Bagian 9

Rena tidak tahu apakah keputusan mendengar cerita tentang rumah ini adalah keputusan yang baik atau sebaliknya. Bisa saja setelah mendengar ceritanya, bukannya lega karena mendapat kejelasan, dia malah ketakutan. Mendengar cerita seram tentang rumah yang sekarang ditempatinya, Rena benar-benar uji nyali. Namun, sudah tidak ada waktu lagi untuk berhenti. Tadi dia sudah mengatakan tetap ingin mendengarnya.

“Jadi, rumah ini dulunya ….”

“Kalian ngapain malah ngobrol di sini?”

Dara tidak melanjutkan kata-kata yang dia gantung agar dramatis tadi karena Marvin tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya. Dia berbalik dan mendelik sebal pada pemuda itu.

“Lo ngapain di sini?”

“Mau ke kamar mandi, terus ngelihat kalian berdua malah ngobrol. Ngebahas apa, sih?”

“Urusan cewek, lo mau tahu?” tanya Dara sewot.

“Gak usah, deh. Terima kasih. Tapi cepetan, gue haus, nih. Ngobrolnya nanti aja, bikinin minum dulu.”

“Lo  kok ngelunjak gitu? Ya terserah yang punya rumah lah mau bikinnya kapan. Rumah rumah dia, kok. Udah sana, pergi. Ngeganggu aja.” Dara mengusir Marvin dengan mendorong-dorong pelan tubuhnya.

Marvin memanyunkan bibir, lalu masuk ke kamar mandi yang terletak di samping dapur. Sepeninggal Marvin, Dara mengatakan kalau dia akan menceritakan semuanya nanti saja. Jika mereka cerita sekarang, Marvin akan tetap keluar dari kamar mandi dan pasti merecoki mereka.

Dan benar saja, meski mereka sedang membuat minuman, Marvin tetap mengganggu setelah keluar dari kamar mandi.

“Gue gak nyangka lo bisa masuk dapur juga, Ra. Kalau Rena sih wajar.”

Dara yang saat itu sedang berdiri di samping Rena yang mulai membuat jus menoleh dengan sebal.

“Maksud lo apaan ngomong kayak gitu?”

“Ya gak ada maksud apa-apa. Pengen aja.”

Rena melihat Dara ingin membalas Marvin lagi. Perdebatan mereka sepertinya tidak akan berhenti jika tidak ada yang melerai, karena Marvin dan Dara tidak terlihat ingin mengalah. Karena itu Rena memandang Dara dan bertanya, “Kalian emang selalu kayak gini?”

“Selalu, Ren.” Bukan Dara yang menjawab, tapi Marvin.

“Iya, karena lo?!” Dara tidak melirik pada Marvin ketika mengatakan itu.

“Kenapa malah gue? Berdua, dong. Kalau lo gak nanggapin gue, gue yah juga gak bakalan panjang-panjangin.”

Pada akhirnya Rena menyerah. Dia tidak bisa membuat dua orang itu berhenti berdebat.

Setelah minuman yang dibuatnya selesai, Rena keluar. Langsung meninggalkan Dara dan Marvin yang masih beradu tatapan mata. Mereka berhenti ketika sadar tidak melihat Rena lagi di dalam ruangan itu.

“Ada ribut-ribut apa di dapur?” tanya Arsya saat Rena meletakkan nampannya di atas meja.

“Marvin sama Dara.”

“Maklumin aja. Aku juga kadang kesel kalau mereka udah kayak gitu.”

Rena tidak mengatakan apa pun lagi, hanya tersenyum geli. Dia membayangkan seorang Arsya duduk di tengah-tengah Marvin dan Dara yang saling merecoki satu sama lain. Pasti tersiksa sekali. Entah kenapa dia malah merasa lucu dengan hal itu.

Baru saja Rena duduk di sofa, Marvin dan Dara muncul bersamaan. Sebelum mereka mengatakan apa pun, Arsya mulai angkat suara dan membangun percakapan yang lebih santai dan menyenangkan.

Rena ikut larut dalam percakapan itu. Bibirnya tidak berhenti tersenyum. Dia memang jarang sekali sedekat ini dengan siapa pun. Biasanya dia hanya mengobrol seperti ini dengan teman-teman sekampus yang sudah akrab betul dengannya, tidak dengan orang-orang yang baru dia kenal kemarin.

Ada sesuatu pada diri Arsya yang membuat Rena nyaman, Marvin yang walaupun konyol tapi tetap menyenangkan dan Dara … jujur saja Rena masih belum bisa menilai Dara. Gadis itu sangat misterius baginya.

Mendadak ponsel Rena berdering, telepon dari ayahnya.

“Aku angkat telepon dulu,” katanya lalu meninggalkan teman-teman barunya.

Setelah Rena sudah tidak terlihat, Dara langsung mendekati Daffa. Tersenyum kecil kemudian bertanya, “Daffa, kakak mau tanya sesuatu boleh?”

Marvin hanya melirik Dara, merasa geli mendengar nada suara Dara yang dihalus-haluskan, tidak seperti biasanya.

Daffa membalas tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil. “Boleh,” jawabnya.

Dara mengambil napas sebentar. “Kemarin waktu Daffa jatuh dari tangga ….” Ada jeda panjang dalam kalimatnya, seolah Dara menimbang-nimbang akan mengatakan itu atau tidak. Setelah beberapa saat berpikir, Dara akhirnya memilih untuk tetap bertanya, “Daffa bisa cerita bagaimana kejadiannya?”

Daffa terdiam, mengingat-ingat kembali. Dara sebenarnya merasa tidak enak harus mengingatkan Daffa pada kejadian itu, apalagi ketika melihat wajah polos Daffa. Namun, dia tetap ingin tahu. Ingin memastikan sesuatu.

“Daffa lagi ngegambar di kamar, terus dengar mama manggil. Daffa langsung keluar kamar, tapi mama udah gak ada. Daffa turun ke tangga, terus jatuh,” jelas anak itu dengan kalimat-kalimat pendek.

Dara kelihatan tidak puas dengan jawaban yang diberikan Daffa. Baginya itu tidak menjelaskan sesuatu tentang hal yang dicurigainya.

“Jadi begitu ….” Dara mengangguk-angguk kecil seolah mengerti. “Terus Daffa gak ada ngerasa sesuatu yang aneh, gitu? Atau mungkin ngeganggu Daffa.”

“Aneh?” Daffa mengernyit. Anak itu terlihat bingung.

“Dia gak ngerti, Ra,” sahut Arsya. “Gak usah ditanya-tanya lagi.”

Dara sebenarnya masih penasaran, tapi dia juga tidak ingin memaksakan kehendak untuk terus menanyakan hal yang tidak dimengerti oleh anak berumur tujuh tahun itu. Baru saja Dara ingin kembali ke tempat duduknya, ketika Daffa kembali buka suara.

“Daffa jatuh karena tangganya licin. Daffa juga gak hati-hati. Teman mama ngelihat Daffa terus.”

“Teman? Jadi waktu itu Daffa gak sendiri?”

Daffa mengangguk. “Mama gak ada di dalam rumah, tapi teman mama duduk di sini.” Daffa menunjuk sofa di tempat Arsya duduk.

“Daffa kenal sama teman mamanya?” tanya Arsya. Sepertinya dia mulai penasaran.

“Gak, Kak. Daffa gak kenal, tapi teman mama cantik. Bajunya bagus.”

Lagi-lagi kalimat anak itu tidak menjelaskan apa pun bagi Dara. Bisa saja wanita yang Daffa lihat memang benar teman mamanya. Kalau begitu kecurigaannya tidak terbukti, hanya sekadar firasat saja.

Rena datang kemudian, heran melihat Dara sudah berjongkok di dekat Daffa dengan muka serius.

“Maaf lama, tadi ayah nelepon—eh, kalian ngapain?”

“Gak, cuma nanya-nanya aja sama Daffa,” jawab Dara lalu kembali duduk di dekat Arsya.

“Tante, Kak Arsya tadi ngajak Daffa jalan-jalan, boleh?” tanya Daffa kemudian.

“Kapan?”

“Sekarang.”

“Tapi kamu ‘kan belum bisa jalan, mesti dibantu dulu, ‘kan.”

“Karena itu aku mau ngajak dia jalan-jalan, soalnya tadi Daffa bilang kalau bosan banget di rumah. Di dekat sini aja. Aku gendong, kok.”

“Iya, deh. Gak apa-apa.”

“Hore!”

Arsya berdiri dan langsung menggendong Daffa di punggungnya. Mereka semua keluar, tapi hanya Arsya dan Daffa yang pergi.

“Gak sopan,” celetuk Marvin.

Rena menoleh padanya dengan pandangan heran.

“Arsya, gak sopan. Dibikinin minum malah pergi.”

Ternyata karena hal itu. Rena tertawa kecil. Ada-ada saja.

“Mereka ‘kan bakal balik lagi. Nanti bisa minum, dong.”

“Kalau gitu gue juga mau pergi. Nanti aja minumnya.”

Rena tidak sempat mengatakan apa pun, karena Marvin dengan cepat berlari, menyusul Arsya dan Daffa yang sudah berada di jalanan. Tinggal mereka berdua, Rena dan Dara. Ini saat yang tepat untuk mendengar cerita itu, tapi sebelum Rena bicara, Dara sudah lebih dulu angkat suara.

“Lo datang ke sini pas Daffa udah jatuh, ‘kan?”

Kening Rena berkerut. “Iya, emangnya kenapa?”

“Jadi waktu Daffa jatuh dari tangga lo gak ada. Cuma kakak lo sama temennya.”

“Temen? Waktu itu Kak Rana lagi beres-beres, jadi gak sempat merhatiin Daffa. Kak Rana bilang kalau dia gak bawa temen. Kak Rana sendirian di rumah waktu Daffa jatuh.”

“Eh, beneran?”

Terpopuler

Comments

Titus Adjust

Titus Adjust

bagus ceritanya..langsung ngena..😊😊

2020-05-17

3

iwanputra6

iwanputra6

wah ikutan merinding, penggambaran ceritanya bagus, seolah nggerasa bayangin langsu didlm cerita. lanjut thorrr

2020-04-16

3

Fofi Linda Agrosa

Fofi Linda Agrosa

bagus bgt ceritanya,

2020-04-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!