11.Budak Uang Part 2

Karena tadi kami tidak membukakan pintu depan untuknya, Ibu mertuaku langsung menerobos masuk lewat pintu Dapur kami, yang memang sudah banyak lubang untuk bisa membuka pintu itu dari luar, walau sudah kami kunci dari dalam.

"Abang."

Aku bahkan hanya perlu memanggil suamiku dengan sapaan manja saja dan biarkan dia yang mengatasi Ibunya sendiri.

"Buk, dia harus segera berangkat kerja, mulai sekarang biasakan diri untuk bersih-bersih semuanya sendiri, sambil mandi kan bisa gosok lantainya." Ucap Suamiku yang membuat senyumku semakin melebar.

Sebenarnya aku tidak masalah membantunya bersih-bersih kamar mandi atau rumahnya selama ini, tapi cara bicaranya itu yang sering keterlaluan sekali, dia merasa sok berkuasa dalam rumah tangga kami, hanya karena aku dinikahi oleh putranya.

"Aku tidak terbiasa Tony, lantainya itu sering licin, aku takut terpeleset dan jatuh nanti." Dia pura-pura bertingkah manja dan seolah teraniaya didepan putranya, padahal tubuhnya masih segar bugar.

"Jatuh juga masih kebawah kan Bu, kalau nggak mau lantainya licin ya disikat sendiri, sambil duduk apa ngesot kan bisa, ribet banget!" Suamiku bahkan melampiaskan rasa kesalnya dengan memotong sosis itu dengan kasarnya diatas nampan.

"Itu tugas istrimu!" Tentangnya kembali.

"Dia punya tugas lain sekarang." Jawab Suamiku yang tak kalah menaikkan intonasi suaranya.

"Aku tidak perduli, jika dia masih mau jadi menantuku dia harus patuh dengan semua ucapanku!"

Aku memilih menyimak saja pertengkaran mereka, dan tersenyum dalam diam.

"Kalau begitu Ibu carilah uang untuk menggantikan dia!"

Lihatlah, dia yang putra kandungnya saja capek harus meladeni rengekannya, apalagi aku yang selama ini setiap hari kenyang dengan segala ucapan kasarnya.

"TONY!"

Ibu mertuaku benar-benar syock saat pertama kalinya dia tidak dibela oleh putranya didepanku.

"Ibu, sudahlah jangan berisik, aku capek tau nggak! Mana masih ngantuk lagi, kalau Ibu masih mah marah-marah sana pulang saja."

Lain dulu lain sekarang, jika dulu saat Ibunya sudah mengadu seperti itu, kata makian dan kata hinaan langsung menghantam diriku, namun saat ini pesona uang memang beda, dia langsung membela diriku didepan Ibunya.

"Kamu ini kenapa? Apa yang terjadi? Istri malas kok dipelihara." Dia mulai berkacak pinggang, wajahnya memerah, matanya sudah melotot, ekspresinya sudah seperti orang yang sedang tersedak biji kedondong saja, tapi aku tidak takut sekarang, karena dekenganku adalah putranya sendiri.

"Ibu, mau uang tidak? aku masih menyisihkan uang jajan buat Ibu juga kok, nih ambil!"

Aku mulai mengeluarkan uang dua lembar berwarna merah, dan seperti biasa, ekspresi ibu mertuaku itu sudah bisa aku tebak, matanya sudah pasti membulat dan tangannya dengan sigap langsung menyambar uang itu dari tanganku.

"Darimana kamu dapat uang ini? kamu tidak mencuri kan? Awas saja kalau kamu sampai malu-maluin keluarga Ibu!"

Bahkan pekerjaanku mungkin lebih memalukan daripada mencuri, tapi aku bisa apa jika itu keinginan putranya.

"Kalau Ibu tidak mau nggak apa-apa, sini kembalikan padaku." Jawabku dengan santai saja.

"Enak saja, uang yang sudah diberi pamali kalau diambil lagi." Ucapnya yang langsung menyelipkan uang itu didalam BH.

Dasar budak uang!

Aku hanya bisa melengos sambil mengumpat ibu mertuaku yang sama persis dengan kelakuan putranya.

"Abang pengangguran sekarang, dan mulai saat ini aku yang kerja, jadi Abang yang akan menggantikan aku masak dan beberes rumah, termasuk mengurus Ibu, apa Ibu merasa keberatan?"

Sekarang aku tidak mau ditindas terus menerus olehnya, karena hatiku sudah sangat sakit menahan setiap ucapan dan hujatan dari dirinya.

"Kamu mau menjadikan putraku Babu ya?" Teriaknya yang merasa tidak terima.

"Jadi selama ini apa Ibu juga menjadikan aku sebagai Babu?" Aku tidak mau menyangkalnya, karena memang benar adanya, tapi aku memilih untuk membalikkan semua kata-katanya saja.

"Jangan membalikkan pertanyaanku kamu, itu tugas seorang istri, paham kamu!" Kalau membela anaknya, mulutnya itu pandai berkata bijak, tapi kalau menilai dirinya sendiri tidak becus.

"Paham Bu, tapi sekarang kan aku sudah mengambil alih sebagai tulang punggung, jadi tugasku bisa juga dong diambil alih!" Aku tidak mau kalah karena aku punya alasan yang kuat saat ini.

"Tapi---"

"Sudahlah Bu, jangan ribut pagi-pagi, ini nasi gorengnya sudah matang, ayo kita sarapan."

Dan jika suamiku sudah berkomentar, baru Ibunya itu diam karena suamiku adalah tumpuan masa tuanya, karena merupakan anak satu-satunya.

"Kamu jadi istri jangan ngelunjak ya!" Bisiknya setelah suamiku membawa nasi gorengnya ke meja makan kami.

"Bodo amat!" Celetukku sambil pamer rambut baruku yang sudah dipermak habis-habisan oleh kang Salon.

"Kamu ngomong apa tadi?" Tanya Ibu mertuaku kembali.

"Iya Bu, selama putra ibu menggangur aku yang akan menghidupi kalian berdua, jadi bisakan minta kerja samanya." Jawabku dengan senyum menyeringai.

"Maksudnya?"

Dulu aku bahkan harus menarikkan kursi sebelum dia duduk bak Ratu, tapi sekarang aku tidak perduli, mau pinggangnya nyeri kek, kakinya lemes, silahkan saja dinikmati, andai dia dulu memperlakukan aku wajar seperti menantu pada umumnya, aku pasti tidak akan setega ini.

"Aku tidak bisa melakukan pekerjaanku seperti biasanya, kalau masih kurang jelas bisa tanyakan pada putra Ibu saja nanti!"

Lama-lama malas juga berdebat dengannya, lebih baik aku segera mengisi perutku dari pergi dari rumah ini.

"Ini gimana ceritanya?"

"Abang, aku mau sarapan dikamar aja, mau sekalian siapa-siap, aku sudah hampir terlambat ini."

Daripada harus terus beradu mulut dan membuat rasa makananku menjadi hambar, aku memilih makan dikamar saja.

"Apa-apaan istrimu itu, kenapa gayanya berubah begitu, memang berapa gajinya sampai dia sombong seperti itu."

Samar-samar aku masih mendengar Ibu mertuaku ngedumel dengan putranya tentang diriku.

"Sudahlah Bu, yang pasti gajinya dalam semalam sama seperti gajiku selama dua minggu lebih!" Jawab suamiku sambil mengambilkan nasi goreng itu untukku.

"APA? Kerja apa apa dia?" Si Tua itu mulai merasa tidak terima.

"Jangan terlalu dipikirkan, yang penting kita punya mesin uang!" Jawab Suamiku sambil berlalu meninggalkan Ibunya.

"Fuh, ya sudahlah!" Keluhnya kembali.

Cih, mesin uang mereka bilang? Okey tidak masalah, kalau begitu aku akan menjadikan kalian Babuku, biar kita seimbang.

Aku hanya tersenyum sinis, saat menanggapi ucapan mereka di Dapur, tidak perlu menggunakan otot apalagi menggunakan amarah untuk berdebat dengan orang seperti mereka, gunakan akal yang cerdik agar kita dan tenaga kita tidak terkuras habis dan yang paling penting agar rambut kita tidak cepat memutih hanya karena banyak pikiran.

Sikap dan perlakuanmu bagaikan sebuah bola yang engkau lempar di dinding, karena pada akhirnya bola yang engkau lempar itu akan memantul kembali kepada dirimu sendiri. Baik buruknya, semua tergantung dengan apa yang kau lempar.

Terpopuler

Comments

ghada saputra

ghada saputra

kalau dua Minggu sejuta bisa jadi sebulan dua juta.. la kok ngasih jatah istri tiga ratus ribu sebulan.. sisanya dikemanain😁

2023-10-17

1

Yofa Meisya

Yofa Meisya

wes angel....angel mertua sama suami sama2 gila.....setressss

2023-10-14

1

Rini akbarini

Rini akbarini

nantiiii yaaaaa...
ibu mertua akan tambah syookkkk kalo tau hanum kerja apa...
akankah dia tetap mau terima uangnya???
😀😀😀😀😀
lanjuttttt..
❤❤❤❤❤

2023-10-14

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!