Max tidak menjawab, melainkan membuang muka agar Saciel tidak melihat serabut merah perlahan mengisi wajahnya akibat rasa malu. Phillip masih terdiam, tubuhnya kaku dan tatapannya masih jatuh pada sepasang mata naga alpha yang berkedip. Saciel menepuk pelan bahunya.
“Hei, sadarlah. Selama kau tidak bertingkah, kurasa dia tidak akan membunuh kita. Tapi…naga alpha ini memang terlalu besar, sih. Kalau ada alpha, berarti ada omega dong?” ujar Saciel. Parvati menggelengkan kepala.
“Dunia naga sangat berbeda jauh dengan realita, Nona. Naga alpha tidak bertelur, melainkan menciptakan naga dengan caranya sendiri. Sayangnya, mungkin kesempatan Anda semua untuk menyaksikannya masih jauh,” jawab Parvati. “Beberapa naga di depan Anda adalah hasil ciptaannya, lalu mereka berkembang dengan bertelur. Mari saya tunjukkan sarangnya.”
Mereka berjalan sedikit lebih dalam dan dengan hati-hati Parvati menyibakkan semak di hadapannya, memamerkan kurang lebih 30 sarang dengan telur besar berwarna putih pucat bermotif abstrak yang jumlahnya beragam.
“Telur naga!” sahut Kezia. Gadis kecil itu mendekati salah satu sarang dan terkesiap ketika melihat salah satu telurnya retak perlahan, lalu disusul munculnya kepala bayi naga yang menyembul dengan raungan kecil.
“Bayi naganya lucu sekali,” celetuknya sembari berjongkok di dekatnya dan menyaksikan sang bayi naga yang berusaha keras keluar dari cangkang telur. Setelah kurang lebih sepuluh menit berlalu, sang bayi naga menampakkan seluruh dirinya kepada dunia. Kezia langsung menggendong makhluk itu dan membawanya ke dalam pelukan.
“Lucunya,” puji Kezia sembari mengusap pipinya pada bayi naga itu. Ia bergegas mendekati Max dan memamerkannya dengan bangga seakan-akan dialah induknya.
“Kak, lucu!”
“Iya, iya. Sana kembalikan, induknya sudah menunggu,” ujarnya sembari mengelus puncak kepala anak kecil tersebut dan menunjuk sang induk yang mengawasi pergerakan mereka. Kezia terdiam sejenak dan menggeleng kepala.
“Kezia, tolong. Sebaiknya kita tidak bertingkah ceroboh,” ujar Phillip mengingatkan. Kezia tetap keras kepala dan mengeratkan pelukannya agar orang dewasa tidak bisa merebutnya. Saciel menghela napas, lalu berpaling pada Parvati.
“Apa yang akan terjadi jika dia tidak mengembalikan anaknya?”
“Dikejar hingga bayinya kembali,” balas Parvati santai. Saciel melirik Phillip yang dibalas dengan tatapan tajam yang cukup menusuk seakan-akan ia menolak ide yang terbesit di kepalanya.
“Jangan bilang apa-apa,” pinta Phillip.
“Kezia, larilah,” ujar Saciel. Senang mendapat persetujuan dari Saciel, ia berlari membawa bayi naga itu menjauh dari sarang. Max langsung mengejar adiknya sambil memaki-maki dalam bahasa lain, diikuti sang induk naga dan Phillip. Saciel hanya duduk dan menikmati aksi konyol mereka, sesekali mengaduh dan melihat darah menempel di tangan setelah mengusap sedikit perutnya. Parvati berlutut di hadapan Saciel dan mengulurkan sebuah handuk kecil.
“Sepertinya Anda terluka parah. Boleh saya lihat?” tanyanya. Saciel terdiam, memastikan tidak ada orang di sekitarnya. Parvati yang menyadarinya langsung mengerahkan beberapa naga untuk menutupi mereka dengan sayap mereka yang lebar. Saciel langsung melepas pakaian dan memamerkan lukanya yang kembali terbuka.
“Lukanya parah sekali, padahal sudah dijahit dengan benang sihir. Apa Anda kesulitan mengontrol mana?” tanya Parvati sembari mengelap sisa darah yang menempel di tubuhnya. Saciel hanya mengangguk. Parvati menggenggam kedua tangannya dan mengalirkan mana yang cukup besar hingga benang mana berhasil menutup rapat luka Saciel tanpa ada luka yang terbuka. Saciel terperangah, antara takjub dan heran dengan mananya yang melimpah. Ia menatap Parvati dengan tatapan curiga.
“Kau beneran pelayan istana?”
