Tuduhan dan Hukuman

Istana Stjärnor

Hampir dua puluh menit semenjak mereka meninggalkan kediaman Arakawa, kini kereta yang mereka tumpangi mulai menurunkan kecepatan dan berhenti di depan istana megah dengan permata berkilau bagaikan lautan bintang. Sebelum para pengawal menarik Saciel keluar, Julian membuka pintu dan menurunkan gadis itu dengan lembut.

“Kalian bisa mati kalau bertingkah seenaknya pada pewaris sah Duke Arakawa, jadi mundurlah,” ujar Julian sembari mengulum senyum menenangkan. Sang kapten bergegas maju dan merebut Saciel dengan paksa.

"Dia masih merupakan tersangka, Marquess Zografos. Jangan memperlakukannya seperti tuan putri atau dia akan terbiasa dimanja,” tegur kapten ketus. Yang ditegur hanya tertawa renyah dan melepaskan gadis itu.

“Kau benar sekali, Kapten. Baiklah, kalau begitu sampai di sini saja kebaikanku untukmu, Nona Arakawa. Kita akan berjumpa di dalam,” ujar Julian sembari berjalan memasuki istana, disusul para pengawal yang menyeret Saciel masuk. Gadis itu hanya diam, namun mata emasnya terus menelisik setiap wajah yang menggiringnya dengan tatapan kalem. Mereka memasuki aula besar, di mana para tetua telah menanti dengan wajah ditekuk. Seorang pria berambut cepak sehitam bulu gagak dengan tahi lalat menghiasi ujung atas bibirnya dan sepasang mata segelap lautan dalam duduk tenang pada singgasana yang cukup bersih untuk ukuran istana tak berpenghuni. Ia menyeringai.

“Sudah lama tidak berjumpa, Saciel Arakawa. Sejujurnya, aku tidak mau melakukan ini, tapi para tetua memaksaku,” ujarnya tenang, namun Saciel menangkap nada kesal terselip di dalam setiap katanya.

“Halo, Duke Requiem. Semakin hari kau semakin tua, ya? Bahkan kantong matamu makin mengerikan,” ujar Saciel dingin. Sang duke tertawa nyaring, setitik air mata tertahan di pelupuk mata.

“Kau lupa aku ini memang sudah berumur? Putri kecilku, kau benar-benar berbisa. Meski begitu, sepertinya aku harus memperhatikan perkara kantong mataku. Mari kita mulai sidangnya,” ujarnya. “Berlutut.”

Tenaga tak kasat mata mendorongnya jatuh berlutut tepat di depan mereka, ia tak mampu menahan diri untuk tidak mengerang karena tekanannya cukup untuk menyakiti kedua lututnya. Ia perlahan mengangkat wajahnya agar ia bisa melihat jelas para tetua dan Duke Requiem.

“Anak pintar. Jadi, bisa ceritakan padaku apa keonaran yang dia buat?”

“Jangan bertingkah seolah-olah kau tidak tahu, Leo Requiem. Kau sudah mendengarnya sebelum memasuki ruangan ini dan turunlah dari singgasana. Tempat itu tidak pantas untuk penyihir mati sepertimu,” cela Tetua Erika. Leo melirik pada wanita tua itu.

“Pertama, tolong jangan lupakan gelarku. Panggil aku Duke Requiem, Tetua Erika. Kedua, kau benar soal singgasana, tapi tolong jangan memanggilku dengan sebutan itu. Anda bisa dihukum, lho. Para tetua tidak ada apa-apanya denganku yang anggota…ah, bukan, pemimpin Seven Eternal Wizards,” ujarnya mengingatkan. Tetua Erika menggigit bibir bawahnya dengan kesal.

“Bibir Anda bisa berdarah, lho. Oh iya, sampai di mana pengadilan ini?”

"Tunggu sebentar, di mana Phillip Arlestine?” tanya Tetua Yorktown.

“Julian?”

