Alasan kenapa zaman sekarang lebih banyak janda daripada zaman dulu?
Karena zaman sekarang semakin banyak laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Nikah cuma modal Ijab Qobul doang dan lupa caranya untuk menafkahi, bahkan suami lebih banyak menuntut tapi lupa akan sebuah kewajiban.
"Hanum, kalau kamu nggak ada kerjaan, pergi buruh-buruh sana, metik cabe kek di Ladang, atau apa gitu yang bisa menghasilkan uang, jangan hanya duduk berpangku tangan saja disini."
Pagi ini aku baru saja selesai masak, nyuci dan beberes rumah kami dan juga rumah mertua kami disebelah, padahal baru saja buntutku ini nempel dikursi beberapa menit saja, namun sudah dikomentari pedas oleh suamiku.
"Buruh ditempat siapa Bang? mereka biasanya sudah punya orang-orang yang khusus untuk memanen, aku tidak pernah ke Ladang, jadi tidak tahu."
Aku memang tidak punya skill bertani seperti tetanggaku yang lainnya, apalagi suamiku juga tidak punya Ladang luas untuk bertani, dan basic kami berdua memanglah bukan seorang petani, jadi aku memang tidak terbiasa ikut buruh setelah menikah.
"Kamu ini tahunya apa, makanya belajar, bergaul sama tetangga agar kamu diajak buruh di Ladang, jangan cuma jadi sampah di rumah ini, siapa yang mau ngasih kamu pekerjaan jika cuma dirumah aja."
Jangankan untuk bertetangga dan menggosip seperti yang lainnya, badanku saja sudah terasa remuk karena dijadikan babu oleh mertuaku, kalau aku tidak melayaninya, sumpah serapahnya saja langsung terdengar memekakkan telinga.
"Maaf Bang, nanti aku tanya-tanya lagi sama mereka, siapa tahu ada yang mau nawarin aku pekerjaan serabutan."
Zaman sekarang istri banyak dituntut untuk serba bisa, sampai urusan cari duitpun harus bisa, karena banyak lelaki mokondo, sampai istri juga ikutan mikir, untuk apa punya suami kalau seorang istri bisa melakukan semuanya sendiri?
"Sekarang aku lapar, ambilkan aku makanan."
Beberapa bulan belakangan ini suamiku memang sering diliburkan, karena usaha Bosnya sedang menurun, otomatis gajinya pun nantinya akan berkurang dan yang meningkat sudah paati emosinya.
"Ini Bang, sudah aku siapkan."
Aku sudah mengambilkan sepiring nasi beserta lauknya, karena memang jam segini biasanya dia sarapan.
Pranggg!
"Tempe goreng lagi, tempe goreng lagi! Apa kamu hanya bisa bikin lauk tempe goreng saja? Sayur juga cuma sama lodeh Terong, bosen tau nggak?"
Mau gimana lagi, untuk menghemat pengeluaran aku masak sayur yang ada di kebun miniku dibelakang rumah dan harga tempe saja satu lonjor panjang itu harganya saja sudah lima ribu.
"Uangnya belanjanya hanya cukup untuk beli tempe Bang, ini pun sayur terongnya hasil kebun sendiri, mana tadi garamnya habis, sekarang garam naik Bang, ini saja aku ngutang dulu buat beli minyak goreng."
Kalian bayangkan saja, jaman sekarang uang belanja sehari sepuluh ribu dapat apa? Sudah baik aku masakkan sayur ada lauknya, itu pun dia masih tidak terima.
Plak!
"Kamu ngutang lagi? Sudah berapa kali aku bilang jangan ngutang, malu-maluin sekali kamu ini!"
Walau sebenarnya pukulannya tidak terlalu keras namun hatiku yang sakit karennya, salahku dimana coba?
"Lalu kalau minyaknya habis bagaimana, Abang belum ngasih aku uang lagi kan bulan ini? Apa Abang mau tempenya aku bakar saja, biar nggak usah beli minyak goreng!"
Lelaki zaman sekarang terkadang ngasih nafkah tidak seberapa, tapi egonya sudah berasa ngasih Kapal Pesiar saja.
"Kamu ini kalau dibilangin bisanya bantah terus, cari uang sana." Tudingnya saat emosi sudah menguasai jalan pikirannya.
"Kalau ada lowongan pekerjaan aku juga mau cari uang Bang, tapi emang belum ada." Aku pun sudah sering tanya-tanya, tapi kebanyakan pekerjaan ada dikota sana, sedangkan tempat tinggal kami diperbatasan desa, ongkos buat berangkat dan pergi kerja saja darimana?
"Bilang saja kamu memang malas bekerja, begitu banyak pekerjaan didunia ini, masak satupun kamu bilang tidak ada, kamu kan bisa jualan atau apa." Dia bahkan menendang pecahan piring menggunakan sendalnya kearahku.
"Jual apa Bang, aku tidak punya apapun untuk dijual."
Dulu dia manis sekali, selalu memperlakukan aku seperti seorang permaisuri, bahkan menjanjikan aku ini itu, namun sekarang akhirnya kelihatan sifat aslinya.
"Kalau begitu jual saja harga dirimu yang tak seberapa itu, siapa tahu menghasilkan uang." Celetuknya yang membuat jantungku seolah syock.
"Maksud Abang aku harus jual diri?" Aku bahkan sebenarnya tidak sanggup ingin menanyakan hal ini.
"Terserah kamu, yang penting dapat uang!"
Degh!
Air mataku sontak mengalir dengan derasnya, seburuk apapun keadaannya, sekecil apapun penghasilannya sampai detik ini, aku masih mencoba untuk menghormati suamiku, namun kata-katanya kali ini benar-benar melukai perasaanku.
Hanya demi sebuah harta saja dia seolah rela menyuruh aku jual diri, padahal tugas pokok seseorang dalam keluarga untuk mencari nafkah kan suami, biasanya para suami marah besar jika istri berbuat maksiat walau dengan apapun alasannya, tapi suamiku malah tega menyuruh istrinya untuk berbuat maksiat agar menghasilkan uang.
Sebenarnya suami macam apa dia? Apa masih pantas orang seperti dia aku pertahankan dalam hidupku?
"Abang, apa aku ini sama sekali tidak ada harganya dimatamu?" Dengan deraian air mata aku memberanikan diri untuk menatap kedua mata angkuhnya itu.
"Ada, Lima ratus ribu kan?" Ucapnya dengan nada yang terlihat mengejek, bahkan satu sudut bibirnya tersungging keatas, membuat aku serasa ingin menyobek mulut pedasnya itu, walau aku tidak punya keberanian untuk itu.
"ABANG!"
"Jangan tinggikan nada suaramu terhadapku, apa kamu mau menjadi istri pembangkang, hah!"
"Maaf Bang, tapi kali ini kamu benar-benar keterlaluan."
Aku memang jarang membantahnya, apalagi meninggikan suaraku terhadapnya, namun kali ini dia sungguh sangat keterlaluan sekali.
"Sudah aku duga, kamu memang istri yang tidak berguna!" Ucapnya kembali.
"Okey baiklah, jika memang hanya uang yang Abang inginkan, aku akan memenuhinya." Dengan tangan dan kaki yang sudah bergetar aku mencoba mengumpulkan semangatku yang tak seberapa itu untuk menguatkan diri.
"Cih, banyak gaya kamu, apa yang bisa kamu lakukan untuk menghasilkan uang?" Lagi dan lagi dia kembali meremehkan aku, walau memang aku tidak bisa apa-apa, tapi setidaknya jangan lah sombong dan menghina, karena aku selalu menghormatinya.
"Bukannya Abang ingin aku jual diri? Aku akan melakukannya jika hanya itu yang bisa membuat Abang BAHAGIA!"
Aku sudah menyerah dengan pernikahanku kali ini, ketika suamiku tega menyuruhku jual diri secara langsung dihadapanku.
Namun jika aku pergi begitu saja, apa itu adil bagiku? Selama ini aku bertahan dengan kondisi rumah tangga yang pailit tanpa sebuah kebahagiaan yang dulu pernah dia janjikan, namun apa balasannya untukku?
Jadi sekarang aku memutuskan untuk memberinya sedikit kenang-kenangan, yang tidak akan pernah bisa dia lupakan seumur hidupnya.
Aku bukanlah wanita pendendam, tapi aku juga bukan seorang Nabi atau Malaikat, yang kuat dan mampu memaafkan seseorang dengan mudahnya, walau dia sengaja ingin menginjak-injak harga diri kita.
Dia menusukkan pisau kepadaku, tapi aku yang meminta maaf karena darahku mengenai kakinya, memang terkesan tidak adil, tapi inilah hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Tati Suwarsih
teganya suami kayak gitu...dzalim! hati2 Allah murka
2023-12-20
0
diya
dasar suami gak bertanggung jawab..
2023-12-13
1
Tara
tinggalkan suami bejat tsb😡😤
2023-10-15
2