Kasih Fana Dikisah Gam

Kasih Fana Dikisah Gam

Bab 1 Lamaran

Tahun 1990-an di Aceh Tengah (Gayo)

Kecamatan Danau Laut Tawar

Desa Pedemun

"Nak... Mau cari yang bagaimana lagi?"

Ucap wanita paru baya yang kini duduk di ujung ranjang menatap putrinya yang sudah ke sekian kalinya menolak lamaran.

"Ma'af Mak..." Tunduk Zahara, mendengar keluhan ibu-nya.

Karna ini sudah ketiga kalinya Zahara menolak lamaran dari pria yang berbeda, entah apa yang dicarinya. Padahal dari ketiga pria itu semua berasal dari keluarga yang lumayan berada, bahkan salah satunya seorang juragan kopi yang memang sangat kaya di kecamatan itu.

Bukan-nya Zahara tidak ingin menikah, dia tentu sangat ingin menikah Seperti wanita biasa pada umumnya. Tapi, melihat ibu-nya berkelahi dengan ayahnya yang berujung pada perceraian membuat-nya sulit untuk membuka hati dan melakukan sebuah pernikahan.

Dalam pikirannya pernikahan tidak lebih dari sebuah hubungan yang mendatangkan penderitaan. Ayah-nya kerap kali memukuli ibu-nya didepan matanya sendiri tanpa memikirkan bagaimana mental dan perasaan-nya.

Ibu-nya tak pernah menangis atau berkeluh kesah pada Zahara, dengan bibir yang lebam dan tangan yang bergemetar ibu-nya terus memeluk erat Zahara menggunakan tubuhnya untuk melindungi anak semata wayang-nya itu dari pukulan yang terus-menerus meluncur ke punggung ibu-nya tanpa henti.

Bayangan tentang bagaimana ibu-nya diperlakukan dahulu membuat-nya takut untuk memulai sebuah hubungan pernikahan. Dia takut membuat ibu-nya malah akan menjadi lebih sedih jika hal yang pernah dideritanya kini menimpa putrinya kembali.

Hidup berdua dengan ibu-nya sudah jauh lebih baik, dia tidak perlu menikah, dia hanya ingin bahagia disisa hidupnya berdua bersama dirumah reyot dengan kayu usang ini, itu semua sudah jauh lebih dari cukup, Zahara sudah bahagia dia tidak meminta apapun lagi.

Disatu sisi, dua bulan yang lalu dia baru saja tamat belajar kitab ianat -tholibin dari pesantren yang sudah dia diami selama 7 tahun.

Bagi wanita, belajar sampai kitab ini sudah lebih dari cukup karnanya Zahara memilih untuk tidak melanjutkan mengaji kembali, dia ingin menemani ibunya. Oleh karna itu, Zahara masih tidak ingin menikah dia akan dibawa kerumah suaminya nanti. Ibunya pasti akan sendirian dia tidak tega membiarkan ibunya kesepian.

Zahara keluar dari kamar menuju ruangan tamu yang beralaskan tikar sederhana, untuk membersihkan bekas gelas minum para tamu yang hendak melamarnya barusan. Bergegas untuk mencucinya.

Sepintas dia melirik dari balik kayu rumah yang berlubang mendapati ibu-nya yang sedang mencabuti satu persatu daun kangkung yang terletak dibelakang rumah. Punggung ibu-nya bergetar hebat sambil mencabuti satu persatu kangkung itu dengan tenaga yang tidak seberapa.

Zahara hanya diam membisu, dia tau ibu-nya sedang menangis tapi lebih memilih menyembunyikan dari-nya. Dengan hati yang penuh merasa bersalah, Zahara mencuci satu persatu piring dan gelas yang ada didepan-nya tanpa meninggalkan suara. Perlahan tanpa dia sadari ada tetesan bening yang lolos keluar membasahi pipi-nya. Zahara tidak memperdulikan-nya, dia hanya terus mengerjakan aktifitas-nya tanpa henti meski air mata-nya kini semakin deras mengalir.

Dengan nafas yang masih terengah-engah Zahara menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya berusaha menghilangkan jejak rasa sedihnya barusan.

"Nak" Panggil ibu Zahara dari balik pintu kamar mandi.

Segera Zahara bergegas menemui ibunya dari kamar mandi "Iya Mak" Ucap Zahara.

Dilihatnya sebuah keranjang yang lumayan besar dipegang ibu-nya sudah penuh dengan kangkung. Tanpa banyak tanya Zahara langsung mengambil alih keranjangnya dan menuju kamar mandi lagi untuk mencuci kangkung itu agar lebih kelihatan segar saat dijual nanti.

Dengan telaten Zahara mencuci kangkung sembari mengikat-nya menggunakan karet dan menyusun-nya rapi di atas goni putih usang. Tidak perlu menunggu waktu yang lama Zahara kini sudah selesai dengan aktifitas-nya.

"Assalamu'alaikum... Zahara" Teriak seseorang dari depan memanggil Zahara.

"Waalaikum salam... Nak" Ucap ibu Zahara sambil melihat siapa yang memanggil

"Zahara di belakang nak" Ucap ibu-nya Zahara setelah melihat siapa yang datang dan mempersilakan masuk.

Dia adalah Salma, sahabat Zahara dari kecil, mereka tamat bersama dari pesantren yang sama. Setiap hari Salma akan datang kerumah Zahara untuk berangkat bersama-sama ke pasar.

"Zahara" Tegur Salma ketika sudah sampai didepan kamar mandi.

Seketika Zahara menoleh kebelakang melihat orang yang memanggil namanya " Salma?! " Zahara terkejut melihat Salma yang berdiri didepan-nya keheranan melihat Salma yang tidak seperti biasanya, pasal-nya baru kali ini Salma datang begitu cepat dari biasanya.

Masih pukul dua sore, satu jam lagi baru menuju angka pukul tiga, Salma satu jam lebih cepat dari biasanya, Zahara melihat Salma dengan tatapan heran dan mengernyitkan alisnya tanda tanya.

Salma hanya tersenyum sok manis ketika melihat tatapan Zahara padanya

"Masih lama? " Ujar Salma tanpa menjawab keheranan dari Zahara.

"Enggak sih... Tapi kok kamu tumben cepat? " Tanya Zahara seraya membersihkan sisa-sisa tanah dilantai dari kangkung yang dia bersihkan barusan.

"Enggak ada kok... Aku cuman mau cepat aja" Kata Salma mengelak.

"Aneh kamu" Zahara sedikit tertawa karna tau Salma sedang berusaha menutupi sesuatu dari-nya.

Salma berdecak seketika karna dia tau, Zahara adalah orang yang tidak bisa dia bohongi.

"Ya udah, kamu cepat lah... Aku mau cerita nanti dijalan" Ucap Salma pasrah sambil memilin ujung jilbab panjangnya.

Zahara hanya tertawa kembali melihat tingkah dari sahabatnya yang satu ini tanpa mengatakan sepatah katapun dan tetap fokus menyelesaikan perkerjaan-nya.

Setelah Zahara siap dengan urusan kangkung-nya dia bergegas ke kamar untuk mengganti baju yang lebih rafi.

Zahara telah siap mengganti baju dan mendapati Salma yang duduk bersama ibu-nya, ntah apa yang mereka ceritakan.

Melihat Zahara yang keluar dari kamar Salma langsung melihat kearahnya dan berhenti bercerita.

"Kita berangkat yuk" Ajak Zahara pada Salma.

"Ayo" Ujar Salma bergantian melihat kearah Zahara dan ibu Salma sembari tersenyum.

Tak lupa Zahara menghampiri ibu-nya dan bersalaman sebelum keluar dari rumah, begitu juga dengan Salma.

"Kami pergi ya Mak" Ucap Zahara sambil mengambil sebuah tas hitam yang digantung dipapan.

"Kami pergi buk" Ucap salma juga sambil melangkah keluar.

"Iya... Hati-hati ya nak" Ucap Ibu Zahara lembut sambil tersenyum tipis pada mereka berdua.

Zahara dan Salma melangkah keluar menuju dua sepeda yang sudah diparkir disamping rumah-nya. Salma membantu Zahara memasukkan satu-persatu kangkung kedalam keranjang yang terletak di belakang sepeda dengan hati-hati tanpa mengajak berbicara agar lebih cepat.

Setelah selesai, mereka mulai berangkat dan mengayuh sepeda menuju pasar untuk mengantar sayuran yang akan mereka jual ke salah satu juragan sayur oleh masyarakat sering disebut dengan toke.

