Julian menghela napas dan mengelus bunga mawar merah di hadapannya dengan tatapan sayu. Hati-hati dicabutnya kelopak terluar yang busuk dan membuangnya ke tempat sampah, lalu berbalik menghadap jendela besar yang mengarah ke kebun penuh dengan beragam bunga yang didominasi warna merah.
“Tuan, Duke Requiem datang,” ujar kepala pelayan sembari memberi hormat.
“Kuharap orang itu bisa kuusir saja,” keluhnya lirih. “Aku akan segera ke sana.”
Setelah kepala pelayan pergi, Julian mengambil setumpuk kertas di meja kerja yang dipenuhi beragam buku dengan berbagai bahasa, lalu berjalan menuju ruang tamu dengan langkah berat. Suasana hatinya makin kacau ketika ekspresi kesal bercampur lelah terpatri di wajah Lao. Pria berumur 43 tahun itu berpaling dan mengulum senyum tipis yang tentu saja menurut Julian palsu. Setelah dirinya duduk, Lao menumpukan satu kaki di atas kaki lainnya dengan tatapan tajam.
“Vristhi dan Tania gagal.”
“...Lao, aku sudah tahu meski kau tidak memberitahuku. Tapi apa yang ingin kau bicarakan di sini?” balas Julian.
“Berarti kau tahu jika Vristhi melanggar sumpah?” tanyanya frustrasi. Julian terdiam sejenak, lalu mengangguk. Lao mengacak-acak rambutnya dengan kasar dan menghela napas keras.
“Dewa Oorun, kenapa kau tidak cabut saja nyawaku?” keluhnya sembari menggebrak meja, bibir bawahnya digigit hingga berbekas dan rona wajahnya sedikit pucat. “Belum selesai urusan demi human dan Saciel, Vristhi malah menambah keributan. Beruntung ia melaporkan semuanya di rumahku, kalau tidak bisa-bisa kejadian ini akan dimanfaatkan oleh para tetua busuk itu.”
“Kalau Cerlina sampai dengar, aku yakin dia akan langsung melayangkan gugatan atas tuduhan penggunaan sihir terhadap mantan kepala keluarga yang telah wafat,” celetuk Julian sembari menghela napas. Lao mendengus.
“Tanpa kau beritahu pun aku juga paham. Kalau Saciel sudah pulih, kuyakin dia bakalan koar-koar soal ini.”
“...apa kau berniat mengubur perkara Vristhi?” tanya Julian. Lao mengangguk. “Dan kau siap untuk berperang dengan keluarga Arakawa? Mereka punya sejarah panjang, dukungan keluarga militer yang kuat serta menguasai industri dan teknologi. Kau yakin ingin mengubur masalah ini?”
“...ya,” jawabnya lelah. Julian memijit pelipisnya, mencoba menenangkan diri sembari menyusun kata-kata yang bisa diterima dua pihak, namun pikirannya buntu. tangannya yang memegang dokumen nyaris meremasnya hingga menjadi bola.
“Lalu bagaimana kau menguburnya jika saksinya masih ada?” tanya Julian. Lao kembali terdiam. “Mungkin Saciel saat ini tidak akan bisa bersaksi, tapi Phillip masih bisa mengajukan diri sebagai saksi dan memberitahu Cerlina.”
“...Julian, terkadang kita menjadi gila demi seseorang yang berharga untuk kita. Terima kasih sudah membuatku sadar, tapi aku ingin mengesampingkan situasi ini dan fokus pada Saciel. Apa itu masih bisa diusahakan?”
“Bisa jika kau meminta Saciel,” balas Julian.
“Akan kuusahakan. Jadi bagaimana hasil penyelidikanmu tentang kamera pengintainya?”
“Kita bisa mulai dengan mencari nama Aaron dari Ceshier. Hanya itu petunjuk yang kudapat saat ini. Sialnya, Phillip cukup berhati-hati dengan kemampuanku,” balas Julian sembari memberikan dokumennya. “Tapi aku sudah membuat daftar alkemis yang patut dicurigai.”
“Meski sudah ada daftar sekalipun, ini masih terlalu banyak. Tidak bisakah kau meringkasnya menjadi sepuluh orang?” tanya Lao sembari membolak-balik laporannya dengan muka tidak terima.
“Sedang kuusahakan.”
Phillip tengah menghapus keringat yang membasahi wajah Saciel. Sudah 4 jam berlalu setelah pertarungan itu, tapi tidak ada tanda-tanda penyihir berambut merah itu akan membuka mata. Kezia terlihat gelisah di sisinya, sesekali merengek memanggil namanya agar ia bangun dan mengelusnya. Max masuk dengan sebaskom air dingin dari danau.
“Masih belum sadar?”
“Belum. Kalau begini terus perjalanan kita akan tertunda lebih lama,” jawabnya. Max menurunkan pandangannya pada Saciel.
“Apa mungkin ada masalah pada aliran mana miliknya?” celetuknya. Phillip berpaling.
“Kau bisa melihat aliran mana?”
“Sayangnya tidak, tapi Nero bisa. Maka dari itu, sebaiknya kita menemukan dia dulu agar bisa membantunya.”
