Kupejamkan mata berusaha untuk tidur, tapi percuma. Terlalu banyak misteri yang harus aku pecahkan secepatnya. Aku bangkit dari tempat tidur, melirik jam. Pukul dua belas lewat, teman-teman kamarku sudah terlelap semua. Aku ingin memecahkan masalah ini segera, tapi darimana aku harus memulai. Aku terus memutar otak berusaha merangkai benang kusut yang masih memenuhi fikiranku.
"Baik, aku mulai dari tempat semuanya berawal" Dengan begitu pelan, aku berjalan melewati satu persatu teman ku, aku pandangi mereka sejenak. karena aku mereka jadi tak tenang, karena aku suasana pondok menjadi mencekam.
"Maafkan aku" Dengan membaca bismillah aku melangkah kan kaki keluar. Aku berdiri sejenak, ragu melihat pemandangan di depanku yang begitu sepi. Aku harus lanjut, demi masa depan bersama.
"Mau senter nggak? Di sana gelap loh!" Tubuhku menegang mendengar suara yang di iringi helusan lembut di pundakku.
Aku melihat lewat ekor mataku jemari yang kini dengan lembut menghelus pundak ku, panjang dan begitu runcing. Aku terdiam, hanya untuk menelan salivaku saja aku tak sanggup. Tangannya semakin meraba ke atas kepalaku, memberikan tusukan-tusukan kecil dari kuku-kuku panjangnya. Tangannya saja sudah seseram ini bagaimana mukanya.
"Dia bukan Jin" batinku meyakini, Setau aku dari buku yang aku baca jin tidak memiliki ruas di setiap sambungan tubuhnya. Aku yakin ini pasti Selak, manusia biasa yang bisa berubah wujud menjadi apa saja karena mempunyai ilmu-ilmu yang bertentangan dengan agama.
Aku berbalik badan, memberanikan diri untuk berhadapan muka dengan dia, aku nggak boleh takut dia sebenarnya juga manusia tapi jalan yang dia ambil salah makanya menjadi seperti ini.
"Ya Allah!" Aku tidak berbohong, ini murni rasa kagetku ketika melihat dia, Mata merahnya melotot tepat di hadapanku, mukanya yang gosong sebelah di tambah darah bercampur ulat menetes lewat wajahnya yang berlubang. Ingin berlari percuma, semakin aku takut maka dia akan semakin senang menakutiku. Baiklah mungkin ini saatnya bakat aktingku harus di keluarkan.
"mmphh Hahahaha!" Aku pura-pura tertawa sambil menunjuk ke arah mukanya, sengaja perut ku pegangi seolah-olah ini benar-benr hal yang sangat lucu untuk di tertawakan. Ya Allah aslinya padahal udah mau kabur.
"Muka kamu sumpah jelek banget! Hahaha!!!" Selak yang ada di hadapanku sekarang mematung memandangku dengan pandangan bingung, gimana dia nggak bingung yang ada dalam ekspektasinya aku bakalan takut tapi yang dia lihat malah sebaliknya. Dalam tawa yang aku buat, otak ku terus bekerja apa yang harus aku lakukan supaya selak ini kapok datang ke sini. Dia mencoba menakutiku lagi dengan melilitkan tangannya yang tiba-tiba saja elastis ke bagian bawah tubuh aku.
"Hahaha geli, eh kalau mau gelitikin nggak gini caranya! Sini aku contohin" Aku mulai menggelitiki bagian tubuhnya yang bisa aku pegangi, lumayan kapan lagi coba bisa ngerjain selak kayak gini. Dia menghindar membuatku semakin ingin mngerjainya.
"Eh kok ke sana, sini aku nyontohinnya belum selesai!"
"Dasar manusia setres!" Yang jadi manusia setres itu aku apa dia sih sebenarnya, aku rasa aku masih waras-waras saja. Dia segera terbang melewati atap asrama, pergi menjauh, aku yakin dia pasti kapok datang ke sini. kenapa nggak aku karungin saja tadi dia, biar besok paginya aku bisa lihat wujud dia dalam manusia asli, karena selak cuma bisa berubah wujudnya pada malam hari aja.
"Eh kok pergi! niatnya aku mau make up muka kamu! mau semoothing rambut kamu! biar cantikan ! Gigi kamu kayaknya perlu di sikat juga! " Aku terkekeh geli, gini rasanya jahilin makhluk seperti itu, seru juga ternyata.
"Dia kayakny butuh mandi juga" gumam ku ketika mencium tanganku yang tadi ku pakai untuk menggelitiki badannya.
Aku segera berlari ke kamar mandi, mencuci tangan ku sampai bersih, bau tanah campur kotoran, kayaknya dia baru selesai mencari makan ke toilet. Manusia-manusia kayak begitu seharusnya sadar kalau bukan dia saja yang akan mengalami nasip menjadi selak tapi akan turun temurun ke anak cucunya, Udah di kasih makan enak saat jadi manusia biasa, kenapa malah milih cari makanan lain dalam wujud selaknya.
Aku hampir lupa tujuan utamaku keluar tadi, aku segera membersihkan tanganku dengan cepat kemudian bergegas pergi ke sumur.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Aku mematung di dekat sumur yang kini hanya di terangi lampu seadanya, Aku mengedarkan pandangan mungkin saja ada petunjuk yang bisa mengarahkan aku menemui titik terang.
"Kran air" Aku segera berlari mendekati kran yang tadi malam sempat aku buka.
"Kata Fitri airnya sudah bau bangkai sejak beberapa hari yang lalu, bangkai hewan sekalipun nggak akan mengeluarkan darah kalau hewannya mati kecebur ke dalam tong air, tapi aku yakin yang tadi malam itu jelas-jelas darah. berarti ada yang sengaja naruh bangkai ke dalam dan sebelum itu hewannya mungkin di mutilasi atau nggak di cincang-cincang. Iih kok serem ya" Aku mulai membuat alibi yang kayaknya masuk akal.
"Jika malam ini masalahku belum menemukan titik terang, setidaknya masalah kran ini harus selesai besok pagi" Aku harus mencari tau apa penyebab sebenarnya air kran ini berubah. Iya setidaknya jangan sampai ada orang lain yang tidak sengaja membuka kran ini dan melihat seperti apa yang aku lihat tadi malam, bisa pingsan anak orang. Untung aku nggak doyan pingsan, jadinya aman meski di kagetkan beberapa kali.
Sret!
Sret!
Aku mematung, memfokuskan suara yang aku dengar dari jalan dekat sumur, samar-samar aku mulai mencium wangi melati. Dada ku mulai bergemuruh tak karuan, jujur aku takut, karena untuk saat ini aku belum siap menghadapinya. Dengan langkah pelan, aku segera berlari masuk ke dalam toilet, jangan sampai dia tau kalau aku ada di sini.
Perlahan aku dengar suara angin berhembus, membuat bunyi yang mencekam dari pintu yang menghubungkan jalan dengan sumur, dari lubang kecil yang untungnya ada, aku bisa melihat bahwa ada yang berjalan melewati sumur, bukan berjalan tapi lebih tepatnya melayang. Wangi melati itu semakin pekat, samar-samar aku melihat sosok wanita dengan rambut yang mengguntai panjang sampai menyentuh tanah melayang di dekat sumur. Aku berusaha bernafas setenang mungkin, meredakan debaran jantung yang aku rasakan suaranya mampu di dengar olehnya. Aku melihat dua selendang yang bergantung di pundaknya, gaun putih yang ia gunakan dari belakang terlihat berlumuran darah, dari ciri-ciri yang aku lihat persis seperti yang pernah ayah ceritakan.
Mataku membulat ketika makhluk itu berbalik melihat ke arah toilet, aku terlebih dahulu menunduk sebelum aku melihat mukanya, Aku menjadi serba salah mau baca do'a lagi di dalam toilet, tapi kalau nggak baca cuma itu satu-satunya cara agar aku bisa sedikit tenang.
Imajinasiku sudah mulai berkeliaran, berandai-andai jika makhluk itu menemukan aku. Apakah dia akan langsung membunuhku atau mencincangku terlebih dahulu.
Keringat dingin mulai membanjiri tubuhku, lima menitberada di dalam toilet membuatku cukup susah untuk bernafas.
Hening, aku rasa wanita itu sudah pergi, wangi melati itupun samar-samar menghilang. Aku bersiap-siap keluar, namun lagi-lagi aku di kejutkan dengan sosok anak kecil yang menyembul dari dalam keloset.
"Astaga ni bocah botak, ngagetin aja!" Malam ini aku harus mempersiapkan jantungku untuk 5 kali lebih kuat dari sebelumnya, biar tahan banting kalau ada yang lebih mengejutkan dari sebelumnya.
Aku bergegas keluar, membiarkan anak kecil itu bermain-main dengan keloset, hal yang harus aku lakukan sekarang adalah segera naik ke atas maqam, memastikan bangkai apa yang ada di dalam tong air itu.
Setelah ku rasa cukup aman, aku bergegas keluar melewati pintu yang tadi sempat mengeluarkan bunyi menyeramkan, untung ada jalan pintas menuju maqam yang abah sediain untuk santriwati biar nggak kejauhan harus muter lewat asrama santriwan, karena setiap satu kali seminggu ada kegiatan khatam Al-Qur'an tiap hari jum'atnya, santri mulai mengaji di atas maqam dari hari kamis siang, disana sudah di sediain tempat dan setiap santri di jadwalkan perkamar dan harus selesai sampai juz 29 sebelum azan sholat jum'at, sehingga nanti setelah pulang sholat jum'at kami semua akan naik ke maqam untuk sama-sama khatam Al-Qur'an dengan abah dan keluarga beliau serta para alumni yang sengaja hadir.
Aku mencoba membuka gerbang, ternyata di gembok. Bagaimana ini? apa memang besok saja aku ke maqam, ini mungkin terlalu berbahaya, tapi aku sudah terlanjur sampai di sini, jika menunggu besok pergi ke maqam harus ada izin dari Ustadz maupun Ustadzah, selain hari kamis dan jum'at pergi ke maqam adalah hal yang sangat sulit. Nanggung, aku sudah seperempat perjalanan.
"Berarti aku harus lewat sana" Aku menelan salivaku beberapa kali, meyakini diriku bahwa semua akan baik-baik saja, tidak ada yang perlu aku khawatirkan.
"Bismillah, Ya Allah" Aku menarik nafas pelan sebelum melangkahkan kaki menuju gerbang biru, jalan satu-satunya yang tersisa sekarang adalah gerbang yang ada di wilayah santriwan.
Aku mengedarkan pandangan, memastikan bahwa tak ada orang yang masih bangun, biasanya santriwan sering ronda malam setelah lewat jam dua belas.
Baru beberapa langkah tiba-tiba semua lampu mati, Hening, gelap. Kenapa Bang PLN tidak pernah bersahabat di saat genting seperti ini. Hanya mengandalkan naluri aku berjalan, Tenang Rara hanya tinggal lurus maka kamu akan sampai gerbang biru dengan selamat.
Angin berhembus menerpa wajahku, dingin. Aku mendongak menatap langit yang untungnya masih banyak bintang yang setia menemani, nggak kayak hati aku, sepi.
Sudah beberapa hari ini aku nggak pernah melihat Malik, keberadaannya seakan menghilang, yang ada hanya mimpi-mimpi buruk tentang dia.
Sekali lagi aku mendongak, melihat ke arah langit karena mendengar deruan angin yang tak biasa.
Aku melihat selak yang tadi sempat ku kerjai terbang memutar-mutar di atasku.
"Kenapa tadi kamu nggak bawa senter Jo?"
Aku menghentikan langkah mendengar suara dari lorong yang menghubugkan tempat ku sekarang dengan majelis, Aku tau itu pasti santriwan yang hendak pergi mengaji ke datok, biasanya nanti jam tiga dini hari pengajian akan di mulai, jadi sebelum itu mereka berangkat untuk menyiapkan hapalan di sana.
"Mana aku tau kalau lampu bakalan mati, biasanya kan cuma mati sebentar" Aku lebih takut ketahuan sama mereka dari pada melihat makhluk-makhluk menyeramkan ini, semoga lampunya tetap mati seperti ini.
Aku merasakan mereka melewati ku, aku menahan nafas sebisa mungkin.
"Eh tunggu deh"
Ya Allah kenapa mereka malah berhenti.
"Kok aku merinding ya?"
"Jangan nakutin deh" Aku dengar temannya mulai takut. Mereka mendongak, mengikuti suara angin yang semakin keras berhembus. Aku mengikuti arah mata mereka, anehnya meski gelap seperti ini aku bisa mengetahui gerak gerik mereka, meski wajah meteka tak begitu jelas. Untung aku pakai jilbab hitam jadinya tidak terlalu mencolok di tempat gelap.
"I-itu..."
"Astaghfirullah... Allahuakbar!!"
Mereka lari ketakutan ketika melihat selak yang tadi terbang, melayang di atas mereka.
Bug!
Aku memejamkan mata erat, mendengar merek terjatuh, gara-gara menabrak gerbang biru yang tidak mereka lihat.
"Hahaha makanya kalau jalan mata kakinya di pakai!" Aku segera membungkam mulutku sendiri, bisa-bisanya aku keceplosan. Semoga saja mereka tidak curiga, aku melihat mereka semakin panik, membuka gerbang biru itu dengan cepat. Badan mereka aja yang laki-laki, tapi mental perempuan. Masa gara-gara selak aja mereka takut.
"Mau apa lagi ke sini?! mau aku bedakin biar nggak gosong?!" Dia berlalu, tanpa menjawab ocehanku.
Aku kembali berjalan melewati gerbang biru yang sempat menjadi korban tabrak lari dari kedua santriwan tadi. Untung gerbang ini di buat dari baja kalau tidak sudah masuk rumah sakit, saking kerasnya tabrakan itu.
Sepi, hanya suara jangkrik sesekli yang menemani. Asrama putra juga terlihat sepi, mungkin penghuninya sudah pada tidur semua. Untuk pertama kalinya aku benar-benar berani sendiri kesini, tengah malam lagi.
Sekitar lima menit akhirnya aku sampai juga di depan gerbang yang langsung bersambung dengan maqam.
"Semoga tidak terkunci, bismillah" Aku tersenyum sumringah karena harapanku sesuai dengan kenyataan. Aku menarik gerbang itu pelan agar tidak menimbulkan bunyi yang nanti malah mengundang penghuni asrama ini.
Setelah berhasil melewatinya, Kini saatnya aku harus menutup gerbang itu kembali seperti semula.
" Alhamdulillah" Aku segera berbalik, Hendak melangkah menaiki tanjakan menuju maqam tapi..
Bug!
"Allahuakbar!" Pekikku hampir terjatuh karena menabrak seseorang.
...👽👽👽...
Selamat malam jum'at bagi kalian pembaca setia 😉😉
Jangan lupa Al- Kahfinya ya dan tentunya mari perbanyak sholawat untuk baginda Muhammad SAW, semoga kelak kita bisa mendapat syafaat dari beliau.
^^^اللهم صل علی سیدنا ﷴ وعلی اله وصحبه وسلم ^^^
Oh ya sekedar informasi, mungkin dari kalian ada yang belum tau Selak itu apa, jadi Selak merupakan nama Hantu yang terkenal di lombok yang di ambil dari bahasa sasak, selak sebenarnya merupakan manusia biasa, namun karena mereka menggunakan ilmu hitam dan melakukan perjanjian dengan jin yang kerap kali di gunakan untuk pesugihan ataupun untuk mendapatkan harta maupun kekuasaan. maka mereka yang mengambil jalan seperti ini harus menerima konsekuensi yaitu mereka akan berubah menjadi makhluk jadi-jadian. Makhluk inilah yang masyarakat lombok dijuluki dengan nama Selak.
Ilmu ini sebenarnya sangat bertentangan dengan ajaran agama islam yang ada di lombok, oleh sebab itu masyarakat lombok mengenal makhluk ini memiliki sifat buruk yaitu suka menakuti, mereka sebenarnya juga manusia biasa namun akan berubah wujud menjadi bentuk yang menyeramkan ketika malam hari atau bisa juga ketika mereka marah. Makanan mereka berupa Hewan-hewan kecil dan kotoran. Bahkan Ilmu ini bersifat turun temurun dan di wariskan ke anak cucu berikutnya, meskipun anak cucunya tidak tau, namun dengan sendirinya ketika waktunya tiba mereka akan tau.
Wallahua'lam...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Niswah
lanjuuuuuutttt thor
2023-10-07
1