Malik

Aku nggak boleh takut, Aku harus memperjelas ini semua. Dari pada nanti aku mati penasaran"

Tekad ku sudah bulat, jika wanita itu kembali muncul aku akan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

...👽...

Setelah tiga hari meringkuk di rumah sakit, akhirnya aku bisa balik kepondok lagi.

Bayangkan tiga hari kerjaanku Cuma makan,tidur,makan, sakit perut, makan lagi, menghabiskan tenaga hanya untuk itu saja selama tiga hari.

Aku masih duduk di atas ranjang rumah sakit menunggu ustadzah Salma yang pergi entah kemana dengan seorang perawat tadi.

Bosan? Sudah pasti, aku yang biasanya banyak tingkah selama tiga hari harus manut dan nggak boleh banyak gerak, lebay kan kayak aku sakit parah aja.

Teman-teman gesrekku belum ada yang datang kalau sore begini pasti mereka lagi pembersihan di asrama, biasa rutinitas sehari-hari. 

Jangan tanyakan kenapa aku memilih pulang langsung ke asrama, orang tua dimana pas aku lagi sakit kenapa mereka tidak ada?. Jadi aku di kampung tinggal sama nenek dan adik aku yang masih kecil.

Kedua orang tua aku meninggal  dua tahun yang lalu ketika pulang ngerayain kelulusan ku.

Sedih? Sudah pasti. Rasanya waktu itu aku lebih baik menyusul, harapan dan cita-cita yang telah aku susun dengan kedua orang tuaku saat itu terasa lenyap.

Tapi Allah nggak suka dengan hambanya yang terpuruk dalam kesedihan yang berlarut-larut. Aku berusaha bangkit dan kembali menjadi Rara yang seperti biasa. Toh aku masih Allah. Kalau aku sedih aku pasti selalu ingat firman Allh SWT yang mengatakan  لاتخف ولا تحزن ان الله معنا . janganlah takut dan jangan bersedih, sesungguhnya Allah selalu bersama kita.

Tapi Meski begitu, terkadang tak jarang air mata, ku tutup dengan tawa. Menangis bukan berarti kita lemah kan.

Aku yakin, Allah lebih sayang sama ke dua malaikatku, tugas ku sekarang berusaha tetap mengadiahkan pahala bagi mereka, berusaha tetap menjadi manusia yang tidak menyusahkan, walaupun terkadang sering bikin ustadz sama ustadzah setres.

Di dunia ini aku tidak sendiri. Aku masih punya nenek dan adik yang harus aku bahagiakan.

Dan untuk sakitku yang sekarang, Aku sengaja nggak ngasih tau nenek, bisa tebak sendiri alasannya.

Aku melirik ke arah jendela, menghembuskan nafas untuk menghilangkan sedih yang mulai menyesakkan dada. Sekilas  ingatanku kembali ke malam dimana aku membuka mata.

Apa kabar wanita itu? Dari malam itu dia tak pernah muncul, seharusnya aku bersyukur karna nggak ada yang membuat latahku kambuh.

Tapi kenapa rasa penasaranku semakin tidak terkontrol. Terlebih lagi ada hal-hal aneh yang aku rasakan semenjak terbangun malam itu.

 

“ Rara!!! Uuuuu tayang, akhirnya bisa pulang juga dari tempat ini!” suara itu aku sudah hapal, bahkan kalau aku tidurpun aku akan tau siapa yang punya suara.

“Udah deh Fit jangan lebay” kata Dela jengah, pasalnya dia geli kalau mendengar ucapan yang berbau-bau alay apalagi menjerumus ke sananya.

Aku hanya tersenyum melihat ke lima teman ku. Tiga hari nggak kumpul bareng kayak gini rasanya begitu sepi. eh tepatnya berapa hari sih semenjak aku tenggelam. kagak tau dah.

“Apa sih del, ini bukan lebay. Ini tuh namanya pengekspresian hati” Fitri mulai ngebucin

“ Au ah fit, serah!”

“Udah-udah kalian nih, bukannya seneng temanya sehat, Malah ribut. Tau gitu aku sakit aja lagi, biar kalian akur” kataku pura-pura tidur lagi.

“Ini lagi sih bontet atu, bukannya waras malah makin gesrek.” Kata nisa, sambil menyentil keningku.

Aku duduk kembali, sambil mengusap keningku yang sakit. Dasar Nisa, emang kalau udah hoby nggak bisa di tahan. Orang sakit aja dia sentil.

“Ini nih perusak image, ternyata Himmi dengarnya ari kamu” gerutuku.

“ Nggak boleh panggil Rara bontet Ca” tumben si Dela baik kudu di kasih hadiah ni nanti.

“ Kasih tau dia Del”

“ yang benar tuh semekot. Semeter kotor!”  aku langsug mendengus sebal. Ibarat nya nih ya, udah di terbangin tinggi, pas lagi enak-enakan terbang. Tiba-tiba di jatuhin. Sakit kan.

Aku manyun melihat teman-temanku yang terlihat begitu tak berdosa menertawakan ku.

“Kamu benar mau balik kepondok langsung? Nggak mau pulang dulu?” untung aku masih masih punya teman yang pelihara akal sehatnya.

Iqlima menghampri ku dan duduk di tepi ranjang. Ke empat teman ku pun terdiam ikut memandang sendu ke arah ku.

Aku mohon jangan tatap aku seperti itu, aku nggak sanggup buat nahan air mata.

“Aku tau kok aku cantik, nggak usah di perjelas pakai tatapan kalian”

“Kamu mah nggak pernah serius” iqlima menimpali, aku terkekeh geli. Berusaha menetupi rasa sedih itu.

“Pantesan aja, santriwan nggak ada yang kesangkut, kamunya kayak gini” celoteh fitri. Apa hubungannya coba. Nggak jelas banget

“Iye ye maaf, kalian kan tau aku nggak mau bikin nenek kahwatir. Lagian Aku udah sehat kan, nggak sampai mati juga”

“ Eh aku jadi keinget Ra, isu yang aku dengar tiba-tiba malik hilang dari pondok”  kata Dela membuat ku terdiam menatapnya.

“Pulang kali” jawab Nisa. Semoga  saja, batin ku bergumam.

“Udah siap Ra” suara ustadzah Salma, menghentikan obrolan unfaedah kami. Aku mengangguk mengiyakan. Akhirnya aku bisa terbebas dari rumah sakit ini.

...👽...

Kami melangkah menyusuri jalan setapak yang menghubungkan rumah sakit dengan pondok.

Ya selain mengelolah pondok pesantren abah juga mendirikan rumah sakit islam, yang jaraknya dari pondok hanya terhalang tembok pembatas.

Selain itu abah juga memiliki perkebunan manggis dan jambu dan sebuah tempat pariwisata yang nggak kalah cantiknya dari aku.

“Ustadzah” panggilan itu bukan hanya membuat ustadzah Salma menoleh, namun kami juga. Itu suara ustadz Syarif, aku kenal sekali.

Sekitar jarak 1 meter beliau berhenti.

“Sekarang ada rapat di kediaman abah, kita semua di minta hadir”

“ kenapa mendadak sekali?”

Tanya ustadzah salma bingung, biasanya kalau ada agenda rapat pemberitahuannya pasti satu minggu sebelum acara.

“Ada hal penting yang perlu di bahas mengenai para santri”

Ustadzah salma melirik kami sekilas, kami yang dari tadi mencuri dengar, berpura-pura sibuk dengan apa yang bisa di jadiin kesibukkan. Ngupil minsalnya.

“Baiklah, ustadz Syarif duluan saja, saya mau menghantar Rara ke asrama dulu” ustadz Syarif menoleh ke arah kami, mungkin beliau baru sadar kalau ternyata ustadzah tidak sendiri.

“ Rara sudah sehat?”  beliau bertanya, mungkin mengilangkan grogi, yang jelas dapat terbaca oleh ku.

“ Alhamdulillah ustadz” aku nggak perlu bertanya lagi dari mana ustadz tau kalau aku sakit, karna semua orang yang ada di pondok pesantren ini tau apa yang terjadi sama aku.

“Ustadzah pergi aja, nggak apa-apa. Kan masih ada mereka, apa gunanya mereka hidup kalau nggak di manfaatin”

Kataku tanpa dosa, aku geli melihat wajah teman-teman ku yang sebentar lagi akan menghabisiku di asrama.

“Iya sudah ustadzah pergi dulu, assalamu’alaikum”

“ Wa’alaikumussalam” jawab kami serentak. Sembari mengamati langkah ustadzah salma dan ustadz syarif yang terlihat canggung.

“Kayaknya bakal ada kejutan nanti di pondok” kode Dela pada yang lain, aku melirik mereka curiga. Oh tidak ini pasti maksudnya pembalasan.

“Eh lihat deh, kayanya mereka serasi” kata ku mengalihkan ingatan mereka. Tentu saja mereka yang tak boleh ketinggalan gossip dan mulai mulai mengoceh tak jelas. Nggak apa-apa yang penting aku selamat.

Aku melirik Ke arah gerbang biru, perbatasan antara asrama santriwan dan santriwati. Tunggu  itu siapa yang nyender-nyender nggak jelas di tembok. Sementara teman-temanku lagi ribut nggak jelas, aku langkahkan kaki ku lebih dekat hanya ingin memperjelas.

"Malik"  Gumamku dalam hati. Entah kebetulan atau apa, Orang yang aku sebut namanya menoleh. aku sedikit gugup, benaran. kayak maling ketanggap basah. Namun dia juga terlihat terkejut saat melihat ku. Sapa nggak ya ? nggak boleh Ra, menyapa dia sama saja mencari mati. Tapi rasa penasaran ku benar-benar membuat ku pusing.

Aku memutuskan hanya diam. sesekali melirik ke arahnya. Dia terlihat sedikit aneh, Dia melangkah pelan menghampiriku.

Astaga bagaimana ini? bisa-bisa nanti aku kena hukuman sama yang lain, di kira ketemuan sama yang bukan sejenis.

Tentu saja aku panik bukan main, masalahnya dia semakin dekat, dan terlihat tanpa takut sedikitpun. Ini lagi teman-teman terlalu asik mengobrol atau bagaimana? sampai nggak sadar keberadaan malik.

"k-kamu ngapain kesini ?" akhirnya aku angkat suara, sebelum dia lebih dekat lagi. Ini orang mau cari mati kayaknya.

Dia malah tertegun mendengar pertanyaan ku.

" yaelah pakai acara bengong lagi"

Ingin rasanya aku slirban ni mulut, nggak bisa lembut sedikit.

" Kamu bicara sama aku?"

Pertanyaan macam apa itu, sudah pasti jawabannya iya. Orang aku ngomong sama dia nggak ada orang lain. hiraukan teman-teman aku.

" aku ngomong sama hantu " Jawab ku asal.

Malik yang mendengar itu malah mundur, beberapa langkah. Nih anak kenapa sih? untuk pertama kalinya aku ngomong sama dia, kenapa dia rada setres gini. Yang aku tau dia itu cool banget.

" ya sama kamu lah"

" Ra ayo pulang, kamu bisa jalan sendiri kan. Katanya sudah sehat" suara Dela mengejutkan ku.

Aku melihat ke arah teman-temanku, mereka ternyata sudah pada ninggalin aku, kebangetan. Tapi apa Dela nggak lihat Malik?

Aku menghadap ke arah Malik lagi, lah main pergi-pergi aja tu bocah. Pantesan Dela nggak lihat dia.

"Buruan woe! Sudah mau magrib ini!" kali ini suara Nisa yang berteriak.

Aku segera mempercepat langkah ku, menyusul mereka.

Aku tersenyum sendiri, ada apa dengan gumpalan darah di dadaku ini? berdebar tak jelas, senyum di bibirkupun tak bisa ku sembunyikan. Untuk pertama kalinya aku sedekat itu. Ya Allah ekspresi kakunya itu loh ngademin banget.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!