“Mohon maaf, Duke Requiem. Aku tidak membawanya kemari karena saat ini kondisi Tuan Muda Arlestine tengah kritis akibat hukuman dewa,” jawab Julian. Para tetua dan juga beberapa pendeta senior terkejut mendengarnya, namun tidak bagi Tetua Erika. Ia terlihat senang dan bergairah mendengarnya hingga membuat Saciel muak dan nyaris memberontak jika seorang prajurit tidak menahannya. Leo bersiul.

“Turut berduka mendengarnya, tapi dengan begitu ia tidak perlu dihukum. Sekarang hanya tinggal dirimu saja, Saciel. Saksi, silakan katakan semua yang kau lihat,” ujar Leo kalem. Pendeta tua yang Saciel lawan saat di kuil maju dan memaparkan semuanya, namun ia tidak menyinggung soal alat buatan alkemis yang dihancurkannya.

"Apa kau yakin itu saja yang ingin kau laporkan?” tanya Lao sembari memainkan sebuah bola jiwa yang ia ambil dari balik pakaiannya. “Kurasa kalau hanya itu aku tidak perlu hadir dan pengadilan ini bisa diakhiri dengan hukuman ringan.”

"Hanya itu saja, Duke Requiem. Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda,” balas pendeta tua hati-hati. Lao menguap bosan dan melempar sesuatu hingga mendarat di kaki sang pendeta tua yang pucat pasi.

“Mungkin kau bisa jelaskan padaku soal benda ini. Kebetulan aku menyuruh salah seorang bawahanku menyelinap dan menemukan ini di ruang tamu. Jadi…apa ini dan kenapa benda ini juga ada di kamar sang Pendeta Agung?” tanyanya dingin, kini tatapan santainya mulai menggelap seiring rasa jijik tampak di wajahnya.

“Benda ini juga ada di kamar Cerlina katamu? Kurang ajar! Itu penghinaan!” sahut Saciel. Lao mengerling.

“Tutup mulutmu. Aku tidak mau diganggu,” ancamnya. Saciel mengatupkan bibir, sedikit takut dengan pria kepala empat di depannya yang terlihat berbeda dari biasanya. Julian tertawa kecil dan membungkuk, lalu berbisik.

“Jangan cemas, kau akan baik-baik saja.”

Saciel hanya melirik sejenak, lalu kembali fokus pada sang pendeta tua yang kelu di hadapan Lao. Keringat dingin perlahan mengalir di pelipisnya yang berkerut akibat usia lanjutnya. Lao bangkit dari singgasana dan berjalan mendekat, mengambil benda tersebut lalu menunjukkannya sedekat mungkin pada pendeta tua.

“Benda ini belum terdaftar di daftar alat sihir yang diperbolehkan di Careol. Di mana kalian mendapatkannya, hm?” tanya Lao. Pendeta tua itu menggelengkan kepala.

“Duke Requiem, perkara kita hanya berpusat pada Saciel Arakawa. Kesampingkan urusan benda konyol itu,” tegur Tetua Yorktown. Lao memutar tubuh tegapnya dan memicingkan mata pada Tetua Yorktown, kilat amarah terpercik dari kedua bola matanya.

“Urusan benda konyol, katamu? Kudengar Saciel Arakawa merusak properti kuil, tapi pendeta tua di sana tidak menyebutkan properti apa saja yang dihancurkan olehnya. Jadi, kau ingin bilang benda ini bukan milik kuil?” cecar Lao. Sang pendeta tua mundur selangkah, mulai takut melihat pria itu marah, sementara Tetua Yorktown tetap tenang di posisinya.

"Apa kau ingin menuduh kami memberikan laporan palsu padamu, Duke Requiem?” tantang Tetua Yorktown. Lao diam sejenak dan tertawa, tawa palsu yang mengerikan dan kosong. Ia melempar alat kecil itu seperti mainan dan menarik kerah pendeta tua dengan kasar.

