Pertemuan Pertama

Aku menggulung lengan seragam putihku sampai siku, berjongkok mengambil sampah-sampah yang ada di dalam got depan kelas santriwati. Bibirku tak berhenti maju lima senti akibat hukuman yang aku dapat sekarang. Ya ini pertama kalinya aku Apel hari senin setelah berganti baju seragam dari putih- biru dongker menjadi putih abu-abu.

"Nggak ada hukuman yang lebih manusiawi apa!? Kan, kasihan seragam aku baru dipakai pertama kali hari ini, udah harus nyium bau got"

"Kamu mah Ra, kasihan tuh sama tangan, kan dia yang kotor" Untung aja Fitri ikut dihukum, kalau tidak bagaimana nasib adek bang, nggak punya teman buat ngobrol.

"Tapi ini pemakaian perdana Fit, Aku mah udah biasa sama got-got gini, Tapi tidak dengan baju aku" Fitri hanya menggeleng, dia mungkin terheran bisa-bisanya aku lebih mementingkan baju seragamku, jelas aku takut nanti baju ku kotor dan ujung-ujungnya harus di cuci. Mencuci adalah pekerjaan yang paling malas aku lakukan, bukan karena nggak mau, tapi karena harus mengantri itu yang buat aku malas.

"Osis-osis ini kurang kerjaan kali ya?" Aku tak berhenti menggerutu dari semenjak mulai di hukum, meskipun begitu aku tetap melakukannya, mengangkat semua sampah dalam got yang baunya na'udzubillah.

Aku membungkuk, untungnya jilbab yang ku pakai sudah dari awal aku lilit-lilit, jadi sampai saat ini masih aman, tentram, dan sentosa dari percikan air got.

"Dari pada ngomong yang unpaedah lebih baik bersihin yang benar" Aku menoleh ke belakang menatap horor pada orang yang bicara tadi.

"Apa?!" Dia menatapku tidak kalah horor

"Biasa aja, nggak usah ngegas!"  Aku kembali memungut sampah yang aku rasa tidak habis-habis.

"Him, kalau mau dateng cuma berisik, bikin kuping aku gatel. Mendingan pergi, duduk manis di kelas" Fitri menimpali

"Makanya jangan suka telat, telat kok di jadiin kebiasaan" Kenapa bocah satu ini senang banget lihat aku menderita, mentang-mentang dia anggota osis.

"Iri bilang Bos!"

"Iri? sama kamu? Haha jangan kegeeran deh!" aku tau Himmi mulai memanas, buktinya omongannya sudah kayak kenalpot rusak. Ribut!

"Fit pantesan ni got baunya dua kali lipat, ternyata ada yang belum mandi nih di belakang" Fitri cekikikan mengetahui siapa yang aku maksud. Emang dia aja yang punya mulut pedes, jangan salah aku juga bisa lebih pedes dari dia.

Himmi diam, aku anggap dia menyerah. Aku kembali berjongkok agar tanganku yang mungil ini bisa menggapai dedauan yang masih bersuka ria di atas genangan air got.

Aku melihat dari ekor mataku, dia berjalan pergi. Nyerah kali, atau emang dia mau pulang mandi. Tapi ternyata dugaanku salah, tanpa rasa bersalah dan takut sedikitpun dia menyenggol bokong ku sehingga mau nggak mau aku harus menerima takdir, sekarang harus berada di dalam genangan air got yang baunya minta di ampun.

"Ups, sorry. Jatuh ya?" Aku menatapnya murka, seragam yang aku jaga sebaik dan seteliti mungkin, yangku rawat bagai anak sendiri, kini harus menjadi korban dari kebencian Himmi. Fitri menantapku prihatin, sementara manusia jahannam itu malah mengulum senyum kemenangan.

"Sekarang siapa yang bau got?" Aku menatap sekitar, untung sepi hanya ada aku dan teman-teman yang kena hukuman berada di luar. Tidak banyak cuma enam atau delapan orang.

Aku yang memiliki tingkat kesayangan dengan kebersihan baju terutama baju yang berwarna putih, dengan murka tanpa memperhitungkan apapun, langsung mengambil lumpur yang ada di dalam got, kemudian melemparnya ke arah Himmi.

"Cium tuh got!"  Teriak ku sambil tertawa, akhirnya impas.

"Ra... kayaknya.. kamu salah sasaran deh" Ucapan Fitri menghentikan tawaku. Aku yang memang memiliki gangguan pandangan jarak dekat segera mengambil kacamata yang ku selipkan di kantong baju.

Aku tertegun, Apes sekali nasibku hari ini.

"Keterlaluan kamu Ra! Aku cuma minta kamu buat nyelesain hukuman, kamu malah lempar aku pakai lumpur got" Selain nyebelin Himmi ternyata pandai bersilat lidah, tapi lupakan Himmi dulu, Fokus sama orang yang tak bersalah yang kini telah bermandian lumpur.

"Ya Allah Malik! Baju kamu! Lihat kelakuan kamu Ra, Baju Malik jadi kotor kan" Ingin rasanya aku masukin air comberan ini ke dalam mulut Himmi, dasar provokator. Kalau tidak gara-gara dia, mana mungkin ada orang yang jadi korban sekarang.

Aku memilih diam, mengamati reaksi santriwan yang bernasib kurang beruntung hari ini. Aku mengaku salah, tapi ini semua bukan sepenuhnya salah aku.

"Aku bantu bersihin ya?" Aku menatap Himmi jengah. Dasar wanita genit, aku yang jadi korbannya dia, malah di diemin di dalam got. 

"Maaf, tapi nggak usah" Santriwan yang aku tau Namanya Malik ini berusaha membersihkan lumpur yang menempel di seragam putihnya. Kasihan juga.

"Maaf ya, Niatnya mau lempar Himmi tapi nggak tau kalau kamu yang kena"  Aku berkata jujur.

"Makanya sifat jahilnya jangan di pelihara"

Rara, sabar. Anggap dia tidak bicara.

"Udah, nggak pa-pa. Kamu juga kasihan, baju kamu kena lumpur semua" Malik mendekat dan menyodorkan satu botol air tanggung yang kapan mungkin ada di tangannya.

"Bersihin baju kamu sebelum pergi ganti" Baper sama hal ginian boleh nggak sih? aduh abang, meleleh hati dadek.

Aku menerimanya dengan ragu, sekilas aku melihat Himmi yang terlihat tidak suka. Mampus, cemburu kan.

"Him, aku ke sini cuma mau bilang, Hukumannya sudah selesai. Jadi mereka boleh masuk ke dalam kelas" Himmi mengangguk.

Malik kemudian pergi kembali ke habitatnya, maksud aku ke kelasnya yang wilayahnya memang lumayan jauh dari kawasan putri.

Aku tertegun menatap langkahnya, bagaimana bisa dia memberikan air botol ini, sedangkan bajunya saja masih kotor begitu.

"Ra, masih mau diam di got itu?" Kesadaranku pulih kembali mendengar Fitri bertanya.

Aku segera naik, tentunya di bantu Fitri. Aku memandang diriku perihatin, untung aku masih punya seragam cadangan, kalau tidak aku harus izin nggak masuk kelas hari ini.

Himmi segera berjalan menjauh dari ku, Jangan panggil aku Rara kalau belum menuntaskan balas dendamku.  Dengan sedikit berlari aku mendekati Himmi, memberikan cap tangan kotor ku di mukanya sebelum aku beranjak ke asrama.

"Impas kan?" Aku menyungging senyum kemenangan, melihat wajahnya yang sudah seperti tuan crab di film spongebob. Merah merekah terlebih lagi, di tambah lumpur yang lumayan menutupi mukanya.

Aku segera berlari, sebelum suaranya meledak memaki ku. Aku bahagia terlebih lagi perhatian singkat dari Malik tadi.

"Rara!! Bener-bener kamu ya!" Aku tidak peduli lagi dengan teriakan Nenek Lampir itu, di benakku sekarang hanya terlintas wajah santriwan yang tadi menyodorkan air botol ke padaku. Hanya memberikan sebotol air tapi mampu membuatku sebahagia ini.

Malik, Nama yang mungkin mulai malam ini akan aku langitkan dalam sujud malam ku.

👽👽👽

"Ra, kamu kenapa?" Aku segera menyeka air mata yang terus saja mengalir, mengingat pertemuan pertama ku dengan Malik membuat ku semakin tersiksa.

Aku menatap Iqlima yang terbangun entah karena apa.

"Kamu sakit?" Iqlima mendekatiku, meraba keningku memastikan aku sakit atau tidak. Aku menggeleng pelan, berusaha tersenyum ke arahnya.

"Maaf soal kejadian tadi ya Ra, Aku terlalu kebawa emosi" Sekali lagi aku menyeka bekas air mataku, menatap Iqlima dengan lembut.

"Iya, nggak pa-pa"

"Jadi... apa kamu sedih gara-gara itu?" Aku mengangguk berbohong, untuk saat ini aku tidak bisa berfikir mencari alasan yang lain, aku sudah berjanji sama Ilham tidak akan ada yang tau tentang Malik, selama dia mengurus jasadnya. Tapi apa yang akan dia lakukan?

Aku tergugu ketika Iqlima memelukku, terisak. Menumpahkan air matanya di bahuku.

"Aku minta maaf Ra"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!