Seekor burung elang laut steller terbang memasuki tenda dan bertengger di atas kepala Sky. Di pundaknya terdapat sebuah tas kecil dengan pita merah di ujungnya. Phillip bergegas menghampiri elang tersebut, mengeluarkan secarik kertas kosong dari tas itu.
“Apa-apaan itu? Kertas kosong?” tanya Max heran. Phillip hanya diam, mengaliri kertas itu dengan petir hingga sedikit demi sedikit tulisan muncul.
“Wah, keren!” sahut Kezia.
“Hus, anak kecil diam dulu,” tegur Max. Phillip membacanya sekilas dan membakarnya menjadi abu, lalu berpaling pada Max.
“Kita akan segera pergi dari sini, tapi sebelum itu pinjamkan telingamu,” ujarnya. Max mengerutkan kening, namun ia menurunkan kepalanya agar Phillip bisa berbisik di telinga serigalanya. Ekornya langsung tegak dan wajahnya tegang.
“Kau serius?”
“Kuharap aku bisa mengatakan tidak, tapi informanku mengatakan sebaliknya. Waktu kita tidak banyak,” ujar Phillip sembari memijit kepalanya. “Huf, terpaksa harus korban mana.”
Ia menarik Max untuk mendekat ranjang Saciel dan meletakkan Sky di atas ranjang bersama Saciel. Sebelum Phillip membuat lingkaran sihir, cengkraman erat mengagetkannya. Ia melihat ke bawah dan mendapati Saciel sudah membuka mata dan tersengal.
“Tunggu, jangan tinggalkan tempat ini dulu. Ada…yang harus kita temui,” ujarnya lirih.
“Waktu kita tidak banyak, Saciel. Aku sudah menemukan lokasi Nero dan kita harus segera mengejarnya,” tolak Phillip.
“Kumohon, ada sesuatu di sini. Kita harus menemuinya,” ujar Saciel keukeuh, membuat yang lain heran akan sikapnya. Phillip menghela napas dan menggenggamnya.
“Dia itu siapa?”
“...penghuni Hutan Suci.”
Ketiga orang tersebut diam, entah bagaimana merespon wanita yang baru saja sadarkan diri dan mengatakan hal yang cukup membingungkan. Phillip menepuk pipinya pelan, lalu mengangguk.
“...kau ngelantur apa? Memangnya ada penghuni di hutan yang seram ini?” balas Max.
“Kau tidak dengar…suara geraman yang ada di hutan?” tanya Saciel.
“Kak, tidak ada suara apapun di hutan,” sahut Kezia bingung. Sebelum Saciel menjawab, seorang wanita dengan rambut perak digelung rendah dengan pakaian pelayan semata kaki berdiri di depan pintu dan memberi hormat.
“Selamat datang, para tamu sekalian,” sapanya. Semua langsung berpaling dengan tatapan ngeri bercampur kaget.
“Siapa kau? Bagaimana bisa kau masuk ke wilayah ini?” tanya Max sembari menarik sabitnya dengan tatapan garang. Wanita itu hanya tertawa kecil.
“Saya Parvati, pengurus wilayah ini dan mantan pelayan kekaisaran Careol. Saya mendengar dari teman saya ada tamu tak diundang di wilayah ini, jadi saya mengecek dan mengetahui rombongan ini cukup unik,” jawabnya tenang.
“Teman?” tanya Max heran. “Di tempat terpencil ini pun kau punya teman?”
“Anda semua akan terkejut melihatnya,” ujar Parvati sembari berjalan keluar, disusul rombongan unik yang mematung melihat beberapa naga besar berdiri menunggu di depan kemah dengan tatapan datar.
“Demi Dewa Aegis, temanmu naga?” tanya Max.
“Mereka adalah penghuni asli tempat ini, naga kristal Oorun. Dan saat ini sang alpha sudah berdiri di depan Anda semua,” ujar Parvati riang.
“Salah satu dari mereka?” tanya Kezia sembari menunjuk salah satu naga di depannya. Parvati tertawa kecil dan mengarahkan telunjuknya ke atas, diikuti semua mata dan wajah rombongan itu makin pucat melihat sepasang mata besar berwarna hijau kebiruan sebesar kira-kira dua kali lipat ukuran perisai berdiameter 50 centimeter tengah menatap mereka.
“...kau bilang ini tadi apa? Naga alpha? Bagaimana bisa makhluk sebesar itu tinggal di hutan ini?” tanya Phillip disela kekagetannya.
“Semua naga yang ada di sini berada dalam perlindungan Dewa Oorun sehingga perisai pelindung akan menutupi mereka agar tidak terlihat dari luar hutan dan orang asing. Kurasa nona yang di sana sudah melihat salah satu naga,” paparnya sembari menunjuk Saciel. Mereka berpaling dengan tatapan tidak percaya.
“Kenapa kau tidak bilang apa-apa?” tanya Max dengan garang.
“Kau kan tidur, mana mungkin kubangunkan? Lagian kalaupun kau kubangunkan, apa yang bisa kau lakukan melawan naga?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments