Bel berbunyi.
Para siswa-siswi terlihat senang, karena jam mata pelajaran terakhir telah usai.
Begitu guru keluar dari kelas, mereka ikut berhamburan keluar kelas.
Sintya di kursinya masih terlihat tenang membereskan buku-bukunya.
Karena masih belum mempunyai teman, dia berjalan sendirian keluar dari kelas.
"Hai..ini bukankah bukumu?" seseorang berteriak dari belakangnya.
Sintya membalikkan tubuhnya melihat siapa yang berteriak padanya.
Seorang siswi satu kelas dengannya datang menghampirinya, tangannya memegang sebuah buku.
Siswi tersebut menyodorkan buku yang dia pegang pada Sintya.
Sintya melihat kearah buku yang disodorkan siswi tersebut.
"Oh iya.." dia baru tersadar, itu memang bukunya.
Sintya menerima buku yang disodorkan siswi itu.
"Terimakasih!" ucap Sintya.
"Tidak masalah!" kata siswi tersebut.
Sintya memasukkan buku itu kedalam tasnya.
"Nama mu siapa?" tanyanya pada Sintya.
"Sintya!"
"Namaku Jessi!"
"Nama yang cantik" kata Sintya.
Mereka pun keluar dari dalam kelas sambil jalan beriringan.
"Namamu juga cantik!" kata Jessi tersenyum.
"Pulang dengan siapa?" tanya Jessi.
"Sendiri" jawab Sintya.
"Bagaimana kalau kita bareng pulang, aku dijemput sama sopir Papaku!" kata Jessi menawarkan tumpangan pada Sintya.
"Oh terimakasih, tapi aku pulang sendiri saja" kata Sintya menolak tawaran Jessi dengan halus.
Beberapa siswi berlarian dari arah belakang mereka, dan menabrak bahu Sintya.
Tubuh Sintya otomatis oleng kesamping.
"Kalau jalan jangan melamun dong!!" bentak siswi yang menabrak Sintya tersebut.
Sintya tertegun mendengar bentakan siswi itu, bukankah seharusnya dia yang marah karena ditabrak?
Ini malah sebaliknya.
"Sudah, jangan hiraukan, anak-anak disini kelakuannya memang tidak baik, karena anak orang kaya, jadi pada manja!" kata Jessi menarik tangan Sintya untuk berlalu dari sana.
Tangan Sintya ditarik Jessi dengan tergesa-gesa untuk menyingkir dari hadapan siswi yang marah tersebut.
"Jangan terkejut kalau ada siswi yang bicaranya kasar, disini itu sudah biasa!" kata Jessi.
Mereka berjalan beriringan keluar dari sekolah menuju pintu gerbang.
"Markusss...!" teriak beberapa siswi tiba-tiba dari arah belakang mereka.
Lagi-lagi fansnya Markus sang idola sekolah mereka.
Tampak Markus berjalan bersama dua temannya, terlihat cuek mendengar teriakan para siswi tersebut.
Dengan wajah datar Markus tidak peduli dengan para gadis yang melihatnya dengan tatapan berbinar.
"Markus selalu saja terlihat tampan.." seru para siswi.
"Aku ingin jadi pacarnya!" sahut yang lain.
"Mereka itu fans fanatiknya Markus, terutama yang namanya Marsha, dia sudah lama mengejar Markus, cewek itu akan menindas siapapun yang mencoba merayu Markus!" bisik Jessi.
"Oh" kata Sintya tidak begitu minat, dia tidak ada pikiran untuk dekat dengan seorang siswa di sekolah barunya tersebut.
Walau dulu disekolah lamanya dia banyak dikagumi para siswa, dia tidak pernah mencoba untuk berpacaran.
Sintya merasa masih terlalu muda untuk namanya berpacaran.
Didalam pikirannya, kalau berpacaran itu berarti menuju untuk berumah tangga.
Pernah temannya, dulu disekolah yang lama, menertawai nya karena mendengar pendapat Sintya mengenai soal berpacaran.
Tapi dalam pikiran Sintya tetap tidak berubah, dia selalu menerapkan itu dalam pikirannya.
Dia tidak ingin berpacaran kalau belum waktunya cukup umur.
Dia ingin sekolah dulu sampai tamat, kalau nanti sudah masuk Universitas baru dia akan pikirkan masalah tentang berpacaran.
Sebuah mobil berhenti didepan mereka diluar pintu gerbang sekolah.
"Apakah kau tidak mau aku antar pulang?" tanya Jessi lagi.
Ternyata mobil tersebut adalah mobil jemputan Jessi.
"Tidak, terimakasih!" kata Sintya masih tetap menolak.
"Kalau begitu, sampai jumpa besok lagi ya!" kata Jessi sebelum masuk kedalam mobil.
"Iya!" angguk Sintya.
Jessi pun masuk kedalam mobil, sebelum jendela mobil ditutup, dia melambaikan tangannya pada Sintya.
Dengan tersenyum Sintya membalas lambaian tangan Jessi tersebut.
Mobil pun kemudian meninggalkan Sintya didepan gerbang sekolah.
Sintya pun pergi halte bis, seperti biasa akan naik bis pulang ke Apartemen Tante Diana.
Dia berencana akan ke pasar terlebih dahulu, baru setelah itu pulang ke Apartemen.
Dia ingat tadi pagi bahan sayuran sudah habis dalam kulkas.
Sintya menunggu bis sambil memainkan ponselnya.
Dia bermain game, fokus tanpa melihat sekitar.
Dan sesekali melihat kejalan, kalau-kalau bis sudah datang.
Dan kembali bermain game.
Tiba-tiba dia merasakan duduknya tergeser, karena tempat duduk tunggu halte semakin penuh.
Bokongnya sudah ke pinggir bangku halte, saking banyaknya penunggu bis sampai mereka merapat satu sama lain.
Sintya menoleh kesamping, ternyata benar banyak orang yang menunggu bis.
Paha Sintya saling menempel dengan penunggu bis disebelahnya.
Sintya melihat orang tersebut, seorang lelaki.
Sintya mencoba melirik lelaki tersebut.
Dia sontak terkejut, Markus?
Sintya langsung menoleh memandang orang yang disebelahnya itu.
Benar, dia Markus!
Kenapa dia menunggu bis? bukankah dia anak orang kaya yang tidak perlu naik bis umum? pikir Sintya heran.
"Ada apa?" Markus memandangnya dingin, "Terpesona denganku ya!"
Mata Sintya terbelalak memandang Markus, idola sekolahnya tersebut ternyata lelaki yang terlalu percaya diri, merasa dirinya lelaki paling tampan.
Sintya ingin muntah mendengar perkataan Markus tersebut.
Dia tidak menjawab perkataan Markus, dia kembali bermain game.
Tapi beberapa saat kemudian Sintya merasa risih duduk terlalu rapat dengan Markus.
Sintya pun berdiri.
Markus memandangnya heran.
"Bis nya kan belum datang, kenapa berdiri?" tanya Markus.
Sintya diam saja, dia berdiri agak jauh dari Markus.
Dan untung lah bis pun datang.
Begitu bis berhenti, dan pintu terbuka, Sintya buru-buru naik kedalam bis.
Dia langsung mengambil tempat duduk didekat jendela yang masih kosong.
Para penumpang pun naik kedalam bis.
Dan kursi sebelah Sintya yang kosong pun telah diduduki penumpang.
Sintya memandang keluar jendela bis.
Jalanan sangat padat, udara terasa panas.
Sintya mencoba untuk membuka jendela, terasa kesat, jendela tidak bisa dibuka.
"Perlu bantuan?" tanya penumpang disebelahnya.
"Oh iya, terimakasih" ucap Sintya ramah, dan mempersilahkan orang tersebut untuk membantu membuka jendela bis sedikit.
Alangkah terkejutnya Sintya melihat siapa kiranya penumpang yang duduk disebelahnya.
Lagi-lagi Markus!
Apakah dia penguntit? pikir Sintya tidak percaya.
"Kau?" Sintya tak percaya menatap Markus.
"Kenapa?" tanya Markus begitu tenangnya.
"Kenapa kau ada disini?" tanya Sintya dengan wajah terkejut.
"Tentu saja mau pulang!" kata Markus dengan santainya.
"Tapi kenapa duduk disini?"
"Apakah tidak boleh?"
"Iya, tapi?"
"Jangan merasa cantik, kau pikir aku tertarik dengan tipe cewek kayak dirimu?" kata Markus sedikit arogan.
Mata Sintya terbelalak, siapa pula yang tertarik dengannya!
Dia tidak sama dengan cewek-cewek yang begitu tergila-gila pada Markus, seperti siswi-siswi di sekolah barunya itu.
Dia tidak ada sedikit pun ingin melirik lelaki seperti Markus, yang merasa dirinya sangat tampan.
"Aku tidak ada niat untuk tertarik padamu, lelaki yang disukai banyak gadis, bisa-bisa aku kena hajar sama mereka!" kata Sintya dengan nada dingin.
"Benarkah?" tanya Markus merasa tidak percaya.
"Dan kau kenapa bisa naik bis, orang kaya yang biasa diantar jemput dengan mobil mewah, kan tidak masuk akal naik bis umum?" kata Sintya sedikit mencibir.
Markus tidak menjawab, dia menyandarkan punggungnya kekursi bis.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Yuliana Dewi in
𝚎𝚞𝚖
2024-03-13
0