Terpopuler

Comments

Tiana

Tiana

masuk list dulu

2023-10-18

0

Aranta Rian

Aranta Rian

Aku singgah karna penasaran dengan kehidupan dan seni Aceh khususnya Gayo. berharap Author dapat kasih aku kepuasan

2023-10-16

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Lamaran
2 Bab 2 Nasihat dari teman
3 Bab 3. Kejadian di pasar
4 Bab 4. pria asing didepan pintu
5 Bab 5. Namanya Zein
6 Bab 6. Didepan Masjid
7 Bab 7. Bagai Takdir
8 Bab 8. Maulid Nabi
9 Bab 9. Aku bukan pria muslim
10 Bab 10. Hati Yang Pilu
11 Bab 11. Kerudung
12 Bab 12.Didong
13 Bab 13. Pohon Besar
14 Bab 14. Aku akan Menikah
15 Bab 15. keadaan zein
16 Bab 16. pembuktian dari Zein
17 Bab 17. Tetap dirumah Ya
18 Bab 18. Lamaran dari pria muallaf itu
19 Bab 19. Pelaminan
20 Bab 20 Malam Pernikahan
21 Bab 21 Hari pertama
22 Bab 22 Kebahagiaan sang ibu
23 Kritik dan Saran
24 Awal Dari Penderitaan
25 Seragam Hina
26 Air mataku tak boleh menetes karna penghinaan ini
27 Pergilah....
28 Keluarga yang harus pergi meninggalkan tanah ini
29 Kepergian dan Doa
30 Telah Sampai Diriku
31 Janji Nusantara
32 Keringat-ku untuk kehadiran-mu
33 Zein Yang Dulu
34 Juragan Sawit
35 Biaya Perjalanan
36 Berita
37 Fakta tentang Zein
38 Sampainya Surat
39 Ketahuan Para Militer Hina
40 Rumoh Geudong
41 Penyiksaan
42 Kekejaman
43 Kekejaman
44 Maafkan Aku Mak
45 Lahir-nya seorang putri
46 DOM
47 Do' a Yang pilu
48 Mengais Rezeki
49 Pergi ke Masjid
50 Kejadian di Desa Kenawat
51 B. J. Habibie
52 Kepergian
53 Tapanuli Selatan
54 Menuju Sigama
55 Jangan Diam
56 Aku Hanya Ingin Bahagia
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 Lamaran
2
Bab 2 Nasihat dari teman
3
Bab 3. Kejadian di pasar
4
Bab 4. pria asing didepan pintu
5
Bab 5. Namanya Zein
6
Bab 6. Didepan Masjid
7
Bab 7. Bagai Takdir
8
Bab 8. Maulid Nabi
9
Bab 9. Aku bukan pria muslim
10
Bab 10. Hati Yang Pilu
11
Bab 11. Kerudung
12
Bab 12.Didong
13
Bab 13. Pohon Besar
14
Bab 14. Aku akan Menikah
15
Bab 15. keadaan zein
16
Bab 16. pembuktian dari Zein
17
Bab 17. Tetap dirumah Ya
18
Bab 18. Lamaran dari pria muallaf itu
19
Bab 19. Pelaminan
20
Bab 20 Malam Pernikahan
21
Bab 21 Hari pertama
22
Bab 22 Kebahagiaan sang ibu
23
Kritik dan Saran
24
Awal Dari Penderitaan
25
Seragam Hina
26
Air mataku tak boleh menetes karna penghinaan ini
27
Pergilah....
28
Keluarga yang harus pergi meninggalkan tanah ini
29
Kepergian dan Doa
30
Telah Sampai Diriku
31
Janji Nusantara
32
Keringat-ku untuk kehadiran-mu
33
Zein Yang Dulu
34
Juragan Sawit
35
Biaya Perjalanan
36
Berita
37
Fakta tentang Zein
38
Sampainya Surat
39
Ketahuan Para Militer Hina
40
Rumoh Geudong
41
Penyiksaan
42
Kekejaman
43
Kekejaman
44
Maafkan Aku Mak
45
Lahir-nya seorang putri
46
DOM
47
Do' a Yang pilu
48
Mengais Rezeki
49
Pergi ke Masjid
50
Kejadian di Desa Kenawat
51
B. J. Habibie
52
Kepergian
53
Tapanuli Selatan
54
Menuju Sigama
55
Jangan Diam
56
Aku Hanya Ingin Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!