“Apakah ada sesuatu yang membuat Anda curiga terhadap saya?” tanyanya tenang. Saciel terdiam sejenak dan menggeleng. Ia menghela napas dan melihat ke angkasa, sesekali mendengar makian Max dan sahutan Phillip yang masih mengejar Kezia, sementara Sky duduk tenang di sisinya. Sang alpha mengusir para naga yang menutupinya dan menyejajarkan kepalanya agar bisa melihat Saciel dengan tatapan tajam. Saciel diam, antara takut dan bingung harus berbuat apa dengan naga yang besarnya tiga kali lipat daripada naga lainnya.
“Jangan cemas, Nona. Naga alpha sangat tenang, tidak seperti naga lainnya yang cukup temperamental,” celetuk Parvati menenangkan.
“Kata-katamu malah membuatku makin tidak nyaman, oke?” balas Saciel. Ia kembali berpaling pada sang alpha dan perlahan mengulurkan tangannya, kewaspadaan masih tinggi mengingat ia adalah tamu di wilayah naga. Sang alpha mengendusnya, lalu menghembuskan napasnya yang sedingin es hingga membekukan rambutnya.
“Dia menyukai Anda, Nona.”
“Bukan untuk dimakan, kan?” tanyanya panik. Sebelum Parvati menjawab, Max dan Phillip kembali, dengan Kezia berada dalam dekapan Max. Bibirnya mengerucut, matanya merah dengan jejak air mata masih baru dan enggan mendengarkan ceramah Max. Saciel mengedipkan mata beberapa kali dan mengulurkan tangan yang langsung disambut cepat oleh gadis kecil.
“Sepertinya harimu buruk sekali,” ujarnya tanpa ada niat meledek, namun Max menyambarnya dengan ketus.
“Sangat buruk. Aku harus memastikan sang induk tidak menyerang Kezia dan merebut bayi naga dipelukannya, bahkan harus memakinya agar dia melepaskannya.”
Saciel tidak menjawab, melainkan langsung menggendong Kezia dan menenangkannya dengan kata-kata lembut. Gadis kecil itu menatap tajam sang alpha yang hanya diam mengawasi, sementara para lelaki langsung mematung ketika menyadari keberadaannya yang sudah cukup lama bersama mereka.
“Tidak apa, dia tidak akan menyerang kita. Itu kata Par…hei, ke mana dia?” tanya Saciel sembari mengedarkan pandangan untuk mencari sosok yang diinginkan, namun batang hidungnya pun tidak ia jumpai. Max menggerutu.
“Dia sudah kabur semenjak Kezia berada dalam pelukanmu. Nah, sekarang apa rencana kita? Bertemu dengan penghuni tempat ini sudah, bisa tidak kita langsung pergi ke wilayah elf? Apa namanya?”
“...kau ini memang tidak sabaran, ya? Baiklah, mari kita pergi,” ujar Phillip sembari memastikan tidak ada satu tanaman pun di sekitar mereka. Ia mendekati Saciel dan menepuk puncak kepalanya cukup keras. “Kita akan pergi ke Rivendell untuk menjemput satu demi human terakhir. Dan aku akan sangat membutuhkan banyak uang untuk itu.”
Saciel mengerutkan kening, namun ia langsung paham dan menarik kerah Phillip dengan sekali sentak hingga membuatnya cukup kaget. Kedua bola matanya menyiratkan kemarahan.
“Bagaimana bisa dia berada di tempat terkutuk itu? Dan mengeluarkan banyak uang untuknya sama saja membongkar keberadaan kita,” desisnya.
“Tanpa Furst sekalipun, aku yakin Julian sudah mendeteksi kita hanya dengan teman-temannya. Waktu kita tidak banyak, Ciel. Bisa saja kita kehilangan dia dalam sekejap.”
“Baiklah, aku paham maksudmu. Di mana Parvati?”
“Maaf meninggalkan kalian tanpa kabar, Tuan dan Nona. Saya baru saja membuat kalian sedikit perbekalan dan obat-obatan penting. Nah, biar saya bantu memindahkan kalian ke Rivendell. Ikut saya,” ujarnya sembari menyibakkan semak di dekatnya dan memamerkan lingkaran sihir besar yang dikelilingi kristal Mata Oorun dengan beragam ukuran. Di tengah sudah tersedia tas berukuran besar penuh dengan kebutuhan mereka. Mereka langsung berdiri di tengah, sementara Parvati berdiri di luar lingkaran dengan beberapa naga mengawasi mereka. Mantan pelayan itu memberi hormat, lalu membaca mantra hingga kaligrafi kuno yang tertulis pada sekeliling lingkaran sihir mulai bercahaya.
“Semoga Dewa Oorun menyertai Anda,” ujarnya dengan senyum tipis, bersamaan dengan menghilangnya mereka dari pandangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments