Kasih Fana Dikisah Gam
Tahun 1990-an di Aceh Tengah (Gayo)
Kecamatan Danau Laut Tawar
Desa Pedemun
"Nak... Mau cari yang bagaimana lagi?"
Ucap wanita paru baya yang kini duduk di ujung ranjang menatap putrinya yang sudah ke sekian kalinya menolak lamaran.
"Ma'af Mak..." Tunduk Zahara, mendengar keluhan ibu-nya.
Karna ini sudah ketiga kalinya Zahara menolak lamaran dari pria yang berbeda, entah apa yang dicarinya. Padahal dari ketiga pria itu semua berasal dari keluarga yang lumayan berada, bahkan salah satunya seorang juragan kopi yang memang sangat kaya di kecamatan itu.
Bukan-nya Zahara tidak ingin menikah, dia tentu sangat ingin menikah Seperti wanita biasa pada umumnya. Tapi, melihat ibu-nya berkelahi dengan ayahnya yang berujung pada perceraian membuat-nya sulit untuk membuka hati dan melakukan sebuah pernikahan.
Dalam pikirannya pernikahan tidak lebih dari sebuah hubungan yang mendatangkan penderitaan. Ayah-nya kerap kali memukuli ibu-nya didepan matanya sendiri tanpa memikirkan bagaimana mental dan perasaan-nya.
Ibu-nya tak pernah menangis atau berkeluh kesah pada Zahara, dengan bibir yang lebam dan tangan yang bergemetar ibu-nya terus memeluk erat Zahara menggunakan tubuhnya untuk melindungi anak semata wayang-nya itu dari pukulan yang terus-menerus meluncur ke punggung ibu-nya tanpa henti.
Bayangan tentang bagaimana ibu-nya diperlakukan dahulu membuat-nya takut untuk memulai sebuah hubungan pernikahan. Dia takut membuat ibu-nya malah akan menjadi lebih sedih jika hal yang pernah dideritanya kini menimpa putrinya kembali.
Hidup berdua dengan ibu-nya sudah jauh lebih baik, dia tidak perlu menikah, dia hanya ingin bahagia disisa hidupnya berdua bersama dirumah reyot dengan kayu usang ini, itu semua sudah jauh lebih dari cukup, Zahara sudah bahagia dia tidak meminta apapun lagi.
Disatu sisi, dua bulan yang lalu dia baru saja tamat belajar kitab ianat -tholibin dari pesantren yang sudah dia diami selama 7 tahun.
Bagi wanita, belajar sampai kitab ini sudah lebih dari cukup karnanya Zahara memilih untuk tidak melanjutkan mengaji kembali, dia ingin menemani ibunya. Oleh karna itu, Zahara masih tidak ingin menikah dia akan dibawa kerumah suaminya nanti. Ibunya pasti akan sendirian dia tidak tega membiarkan ibunya kesepian.
Zahara keluar dari kamar menuju ruangan tamu yang beralaskan tikar sederhana, untuk membersihkan bekas gelas minum para tamu yang hendak melamarnya barusan. Bergegas untuk mencucinya.
Sepintas dia melirik dari balik kayu rumah yang berlubang mendapati ibu-nya yang sedang mencabuti satu persatu daun kangkung yang terletak dibelakang rumah. Punggung ibu-nya bergetar hebat sambil mencabuti satu persatu kangkung itu dengan tenaga yang tidak seberapa.
Zahara hanya diam membisu, dia tau ibu-nya sedang menangis tapi lebih memilih menyembunyikan dari-nya. Dengan hati yang penuh merasa bersalah, Zahara mencuci satu persatu piring dan gelas yang ada didepan-nya tanpa meninggalkan suara. Perlahan tanpa dia sadari ada tetesan bening yang lolos keluar membasahi pipi-nya. Zahara tidak memperdulikan-nya, dia hanya terus mengerjakan aktifitas-nya tanpa henti meski air mata-nya kini semakin deras mengalir.
Dengan nafas yang masih terengah-engah Zahara menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya berusaha menghilangkan jejak rasa sedihnya barusan.
"Nak" Panggil ibu Zahara dari balik pintu kamar mandi.
Segera Zahara bergegas menemui ibunya dari kamar mandi "Iya Mak" Ucap Zahara.
Dilihatnya sebuah keranjang yang lumayan besar dipegang ibu-nya sudah penuh dengan kangkung. Tanpa banyak tanya Zahara langsung mengambil alih keranjangnya dan menuju kamar mandi lagi untuk mencuci kangkung itu agar lebih kelihatan segar saat dijual nanti.
Dengan telaten Zahara mencuci kangkung sembari mengikat-nya menggunakan karet dan menyusun-nya rapi di atas goni putih usang. Tidak perlu menunggu waktu yang lama Zahara kini sudah selesai dengan aktifitas-nya.
"Assalamu'alaikum... Zahara" Teriak seseorang dari depan memanggil Zahara.
"Waalaikum salam... Nak" Ucap ibu Zahara sambil melihat siapa yang memanggil
"Zahara di belakang nak" Ucap ibu-nya Zahara setelah melihat siapa yang datang dan mempersilakan masuk.
Dia adalah Salma, sahabat Zahara dari kecil, mereka tamat bersama dari pesantren yang sama. Setiap hari Salma akan datang kerumah Zahara untuk berangkat bersama-sama ke pasar.
"Zahara" Tegur Salma ketika sudah sampai didepan kamar mandi.
Seketika Zahara menoleh kebelakang melihat orang yang memanggil namanya " Salma?! " Zahara terkejut melihat Salma yang berdiri didepan-nya keheranan melihat Salma yang tidak seperti biasanya, pasal-nya baru kali ini Salma datang begitu cepat dari biasanya.
Masih pukul dua sore, satu jam lagi baru menuju angka pukul tiga, Salma satu jam lebih cepat dari biasanya, Zahara melihat Salma dengan tatapan heran dan mengernyitkan alisnya tanda tanya.
Salma hanya tersenyum sok manis ketika melihat tatapan Zahara padanya
"Masih lama? " Ujar Salma tanpa menjawab keheranan dari Zahara.
"Enggak sih... Tapi kok kamu tumben cepat? " Tanya Zahara seraya membersihkan sisa-sisa tanah dilantai dari kangkung yang dia bersihkan barusan.
"Enggak ada kok... Aku cuman mau cepat aja" Kata Salma mengelak.
"Aneh kamu" Zahara sedikit tertawa karna tau Salma sedang berusaha menutupi sesuatu dari-nya.
Salma berdecak seketika karna dia tau, Zahara adalah orang yang tidak bisa dia bohongi.
"Ya udah, kamu cepat lah... Aku mau cerita nanti dijalan" Ucap Salma pasrah sambil memilin ujung jilbab panjangnya.
Zahara hanya tertawa kembali melihat tingkah dari sahabatnya yang satu ini tanpa mengatakan sepatah katapun dan tetap fokus menyelesaikan perkerjaan-nya.
Setelah Zahara siap dengan urusan kangkung-nya dia bergegas ke kamar untuk mengganti baju yang lebih rafi.
Zahara telah siap mengganti baju dan mendapati Salma yang duduk bersama ibu-nya, ntah apa yang mereka ceritakan.
Melihat Zahara yang keluar dari kamar Salma langsung melihat kearahnya dan berhenti bercerita.
"Kita berangkat yuk" Ajak Zahara pada Salma.
"Ayo" Ujar Salma bergantian melihat kearah Zahara dan ibu Salma sembari tersenyum.
Tak lupa Zahara menghampiri ibu-nya dan bersalaman sebelum keluar dari rumah, begitu juga dengan Salma.
"Kami pergi ya Mak" Ucap Zahara sambil mengambil sebuah tas hitam yang digantung dipapan.
"Kami pergi buk" Ucap salma juga sambil melangkah keluar.
"Iya... Hati-hati ya nak" Ucap Ibu Zahara lembut sambil tersenyum tipis pada mereka berdua.
Zahara dan Salma melangkah keluar menuju dua sepeda yang sudah diparkir disamping rumah-nya. Salma membantu Zahara memasukkan satu-persatu kangkung kedalam keranjang yang terletak di belakang sepeda dengan hati-hati tanpa mengajak berbicara agar lebih cepat.
Setelah selesai, mereka mulai berangkat dan mengayuh sepeda menuju pasar untuk mengantar sayuran yang akan mereka jual ke salah satu juragan sayur oleh masyarakat sering disebut dengan toke.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Tiana
masuk list dulu
2023-10-18
0
Aranta Rian
Aku singgah karna penasaran dengan kehidupan dan seni Aceh khususnya Gayo. berharap Author dapat kasih aku kepuasan
2023-10-16
0