dia pergi, tapi kisah rumah ini tetap terus ada.

“Banyak banget kejadian yang udah terjadi di sini, tapi gue gak tahu semuanya karena belum lahir. Nanya ke kakek pun jawabannya cuma, ‘Banyak sekali.’ Gitu doang. Yang gue ingat cuma kejadian pas gue udah lahir.

“Dulu pas gue masih kecil, sekitaran umur sepuluh tahun juga, ada yang udah beli dan nyoba nempatin rumah ini. Om-om, gue denger sih dia duda kaya, baru cerai dari istri dan nyoba tinggal sendirian. Nyoba kehidupan baru kali, tapi belum cukup seminggu tuh orang udah angkat kaki dari sini terus nyoba ngejual rumah ini lagi.

“Gue sama anak-anak sini ‘kan dari kecil udah dikasih tahu kalau rumah ini berhantu. Apalagi waktu itu gak ada yang nempatin dan penampilannya emang serem. Kadang kalau gue sama yang lain lewat sini mereka bakalan lari ketakutan, padahal gak ada penampakan apa-apa. Cuma takut aja, hawanya emang nakutin, sih. Tapi karena dari kecil gue udah tertarik sama hal ginian, jadi bukannya takut, gue malah penasaran. Setiap ada sesuatu yang terjadi di rumah ini, gue pasti bakalan selalu cari tahu.

“Bahkan pernah nih yah gue ke rumah ini malam-malam, sendirian pula. Kejadiannya waktu gue kelas satu SMP. Ada satu keluarga yang baru aja ninggalin rumah ini setelah dua minggu tinggal di sini dan ngejual rumah ini lagi padahal baru dibeli. Mereka gak ngomong alasan  mereka kenapa pindah gitu aja, tapi semua orang udah tahu. Rumah ini berhantu. Sayangnya waktu gue datang sendirian waktu itu, gue gak ngelihat apa-apa. Mungkin mereka gak mau munculin diri di depan orang kayak gue, takut kalah seram kali.”

Dara tertawa dengan leluconnya, tapi Rena tidak. Dia mendengar dengan baik setiap kata yang keluar dari mulut Dara dan semakin merinding.

“Udah banyak banget yang terjadi di sini. Gak heran kalau misalnya lo ngalamin sesuatu di rumah ini. Sebelum kakak lo pindah ke sini, bangunan ini udah kosong selama dua tahun. Makanya, waktu denger Marvin sama Arsya cerita kalau rumah ini udah ada yang nempatin dan mereka kenal salah satu penghuninya, gue langsung maksa buat ke sini.

“Bukan gue mau nakut-nakutin, yah. Jangan salah paham. Gue cuma mau lo tahu sejarah rumah ini. Bangunan kayak gimana yang lo tempatin sekarang dan apa aja yang ada di dalamnya. Dan jujur aja, sebenarnya gue pengen bantu lo buat tetap tinggal di sini.”

Rena terkejut, tidak menyangka Dara akan mengatakan hal itu. “Kenapa?” tanyanya akhirnya karena penasaran.

“Karena apa, yah? Gue cuma pengen suatu saat ada orang yang tinggal di rumah ini lagi dengan damai tanpa ada gangguan-gangguan dari makhluk halus atau semacamnya. Rumah ini dulu dibangun dengan baik-baik sama keluarga yang baik-baik juga. Yah, meski ada kejadian yang cukup tragis, sih. Rasanya kasihan kalau sampai sekarang rumah ini masih terus disebut rumah hantu. Karena itu gue pengen ngebantu lo buat jadiin rumah ini

tempat yang nyaman buat lo sama keluarga lo tinggali.”

“Tapi itu ‘kan gak gampang, Ra,” kata Rena, sudah mulai akrab dengan Dara. “Sejarah rumah ini panjang banget. Udah banyak kejadian seram yang terjadi di sini, seperti yang kamu bilang tadi. Ini tuh kayak kita lagi nyoba ngusir penghuni aslinya buat ninggalin rumah, kalau pengen tinggal dengan nyaman dan damai di rumah ini.”

“Jadi gimana? Lo mau cerita ke kakak lo apa yang barusan lo denger terus pindah dari sini? Gitu aja? Lo mau kayak keluarga-keluarga yang lain? Beli terus jual bangunan ini lagi? Gitu? Lagian, gak gampang itu bukan berarti mustahil, ‘kan? Hal yang susah, belum tentu gak bisa dilakuin.”

Rena tidak menjawab. Jujur saja, dia tidak ingin tetap tinggal di rumah yang penuh kisah kelam dan menakutkan. Namun, ada sedikit suara hatinya yang ingin membuat rumah ini menjadi tempat yang damai untuk keluarganya tinggali. Terlepas dari sejarahnya, Rena menyukai rumah ini. Bentuk bangunan, halaman yang luas, dan lingkungannya. Dia suka semuanya.

“Dengerin gue, Rena.” Dara memegang kedua pundak Rena dan menatap gadis itu dalam, pertanda dia mulai serius. “Keponakan lo, Daffa, baru aja jatuh dari tangga. Lo ke sini buat jaga dia, ‘kan? Kita sama-sama curiga penyebab jatuhnya Daffa itu karena sesuatu yang ada di sini. Lo mau ngebiarin mereka ngelukai keluarga lo terus pergi gitu aja? Seenggaknya, sebelum lo pergi dari rumah ini, lo harus ngelakuin sesuatu buat ngebalas perbuatan mereka ke Daffa.”

“Maksud kamu balas dendam gitu? Emang bisa? Mereka ‘kan makhluk yang … kamu tahulah. Ya mana mungkin.”

“Kedengarannya emang kayak balas dendam, tapi bukan itu tujuan utamanya. Tapi nunjukin kalau mereka gak bisa ngelakuin hal yang sama seperti yang pernah mereka lakuin dengan keluarga-keluarga sebelumnya. Nunjukin kalau

lo kuat dan bisa tinggal di rumah ini. Jujur aja, gue pengen di lingkungan ini gak ada lagi tempat yang nakut-nakutin orang sekitar dan nyebarin hawa negatif.”

Mereka diam untuk beberapa saat sebelum Dara kembali berbicara.

“Gue gak maksa lo, kok. Lagian yang ngejalanin semuanya itu ‘kan lo. Yang punya rumah juga kakak lo. Keputusan ada di tangan lo, entah itu lo mau pindah dari sini atau tetap milih tinggal. Gue sih cuma berharap lo mikirin lagi semuanya dengan baik, tapi yang perlu lo tahu, gue bakalan bener-bener bantu misalkan lo milih buat tetap tinggal.”

Terpopuler

Comments

serem 👀👀👀👀👀

2022-05-19

0

Yuan Dhinie

Yuan Dhinie

baca siang2 aja bikin merinding, ga sanggup klo baca ini pas tengah malem sendirian... 😖

2022-02-12

0

Ananda Trizna

Ananda Trizna

seremm ya

2021-10-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!