“Aku sudah memutuskan. Kau dan Saciel Arakawa akan mendapat hukuman. Untukmu, kurasa hukuman penjara selama sebulan cukup?” ujar Lao. Sang pendeta tua tersentak.

“Duke, kenapa saya juga dihukum? Bukankah gadis terkutuk itu sudah mengacau di kuil bersama dengan temannya? Apa salah saya?” protes pendeta tua.

“Kau memalsukan…ah, lebih tepatnya mengurangi laporan yang seharusnya kau katakan padaku. Seharusnya kau berterima kasih aku tidak menghukum berat atas kesalahanmu. Atau…mungkin kita bisa menggeledah kuil untuk membahas dosa tersembunyi kalian?” ancamnya santai. Sang pendeta tua menggeleng dan jatuh berlutut, tubuhnya sudah tidak sanggup menerima siksaan mental dari sang pemimpin Seven Eternal Wizards. “Bawa dia ke penjara dan kirim surat untuk Pendeta Agung.”

Setelah prajurit menyeret pendeta tua itu meninggalkan aula, Lao kembali fokus pada sang gadis muda yang masih berlutut. Wajahnya mulai menyiratkan rasa lelah, tubuh langsingnya gemetar akibat rasa kesemutan yang menjalar dari lututnya.

“Kau akan menjadi tahanan rumah selama tiga bulan dan denda sebesar 2 juta Furst,” putus Lao. “Untuk Phillip, kurasa denda senilai 2 juta Furst bukan apa-apa. Hukuman dewa sudah dijatuhkan atasnya, jadi itu sudah lebih dari cukup.”

"Apa katamu? Hukumannya hanya itu saja? Kesalahan dia cukup fatal dan kau hanya menghukumnya dengan menjadikannya tahanan rumah?” protes Tetua Boldstone. Lao mengangkat bahu dan nyengir.

“Itu hukuman terbaik yang bisa kuberikan padanya. Lagipula, kasusnya terlalu remeh. Sidang selesai, kalian bisa pergi. Bawa Saciel kembali ke rumahnya dan berikan surat untuk Marquess Arlestine. Kuyakin beliau akan sangat terkejut mengetahui putra tunggalnya bekerja sama dengan nona bandel ini,” balas Lao. “Dan sebaiknya kau berhati-hati, karena aku sudah mendengar rumor aneh tentang kalian dan kuil.”

"…mari kita pergi. Urusan kita sudah selesai,” ajak Tetua Erika kalem, sembari meninggalkan aula dengan urat berkedut di pelipisnya. Para tetua satu per satu mengikutinya, meninggalkan Saciel, Julian dan Lao. Sebelum para prajurit membawa Saciel, Lao mengangkat tangannya.

"Ah, tinggalkan kami sejenak. Ada sesuatu yang harus kubahas dengannya," titahnya. Setelah para prajurit pergi, Lao melepaskan kutukannya dan membantu Saciel berdiri.

“Seharusnya kau jadi anak baik dan diam di rumah, bukannya bikin onar sebelum festival. Aku benar-benar tidak habis pikir,” keluh Lao. “Cerlina sudah mengurus Phillip, kan?”

"Dia baru saja selesai menyucikannya, jadi dia akan baik-baik saja," celetuk Julian. Lao mengangguk dan menghela napas, wajahnya mulai terlihat lelah.

"Kau tahu kan aku tidak bisa terus-terusan melindungimu? Para tetua bisa saja memanfaatkan situasi ini untuk menjatuhkanmu dari Seven Eternal Wizards dan juga gelar yang seharusnya kau wariskan,” ujarnya menasehati. Saciel memutar bola matanya.

"Kau bisa berhenti melindungiku, Lao. Aku sudah tidak membutuhkan perlindunganmu maupun Seven Eternal Wizards sejak perang itu. Aku hanya hidup untuk melindungi Cerlina dan pegawaiku. Jika kau berkenan, kau bisa mencabut hak istimewaku…"

"Gadis bodoh, mana mungkin aku melepasmu dari keanggotaan itu? Kuyakin arwah Duke Arakawa bakal menghantuiku seumur hidup,” tolaknya sembari memeluk diri sendiri akibat rasa takut akan dihantui oleh almarhum seniornya. “Meski kau berkhianat sekalipun, aku tidak akan melakukannya.”

"…aku mau pulang. Mana keretaku?” ujar Saciel malas. Lao mengendikkan bahu, lalu berpaling pada Julian yang asyik bermain dengan sulur dari balik lengan bajunya. Yang ditatap langsung mengulum senyum dan membuat gerakan untuk mengikutinya ke luar. “Bentar, tak bisakah kau melepaskanku?”

"Tidak bisa, Cantik. Kau bisa saja kabur saat kubawa pulang. Walau…kuyakin kau bisa melakukannya sendiri," tolak Julian sembari menatap Saciel dengan kilat isengnya. Saciel kembali memutar mata dan berjalan mengikuti Julian keluar dari aula. Para prajurit langsung bergegas mendekat dan mengawal gadis itu dengan tatapan datar, meski masih ada beberapa dari mereka memasang ekspresi jutek. Saciel hanya santai menanggapi situasi, meski ada rasa untuk memukul mereka sekali saja. Setelah keduanya masuk ke dalam kereta, Julian kembali bersuara.

"Apa yang kau tahu soal demi human?”

“…ras terhebat di Ceshier dengan kepemimpinan monarki. Kenapa?” balas Saciel.

“Hmm ada rumor mengatakan penerus tahta mereka diculik dan saat ini berada di Respher,” celetuk Julian. Saciel melirik pria flamboyan itu dengan tatapan menyelidik.

“Kau ingin aku melakukan apa terhadap mereka? Toh, bukan urusan kita,” balas Saciel. Julian tertawa kecil dan memainkan sekuntum dahlia merah di tangannya.

“Mungkin saja kau tertarik untuk menolong mereka?”

Terpopuler

Comments

@aini*_Thalita

@aini*_Thalita

semangat Thor
salam dari Carlos'Revenge

2021-05-25

0

Dewi Masita

Dewi Masita

k

2021-03-04

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Kisah Sang Penyihir Muda
3 Sisi Gelap Kuil Oorun
4 Tuduhan dan Hukuman
5 Penculikan dan Kabur
6 Terdampar
7 Pertemuan
8 Festival Matahari Merah dan Rumor
9 Penyelamatan
10 Drama di Chasata
11 Sang Kegilaan Phoenix
12 Taruhan Maut
13 Kematian sang Marquess Phoenix
14 7 Eternal Wizards
15 Perburuan
16 Duchess Rosemary and Lady Schariac
17 Play with Fire
18 Penghuni Hutan Suci
19 The Alpha Dragon
20 The Elf Territory
21 The Tamer
22 Phyton Wizard
23 Hellhound
24 Dying
25 Quarrel and Memories
26 Nightmare of a Witch
27 Sang Pengintip Ramalan
28 Taming the Monster
29 A New Contract
30 Menyusun Rencana
31 Archolen dan Alkemis
32 Cerita Lama
33 Permulaan
34 Tabir Neraka
35 Alkimia
36 Sang Marchioness dari Mizuki
37 Kegagalan
38 Adu Tanding
39 A Strange Kid
40 Primordial God of Sea, Pontus
41 Akhir Perdebatan
42 Penyusup
43 Cobaan Dewa Primordial
44 Game On
45 Menghilang
46 Broken Rules
47 Ilmol Hwangmok
48 Sudden Request from Ceshier
49 Tsar and Tsarina Ata Lafoia
50 Chaos
51 Another Monster
52 Portal dan Penyerangan
53 The Half God, Vatra
54 Awal Perang
55 Kangen
56 Kiss Under the Moonlight
57 Broken
58 Dewa Oorun
59 Father and Son
60 Anggrek Onyx
61 Burden
62 Depression
63 Secret Recipe
64 Desperate
65 The Rebirth of Tania Schariac
66 Betrayal
67 Kesibukan Calon Putri Mahkota
68 Ramuan
69 Keluar dari Penjara
70 Revolution
71 Wishes and Hopes
72 Before Coronation
73 The Coronation
74 Step One
75 Empress' Trial
76 Ceshier in Danger
77 Dancing Devil
78 Death vs Death
79 Funeral, Pain and Healing
80 Dilemma
81 Execution
82 A Small Fight
83 Leisure Day
84 Step Two, On Fire
85 Gorgon's Curse
86 Festival of Death
87 Perseteruan
88 Hidden Card
89 Lolos
90 The Dying Avant Heim
91 Cerlina and the Alpha Dragon
92 The Axe of Minotaur
93 Pencarian
94 Show Off
95 Jalan Buntu
96 Puzzle
97 The New Spring
98 Mirror
99 Conceal the Power
100 Temporary Solution
101 Langkah Terakhir
Episodes

Updated 101 Episodes

1
Prolog
2
Kisah Sang Penyihir Muda
3
Sisi Gelap Kuil Oorun
4
Tuduhan dan Hukuman
5
Penculikan dan Kabur
6
Terdampar
7
Pertemuan
8
Festival Matahari Merah dan Rumor
9
Penyelamatan
10
Drama di Chasata
11
Sang Kegilaan Phoenix
12
Taruhan Maut
13
Kematian sang Marquess Phoenix
14
7 Eternal Wizards
15
Perburuan
16
Duchess Rosemary and Lady Schariac
17
Play with Fire
18
Penghuni Hutan Suci
19
The Alpha Dragon
20
The Elf Territory
21
The Tamer
22
Phyton Wizard
23
Hellhound
24
Dying
25
Quarrel and Memories
26
Nightmare of a Witch
27
Sang Pengintip Ramalan
28
Taming the Monster
29
A New Contract
30
Menyusun Rencana
31
Archolen dan Alkemis
32
Cerita Lama
33
Permulaan
34
Tabir Neraka
35
Alkimia
36
Sang Marchioness dari Mizuki
37
Kegagalan
38
Adu Tanding
39
A Strange Kid
40
Primordial God of Sea, Pontus
41
Akhir Perdebatan
42
Penyusup
43
Cobaan Dewa Primordial
44
Game On
45
Menghilang
46
Broken Rules
47
Ilmol Hwangmok
48
Sudden Request from Ceshier
49
Tsar and Tsarina Ata Lafoia
50
Chaos
51
Another Monster
52
Portal dan Penyerangan
53
The Half God, Vatra
54
Awal Perang
55
Kangen
56
Kiss Under the Moonlight
57
Broken
58
Dewa Oorun
59
Father and Son
60
Anggrek Onyx
61
Burden
62
Depression
63
Secret Recipe
64
Desperate
65
The Rebirth of Tania Schariac
66
Betrayal
67
Kesibukan Calon Putri Mahkota
68
Ramuan
69
Keluar dari Penjara
70
Revolution
71
Wishes and Hopes
72
Before Coronation
73
The Coronation
74
Step One
75
Empress' Trial
76
Ceshier in Danger
77
Dancing Devil
78
Death vs Death
79
Funeral, Pain and Healing
80
Dilemma
81
Execution
82
A Small Fight
83
Leisure Day
84
Step Two, On Fire
85
Gorgon's Curse
86
Festival of Death
87
Perseteruan
88
Hidden Card
89
Lolos
90
The Dying Avant Heim
91
Cerlina and the Alpha Dragon
92
The Axe of Minotaur
93
Pencarian
94
Show Off
95
Jalan Buntu
96
Puzzle
97
The New Spring
98
Mirror
99
Conceal the Power
100
Temporary Solution
101
Langkah Terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!