Kupilih Jalur Langit
Pov Hanum.
Namaku Hanum Humaira, kata ibuku dulu namaku diambil dari bahasa Persia yang artinya wanita lembut dan mulia yang berwarna merah jambu, namun ternyata kini nasipku tak seindah namaku, karena kenyataannya setelah menikah aku hanya seharga uang 500 ribu dimata suamiku.
Dulu sebagai calon istri awalnya aku tidak ingin memberatkan calon suamiku ketika dia ingin menyuntingku, aku sengaja meminta Mahar hanya dengan nilai uang lima ratus ribu rupiah saja, karena memang aku lihat keadaan ekonominya saat itu tidak terlalu bagus, sedangkan keluargaku sudah mendesaknya untuk segera menikahiku.
Dan aku juga pernah mendengarkan kajian dari salah satu Ustad, bahwa seorang wanita yang baik itu tidak akan menyusahkan calon suaminya dalam urusan mahar, sebagaimana Rasullah bersabda "Sebaik-baik wanita adalah yang murah maharnya."(HR.Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim&Baihaqi).
Namun kini, seolah nilai mahar itu yang selalu menjadi bahan ejekan untuk diriku, bahkan aku dipandang begitu murah oleh keluarga mertuaku. Dan akhirnya mereka memperlakukan aku seolah aku ini adalah Babu gratisan yang bisa diperintah sesuka hatinya tanpa harus dibayar dalam bentuk apapun.
Bahkan disuatu hari disaat keuangan suamiku sedang benar-benar terpuruk, aku sempat mendengar pembahasan gila dari suamiku ingin menjualku dengan seorang GERMO, demi setumpuk uang yang telah dijanjikan.
Aku begitu terluka saat mendengarnya, namun aku masih mencoba bersabar karena sampai saat ini hal itu tidak terjadi. Sempat ingin menggugat cerai dirinya, namun aku urungkan, karena Mamaku sering bilang, setiap rumah tangga itu pasti ada cobaannya, karena untuk naik kelas kita harus diuji, jika mampu kita akan lulus namun jika tidak kita pasti akan tinggal kelas atau bahkan terpuruk dibawah sana.
"Bang?"
"Aku sedang tidak berselera untuk menyentuhmu, keluar sana!"
Padahal aku baru menyentuh ujung kakinya saja, bukan niatan untuk meminta nafkah batin darinya, aku hanya ingin melayaninya saja sebagai seorang istri yang baik.
"Aku hanya ingin memijatmu Bang, kamu pasti capek kan setelah pulang kerja?"
Kata Pak Ustad, suami akan betah dirumah jika kita memberikan pelayanan semaksimal mungkin sebagai istri, bahkan sesekali bermanja-manja ria, agar hubungan semakin mesra, namun mungkin itu tidak berlaku pada rumah tanggaku yang baru terjalin selama dua tahun ini.
"Jadi kamu tahu kalau kerjaku itu capek? Makanya jangan boros jadi istri, kamu itu tidak menghasilkan apapun disini, jadi jangan menghabiskan uangku!"
Dia berkata seperti itu seolah memberikan nafkah untukku berjuta-juta dalam sebulan, padahal dia hanya menjatah uang belanja tiga ratus ribu rupiah setiap bulan, itu maknanya aku harus pandai-pandai mengatur pengeluaran dalam sehari sebesar sepuluh ribu rupiah agar uang belanja itu bisa cukup untuk sebulan.
"Atau Abang mau aku ikut bekerja dan membantu keuangan keluarga kita?" Tanyaku yang sebenarnya hanya ingin memberikan solusi.
"Kamu bisa apa? Kamu cuma lulusan SMK dan umurmu sudah berapa? Lagipula wajah dan tubuhmu tidak terurus begitu, mana ada yang mau menerima kamu kerja."
Bagaimana aku mau mengurus diri, setiap hari aku seperti Babu yang kerjaannya hanya masak seadanya, bersih-bersih rumah sendiri juga rumah mertuaku yang hanya selang satu meter itu, kalau ada waktu longgar aku berkebun sayur-sayuran dibelakang rumah agar bisa menghemat uang belanja darinya, dan itu pun masih dia protes.
Andai aku diberikan uang yang lebih untuk membeli skincare dan baju yang layak pakai dan ngetren saat ini, sudah pasti aku bisa menyaingi istri-istri sosialita diluar sana, sedangkan saat ini aku hanya memakai baju-bajuku jaman masih gadis dulu, itu pun sudah banyak yang sobek dibagian ketiak dan leher, tapi masih selalu aku pakai, bahkan hanya saat hari raya saja aku memakai baju bagus yaitu gamis lamaku yang sengaja hanya aku pakai dua kali dalam setahun, yaitu saat hari raya Idul fitri dan hari raya Qurban saja, untuk sholat Ied di lapangan terdekat dari rumah.
"Lalu aku harus bagaimana agar bisa membantu keuangan keluarga kita Bang?"
"Kamu sungguh ingin membantu?" Akhir-akhir ini tatapannya selalu saja terlihat bengis, seolah aku ini benar-benar tidak berharga sebagai seorang istri karena tidak bisa menghasilkan apapun baginya.
"Asal tidak menghancurkan harga diriku sebagai seorang istri Bang." Aku kembali mengingat tawar menawarnya dengan orang yang disebut Germo saat itu.
"Ckk, berapa sih hargamu, cuma lima ratus ribu rupiah doang aja berlagak kamu!"
Lagi-lagi, mahar sebesar lima ratus ribu itu kembali dia pergunakan untuk menghinaku, andai aku tahu akan begini jadinya, akan aku minta mahar sebesar-besarnya dulu, persetan dia mau jual Gunung atau Lautan sekalipun, namun semua sudah terlanjur, nasi telah jadi bubur, aku tidak punya mesin pemutar waktu milik Doraemon yang bisa membawaku ke masa lalu.
"Hanum!"
Suara lengkingan itu setiap harinya entah berapa kali aku bisa mendengarnya.
"Fuh!"
Aku kembali melapangkan dadaku, melebarkan kesabaranku seluas-luas yang aku mampu.
"Hei, ibuku memanggilmu, kenapa kamu malah menghela nafas seperti itu, tidak sopan kamu!" Teriak Suamiku yang langsung berkacak pinggang dan mulai memarahiku.
Seorang pria memang masih berkewajiban untuk terus berbakti kepada orang tuanya, walaupun ia telah menikah dan punya keluarga sendiri. Namun apa pantas dia mengorbankan istrinya untuk menjadi Babu dari Ibunya?
Aku tahu tugasku sebagai anak menantu, jika hanya membantu bersih-bersih dan masak itu hal yang wajar, tapi jika harus mengelap sepatunya, memijitnya setiap hari, mengambilkan makanan, menyuapinya juga, mencuci semua pakaian kotor miliknya luar dalam, sedangkan dia masih sehat walafiat untuk melakukannya sendiri, apa itu hal yang wajar?
Dan yang lebih membuatku kesal dia selalu mengatur rumah tanggaku dan ikut campur dengan segalanya, sehingga aku seolah tidak berguna dalam hal apapun dimata mereka.
"Iya Bu." Akhirnya aku melembutkan suaraku dan mendekat kepadanya, bagaimanapun juga aku dibesarkan oleh orang tua yang beretika, jadi aku ingin menghormatinya, walau dadaku sering terasa sesak karenanya.
"Bersihkan toilet milik Ibu, kenapa bisa bau sekali!"
Begitulah setiap harinya, hanya bisa memerintah saja kerjaannya.
"Harusnya setelah dipergunakan Ibu bersihkan, jadi tidak sampai bau seperti itu." Ucapku tanpa sadar.
"Kamu berani mengaturku? Mau jadi anak durhaka kamu, hah? pantas saja kamu belum juga dikarunia momongan padahal sudah menikah selama dua tahun, itu karena ulahmu yang sering membantah perintah orang tua, dasar wanita mandul, tidak berguna sama sekali."
Dan perkataan yang satu ini adalah yang paling menyakiti hati dan perasaanku.
Apakah belum punya anak itu hanya faktor dari seorang istri yang kandungannya tidak subur saja? sedangkan kesuburan itu berlaku juga untuk seorang suami, tapi sampai saat ini suamiku itu tidak pernah mau untuk diajak konsultasi ke Rumah Sakit.
Bahkan walau suami dan istri sama-sama subur sekalipun, belum tentu langsung dikaruniai seorang anak jika memang belum rezekinya, tapi kenapa hanya aku, aku dan aku saja yang selalu disalahkan.
"Sudah sana cepat bersihkan, jangan banyak bacot kamu!" Suamiku langsung kembali membentakku.
"Tapi Bang, aku hanya--"
"Diam kamu! cepat kerjakan sana, dasar istri tak tahu diuntung kamu!"
Jika moodnya sedang memburuk seperti itu, pasti hanya cacian dan hinaan yang akan keluar dari mulutnya yang dulu sangat manis saat merayuku.
Hanya air mata yang bisa menjadi saksi betapa pilunya hatiku dalam menjalani kehidupan sehari-hari setelah aku masuk dalam dunia pernikahan.
Banyak wanita yang baik agamanya, kini melenceng sebab menikah dengan lelaki yang tidak istiqomah. Dan banyak wanita yang buruk agamanya, kini ia menjadi wanita yang shalihah setelah menikah dengan lelaki yang shalih.
Hidayah dan taufiq mutlak milik Allah, namun bagaimana cara kita mendapatkan taufiq dan hidayah itu tidak terjadi begitu saja kecuali dengan sebab.
Dan salah satu wasilah sebuah pernikahan adalah untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah, jika teman duduk disekolahmu saja bisa berpengaruh besar kepadamu, apalagi pasangan hidup? tentu saja pengaruhnya akan lebih besar lagi.
***
Hai pembaca setiaku, Author yang tak seberapa ini akhirnya muncul lagi setelah lama bersemedi, dengan karya baru.
Semoga kalian suka dan berkenan membaca, ambil hikmahnya, buang buruknya dan jangan lupa bahagia.
Jangan lupa tekan tombol favoritnya ya, biar dapat notif update terbaru dari Author, selamat membaca😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Tati Suwarsih
suami yg tdk bersyukur punya istri baik...
2023-12-20
0
Khadijah Kariem
orang yang dizhalimi itu doanya d ijabah. pakai doa yang hebat dong supaya hidupnya berlapang dada
2023-11-09
2
parfume
iya emang bener.. aku aj yg udh punya anak 1 masih ditanyain aj kapan anak ke 2.y?? udah gede loh, bla bla bla bla dan alhamdulillah jarak 10th batu pinya anak lg ke 2.. ini apalagi yg belum punya anak sama sekali, dan kebanyakan menganggap bermasalah tuh dipihak perempuan aj..
2023-10-20
0