Aku berlari kearah pintu, lebih baik aku keluar daripada harus mendengar jeritan seperti ini. Aku terus saja berteriak sembari kaki ku terus berlari ke arah pintu.
Brak!!!
Pintu itu tiba-tiba tertutup menampakkan sosok Himmi yang kini tengah menatapku tajam.
Seketika suasana di dalam kamar ini menjadi tegang, kenapa Himmi bisa di sini? Bukannya dia berada di rumah sakit sekarang.
Aku menatap bola mata Himmi. Mata itu lagi, aku yakin pasti Himmi lagi-lagi kerasukan. Dan yang masuk kebadannya adalah makhluk yang tadi mencekikku di laboratorium.
Himmi berjalan pelan mendekati ku, aku berusaha fokus sekarang dan menghiraukan suara lain yang aku dengar. Aku harus menyadarkan Himmi.
Tapi bagaimana caranya, masalahnya dari dulu aku adalah orang yang paling males berhubungan dengan namanya orang kesurupan, jadinya setiap ada santriwati yang kesurupan aku nggak pernah pergi buat ngelihat apa lagi ikut ngebantu.
Dan sekarang rasanya aku ingin merutuki kemalesan ku itu, baiklah aku harus berfikir kalau orang kesurupan biasanya diapain. Aku tau bacain ayat kursi, dengar-dengar mereka bakalan bereaksi kalau di bacain ayat kursi. Tapi kalau nanti malah nggak mempan kan ribet urusannya. Tapi nggak apa-apa, sebelum mencoba mana tau kan.
Aku melafadzkan ayat kursi dalam hati, kali saja makhluk di dalam tubuh Himmi bisa baca isi hati, mereka kan kasat mata pasti bisa lihat dan dengar yang berbau kasat juga. Aku mulai ngelantur.
"Hihihihi!!" Himmi tertawa keras melihatku yang cukup gelagapan. Ini setan kayaknya harus di les privat paduan suara biar suaranya merduan dikit, nggak menakutkan kayak sekarang.
Tiba-tiba tubuh Himmi tumbang, menyiratkan kesakitan pada wajahnya.
"Ra..To-long aku" Suaranya lirih. Lagi-lagi aku mendengar kalimat itu, namun sekarang kalimat itu keluar dari mulut Himmi.
Aku mencoba mendekat, aku menatap mata Himmi, yang meminta tolong ini benar-benar Himmi. Matanya sudah kembali seperti biasa.
"Sini aku bantu berdiri. " Aku memegang lengan Himmi membantunya untuk berdiri.
"Hihihi!!" Himmi mencengkram leherku, matanya berubah kembali, jilbab yang dia pakai entah kapan terlepas.
"Kamu harus mati!! Hihihi!!!" Aku mencoba meraih tangannya yang mencengkram leherku kuat. tapi Himmi segera menepisnya tidak membiarkan tangan ku sedikitpun menyentuhnya
Ini dua kali lipat lebih sakit dari pada yang tadi di laboratorium, masalahnya luka yang tadi di tinggalkan masih lebam.
Aku benar-benar kehabisan napas, jika Himmi terus-terusan mencekik leherku.
Brakk!!!
Suara pintu di dobrak dari luar, Himmi terus saja tertawa tanpa menghiraukan aku yang sudah lemas karena hampir kehabisan nafas.
Brakk!!
Cahaya matahari akhirnya bisa masuk menerangi kamar tempat aku sekarang. iya pintu itu akhirnya bisa terbuka setelah didobrak beberapa kali.
"Rara!!" Aku mendengar suara teriakan banyak orang memanggilku sebelum kesadaranku benar-benar hilang.
Tubuhku ambruk Saat Himmi melepaskan cengkramannya di leherku.
"Uhuk-uhuk." Aku berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Namun sesak yang aku rasakan sudah mencapai batas maksimal.
pandanganku mulai buram, suara orang-orang di sekitar mulai sayup terdengar. Aku lihat tubuh Himmi tergeletak di sampingku sebelum mataku benar-benar tertutup.
👽
Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba menghalangi cahaya yang membuat mataku silau. Aku dimana? apakah aku sudah mati, sehingga yang ku lihat sekarang hanya warna putih.
Tidak, ternyata yang aku lihat sekarang adalah atap rumah sakit, pantesan. Aku menarik nafas dalam-dalam, nyeri masih ku rasakan di bagian leher dan dadaku.
Aku mengucap banyak syukur dalam hati, Aku kira sudah di alam kubur sekarang gara-gara kehabisan nafas tadi. Pandanganku terhalang oleh alat bantu pernafasan yang di pasang di hidungku. Baru kemarin aku keluar dari tempat ini dan sekarang malah kembali berbaring di sini.
Aku mengedarkan pandangan, sepi. Kenapa orang-orang senang sekali membiarkan ku sendiri? atau aku memang sudah di takdirkan untuk menyendiri.
Aku mencoba mengatur detak jantungku yang seperti orang balapan lari, saling mengejar bersahutan satu sama lain. tenyata aku lagi-lagi menyusahkan orang.
padahal aku sudah janji sama Ayah agar tidak membuat orang lain susah.
"Jangan bergerak!" Aku menongak melihat siapa di depanku sekarang.
Malik? kenapa manusia satu ini hoby sekali datang tiba-tiba, apa dia tidak tau kalau jantung aku bakalan tidak sehat dekat-dekat sama dia.
Ayolah, jangan buat wanita baperan ini geer.
"Kamu Malik?" Aku bertanya memastikan, mungkin saja aku mimpi atau berhalusinasi atau bisa jadi ada makhluk tak kasat mata yang menyamar jadi Malik.
Aku mencubit tangan kiriku.
"Aw!"
Sakit, berarti ini bukan mimpi seperti kemarin. Kalau bukan mimpi berarti ini beneran Malik dong. Oh tidak! Apa kabar dengan penampilanku yang sekarang, kenapa setiap bertemu dengan Malik aku nggak pernah cantik selalu saja ada hal-hal konyol yang mungkin saja membuat malik jijik.
Aku berusaha mengingat berapa kali aku beneran ketemu maksudnya lebih tepat berpapasan sama Malik.
Astagfirullah, Semua kacau. Tak ada pertemuan yang mungkin membuat hatinya bisa terpikat. Pertemuan pertama dandanan lumayan rapi tapi disana malah tangan yang kupakaiin sepatu, Yang kedua sepatu malah digantung di leher, yang ketiga... sudahlah aku tidak ingin mengingatnya lagi.
Aku menatapnya sejenak, Ini pertama kalinya dia sedekat ini, Tapi...
"Maaf aku membuat kaget ya?" Suara Malik membuyarkan lamunan ku. Aku menunduk gugup. Lain waktu akan ku pastikan, aku tidak akan melamun ketika bertemu dengan dia. Nambah malu-maluin.
"Nggak kok" Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak gugup.
"Kenapa kamu kesini? Nanti kalau ada yang lihat bisa kena hukuman kita" Aku mencoba mengingatkan, karena rumah sakit masih lingkungan pesantren jadi peraturan masih tetap berlaku.
" Nggak akan ada orang yang lihat selain kamu" Jawabnya lirih, dari intonasinya aku tau ada nada kesedihan di sana.
"Maksudnya?" Apa memang di luar tidak ada teman-teman yang jagain aku ataupun ustadzah.
"Oh aku tau, yang jagain aku pada pulang ya, atau pergi keluar" Malik menggeleng semakin membuat ku bingung.
Aku memberanikan diri menatapnya, Sorot matanya terlihat kosong namun juga ada kesedihan di sana, persis seperti di dalam mimpiku tadi.
Aku menepis semua fikiran buruk yang mulai memenuhi fikiranku.
"Bantu aku Ra..." Aku masih tidak merespon membiarkan Malik menyelesaikan ucapannya.
"Tolong, temukan tubuh aku. "
Deg!
Aku mematung, mencoba mencerna kalimat singkat tadi. menemukan tubuhnya, maksudnya apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments