"Tolong temukan tubuh aku" Aku mematung mencerna kalimat singkat itu. Menemukan tubuhnya, maksudnya apa?
"Maksud kamu?" Malik tidak menjawab perlahan-lahan bayangannya lenyap menyisakan hawa dingin yang mencekam.
"Malik jangan pergi, Jelasin dulu!" aku berteriak berharap malik kembali dan menjelaskan semuanya.
"Malik!"
"Ra, Rara!!" Aku tersadar saat tubuhku di goncang kerasa oleh ustadzah Salma.
"Utstadzah, Malik ustadzah..." Aku tidak bisa berbicara lagi membayangkan saja hatiku sudah sengilu ini.
Jadi selama ini aku bicara dengan siapa? arwah, jin, atau Malik? Nggak itu bukan Malik, yang tadi itu cuma makhluk lain yang ingin menjahiliku. Malikku masih hidup.
Ustadzah Salma menatap Ustadz Syarif yang sekarang bersamanya, mereka terlihat bingung kenapa aku menyebut nama Malik terus, Apa aku sama Malik punya hubungan khusus yang disembunyikan, Jika benar maka itu adalah suatu pelanggaran.
"Udah tenang ya, Malik baik-baik saja" Kini ustadz Syarif yang mencoba menenangkan.
Aku lebih percaya ustadz Syarif, yang tadi itu tidak mungkin Malik. Iya aku harus yakin.
"Maliknya sekarang dimana Ustadz?"
"Kamu tenang dulu, Malik lagi pergi kesuatu tempat" Ustadz Syarif sedikit ragu dengan argumennya, pasalnya diapun belum tau keberadaan Malik yang sebenarnya dimana.
"Lebih baik kamu istirahat dulu Ra"
"Himmi gimana ustadzah?" Aku baru ingat Himmi tadi juga pingsan.
"Himmi sudah balik ke pondok, kamu harus tenang Ra, kamu jauh lebih parah dari pada dia" ustadz Syarif mencoba mengingatkan ku.
Tidak, Himmi tidak baik-baik saja. Dia lebih tersiksa daripada aku, aku tau dia begitu kuat menolak makhluk itu masuk kedalam tubuhnya.
"Rara mau balik ke asrama ustadzah" Aku merengek memohon, agar ustadzah Salma mengizinkan. Aku tidak bisa diam berlama-lama di sini, semua semakin terasa tidak masuk akal bagiku.
Apa ini ada hubungannya dengan mimpiku sebelum-sebelumnya? Aku mencoba mengkaitkannya namun aku masih tidak memahami ini semua.
" Kita pulang nanti malam ya, sekarang Ustadzah mohon kamu istirahat dulu, tenangin diri" Untuk saat ini lebih baik aku menurut. Aku mengangguk, memejamkan mata pura-pura tertidur.
"Bagaimana Ustadz, apa Malik belum ditemukan juga?" Aku mulai mencuri dengar percakapan Ustadzah Salma dengan Ustadz Syarif. Hening sejenak, mungkin mereka sedang memastikan kalau aku benar-benar sudah tertidur.
Aku mendengar Ustadz Syarif menghembuskan nafas berat.
" Kami juga belum mendapat kabar dari orang tua Malik. Dia tidak ada di rumah, di asrama, sebenarnya dia kemana?"
"Semoga Malik cepat ditemukan"
Aku memejamkan mata menahan sesak, berarti apa benar yang tadi minta tolong itu Malik? Jika benar siapa yang menyembunyikan tubuhnya dan dimana?
Aku benar-benar harus tidur, Semuanya masih terlalu rumit untuk aku pecahkan. Kini aku benar-benar memejamkan mata mencoba membawa fikiran ini ke dalam mimpi yang mungkin jauh lebih indah daripada kenyataan.
👽
Aku merasakan tubuhku di peluk seseorang namun mataku masih belum bisa terbuka.
"Ra sadar, Ra..." Samar-samar aku merasakan tepukan di wajahku, aku menggigil merasakan tubuhku basah kuyup entah karena apa.
"Ra...ini aku, Malik" Aku masih bisa mendengar walau masih tak jelas. Aku rasakan tubuhku digendong berjalan entah menuju kemana.
Ingin rasanya aku membuka mata melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Malik!!" Sebenarnya ada beberapa orang sekarang disini?
"Ustadz..." Aku merasakan Tubuhku disenderkan dekat pintu.
"Berani-beraninya kamu!!" Lagi-lagi aku mendengar bentakan entah itu suara siapa.
"Ustadz, Malik bisa jelasin. Ini.. Ustadz kan tau Rara...Akhh...Ustdz..." Aku mulai tersadar, Samar-samar aku melihat tubuh Malik diseret.
"Malik..." lirihku pelan Aku membelalakkan mata ketika tubuh malik mulai di injak-injak,
"Ustadz...akhh!!" Ustadz? Ustadz siapa yang bertindak semena-mena seperti ini.
"Mata itu" Lagi-lagi mata yang sama, sayangnya aku tidak bisa melihat tubuh siapa yang makhluk itu pinjam lagi. tempat ini begitu gelap.
Tiba-tiba aku rasakan ada sesuatu yang menghantam tubuhku ketika mata itu melirik ke arah ku.
Air Mata ku menetes melihat malik yang sudah tak sadarkan diri. Aku terus menerus menyebut nama Malik dalam Hati. Peduli apa dengan nyeri yang aku rasakan sekarang.
"Dia harus Mati!" Mata itu menatapku tajam.
Tubuh Malik kembali diseret semakin menjauh dariku. Aku berusaha bangkit untuk mengejar, namun lagi-lagi ada benda tak kasat mata yang kembali menghantam tubuhku.
Ditengah kesadaran ku yang hampir menghilang, aku berusaha fokus melihat kemana Malik dibawa. Namun pintu yang menompa tubuhku tiba-tiba terbuka.
👽
"Malik!!" Aku rasakan oksigen yang masuk ke dalam paru-paruku tidak bekerja dengan baik. Aku kembali membuka Mata, ternyata masih di tempat semula. Ruangan serba putih tempat ku di rawat. Ternyata aku Mimpi lagi, tapi kenapa mimpi tadi seolah nyata dan pernah aku alami.
Fikiranku ternyata salah, kenyataan dan mimpi sama saja, sama-sama membuatku tidak tenang. Dan sekarang aku harus berada di mana? Dunia nyata dengan dunia mimpi sama-sama hampir membuatku gila.
Oh ayolah aku hanya ingin hidup tenang.
"Ra, kamu sudah bangun?" Aku berusaha tersenyum ke arah Ustadzah Salma yang baru masuk bersama Ustadzah Atin.
"Ustadzah, jadikan balik ke asrama sekarang? Rara sudah sehat kok" Ustadzah salma menatap ku ragu, melihat leherku yang masih membiru dan ada bekas gigitan di tangan kananku mungkin membuat beliau berfikir untuk membawa ku pulang kerumah saja.
" Rara nggak mau pulang ke rumah?" kini pertanyaan itu terlontar dari Ustadzah Atin.
Pulang kerumah? dengan keadaan seperti ini. Ustadzah bercanda, itu sama aja ingin membunuh nenek ku, beliau memiliki penyakit lemah jantung.
Aku buru-buru menggeleng, apapun yang terjadi aku nggak akan pulang dengan keadaan seperti ini.
"Ustadzah, Rara mohon" Ustadzah Salma terlihat berfikir. beliau tau bagaimana keadaan nenek ku.
"Iya udah, kita balik ke asrama saja"
Aku membiarkan seorang perawat melepaskan infus yang melekat di tanganku. Akhirnya aku bisa segera mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.
👽
"Assalamu'alaikum"
"Rara! Alhamdulillah, akhirnya kamu pulang" Aku tertawa geli, dasar teman-teman lebay padahal aku dirumah sakit nggak sampai sehari.
"Emangnya aku di rumah sakit berapa bulan ah, sampai lebay kayak gini" Dela meninju lengan ku pelan, dia adalah spesies yang anti di bilang lebay.
"aduh!" Aku sengaja mengaduh kesakitan.
"Iih Dela, ginjal kamu mau di cubit ah!, kasihan Rara baru sembuh juga" Fitri mulai membela.
"Udah-udah, kalian ini. Nggak mau ngasih Rara sama ustadzah masuk" Tumben Nisa otaknya singkron.
"Tuhkan sampai lupa, Dela sih"
"Kok aku Fit"
Aku segera masuk, jika menunggu mereka diam sama aja nunggu sapi bertelur baru aku bisa masuk.
Aku melirik ke arah Iqlima yang duduk termenung di depan lemari. dia terlihat bingung dan begitu takut.
"Ma" Panggil ku lirih, dia mendongak sedikit terkejut, entah karena melihat ku atau karena dia tersadar dari lamunannya karena suaraku.
"Ra" Iqlima langsung memelukku, Menumpahkan tangisnya di bahuku.
"Kamu nggak apa-apa kan?" Aku mengangguk mengiyakan, Aku begitu terharu karena mereka terlihat begitu tulus menyayangi aku.
"Udah jangan nangis"Aku menghapus air mata Iqlima, kenapa teman ku yang satu ini jadi cengeng, padahal setauku dia nggak pernah nangis selama kita bersama.
"Ra, ustadzah pergi dulu. Nanti kalau ada apa-apa kasih tau"
"Terima kasih ustadzah" Ustadzah Salma mengangguk kemudian pergi.
"Ini Saatnya" Gumamku dalam hati.
Aku ingin memastikan bahwa semua memang benar baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments