Putri kini memilih untuk segera pergi ke rumah tetangga sebelah. Merasa tidak enak karena sudah terlalu lama menitipkan putranya dan ia mengambil uang dari dalam dompet untuk diberikan kepada Ani.
Kini, ia sudah mengetuk pintu dan tak perlu waktu lama menunggu, pintu di hadapannya sudah terbuka dan melihat bocah berusia 8 tahun yang merupakan putra dari Ani.
"Ibumu mana?" tanya Putri yang kini melongok ke dalam rumah dan di saat bersamaan mendengar suara dari wanita yang dicarinya.
"Hei, sudah pulang?" ujar Ani yang saat ini tengah membawa piring berisi makanan. "Aku baru saja mengambilkan makan siang untuk putraku. Oh ya, putramu saat ini sedang tidur di kamar. Apa kamu mau mengajaknya pulang sekarang?"
Putri yang terlihat tersenyum simpul, kini sudah menganggukkan kepala dan memberikan uang yang berada dalam genggaman tangannya pada wanita di hadapannya tersebut.
"Maaf, lama. Terima kasih sudah membantu menjaga putraku. Ini untuk jajan putramu."
Ani yang merasa sangat terkejut karena menerima uang, refleks langsung mengembalikannya pada Putri. Ia tulus membantu dan sama sekali tidak mengharapkan imbalan. Kemudian mengembalikannya.
"Tidak perlu! Ambil kembali uangmu. Bukan aku tidak menghargai pemberianmu. Hanya saja, aku benar-benar tulus membantu dan sangat senang bisa bermain bersama putramu. Siapa tahu, aku bisa hamil karena ingin memiliki anak lagi, tapi belum juga hamil."
Merasa sangat tidak enak karena Ani sama sekali tidak mau menerima uang pemberiannya, sehingga ia berpikir tidak mungkin akan menitipkan putranya di sana lagi.
"Bagaimana ini? Aku jadi merasa tidak enak padamu karena telah merepotkanmu untuk menjaga putraku."
"Tidak apa-apa. Tidak perlu memikirkan itu. Kamu gendong saja Dedi karena nanti menangis jika aku yang membangunkannya."
Ani mengarahkan tangan pada ruangan depan, di mana bocah berusia 3 tahun itu sedang tertidur pulas sambil memeluk boneka.
Pada akhirnya, Putri memilih untuk menuruti perintah dari Ani karena tidak ingin berdebat dan mengetahui bahwa usahanya akan sia-sia. Ia pun berjalan ke arah kamar dan menggendong putranya untuk dibawa pulang ke rumah kontrakan.
Meskipun putranya yang awalnya merengek saat digendong, tetapi begitu melihatnya, kembali memejamkan mata dan ia berpamitan pada Ani sebelum pulang.
"Sekali lagi terima kasih, Ani."
"Iya, sama-sama." Ani mengusap lembut rambut bocah berusia 3 tahun yang melanjutkan tidurnya tersebut.
Sementara Putri kini sudah berjalan ke rumah dan membaringkan putranya di atas tempat tidur, serta berbaring di sebelahnya untuk memeluk. Seperti biasa, hanya dengan pelukan, putranya kini kembali tertidur pulas.
Ia kini perlahan bergerak untuk mengambil ponsel yang berada di atas nakas karena ingin menghubungi Arya. Dengan jemari lentiknya, Putri sudah mengetik pesan.
Apa kamu masih berada di cafe bersama teman-temanmu? Aku baru saja tiba di rumah. Sialnya, aku ....
Putri kini terkekeh geli karena tidak melanjutkan ketikannya. Ia sengaja melakukannya karena ingin membuat Arya merasa penasaran padanya. Kemudian ia memencet tombol kirim dan menunggu hingga ada pesan balasan.
"Sialnya, aku sekarang merindukanmu dan ingin segera bisa bertemu lagi," ucap Putri yang kini melanjutkan perkataannya yang merupakan pesan pada Arya.
Ia sengaja memilih mode getar karena tidak ingin putranya yang berada di sebelahnya terbangun jika mendengar suara notifikasi masuk.
Benar saja, tidak perlu menunggu waktu lama, bukan sebuah pesan balasan yang diharapkan, tetapi yang ada malah telepon dari pria yang dikirimkannya pesan.
'Astaga, dia malah menelpon."
Putri perlahan-lahan bangkit dari posisinya yang awalnya berbaring di atas ranjang dan berjalan keluar karena tidak ingin suaranya membuat putranya terbangun.
'Arya tidak boleh tahu jika aku memiliki anak. Bukan sekarang, aku akan memilih waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya karena tidak mungkin selamanya menyembunyikan statusku,' gumam Putri yang saat ini sudah berada di bagian belakang rumah kontrakan dan langsung menggeser tombol hijau ke atas.
Tentu saja ia kini bisa mendengar suara bariton dari seberang telepon yang terlihat sangat kesal dan malah membuatnya merasa sangat gemas dan terkekeh geli.
"Sialnya, aku. Kenapa tidak dilanjutkan? Apa hobimu adalah selalu membuatku penasaran? Jika kamu ada di depanku, aku benar-benar akan menggigitmu."
"Astaga, apa kamu seorang drakula? Memangnya kamu mau mengigitku di bagian mana?" sahut Putri yang kini mendaratkan tubuhnya di atas kursi kayu di belakang dapur.
Bahkan ia yang kini tengah menyandarkan kepala pada dinding, terlihat sibuk tersenyum sendiri karena merasa perkataan dari Arya benar-benar sangat menghiburnya.
Bahkan jawaban dari pria di seberang telepon tersebut membuatnya kembali terkekeh.
"Apa lagi? Bibirmu, aku ingin menggigit bibirmu. Awas kalau kita bertemu lagi. Aku tidak akan melepaskanmu!"
"Apa kamu selalu seperti ini pada semua wanita? Jika benar, apa mereka langsung menyodorkan bibirnya padamu?" Putri bertanya dengan suara bernada cemburu karena membayangkan jika pria yang memiliki paras rupawan tersebut suka menggoda wanita.
Namun, jawaban yang sama sekali tidak pernah diduga, membuat sudut bibirnya melengkung ke atas karena merasa sangat senang.
"Apa kamu pikir aku adalah pria penggoda? Aku bukanlah pria yang gampang tergoda dengan wanita karena sampai sekarang tidak mempunyai kekasih. Bahkan kata para sahabatku, mereka mengatakan bahwa aku saat ini sangat lemah karena terlihat frustasi gara-gara wanita sialan itu!" ucap Arya dengan suara penuh geraman.
"Patah hati membuatmu seperti seorang wanita saja. Apa kamu mau aku membuatmu move on? Aku yakin, kamu tidak akan pernah mengingat wanita itu lagi."
Putri yang saat ini menunggu jawaban dari pria di balik telepon, merasa bahwa ia seperti seorang wanita yang sangat nakal karena malah menawarkan diri.
Tidak ingin Arya menganggapnya seorang pelacur, ia kini menjelaskan sesuatu yang ada di pikirannya.
"Jangan berpikir aku adalah seorang wanita murahan karena tidak pernah mengatakan hal seperti ini pada seorang pria selain dirimu. Rasanya sangat aneh, tapi sialnya aku merindukanmu begitu tiba di rumah."
Baru saja Putri menutup mulut setelah selesai berbicara, ia mendengar suara tawa dari Arya dan membuatnya mengerutkan kening.
"Kenapa kamu tertawa? Apa ada hal yang lucu dari perkataanku?"
"Tidak! Sama sekali tidak ada yang lucu. Hanya saja, aku merasa sangat senang hari ini karena bisa bertemu dengan wanita luar biasa sepertimu. Aku belum pernah menemukan wanita seseksi dan secantik dirimu. Hingga membuatku sangat penasaran seperti ini."
Putri yang masih senyum-senyum sendiri, hanya mendengarkan semua perkataan dari suatu pria yang terdengar sangat senang dan sama sepertinya. Ia ingin lebih jauh mengenal Arya dan membuat pria itu nanti tergila-gila padanya.
"Perkataanmu tadi benar-benar membuatku merasa seperti seorang pria yang sangat dipuja, Putri. Katakan alamatmu! Aku akan datang ke sana sekarang."
Refleks wajah Putri seketika pucat begitu mendengar keinginan kuat dari Arya. Jika ia adalah seorang wanita single, pasti tanpa ragu akan langsung mengatakan alamat rumah, tapi sangat berbeda kali ini karena tidak mungkin mengatakannya.
Ia terlihat sangat kebingungan karena sedang mencari sebuah alasan yang tepat agar tidak dicurigai oleh Arya.
"Aku yang akan menemuimu di cafe yang tadi."
"Kenapa aku tidak boleh tahu alamat rumahmu? Apa orang tuamu galak dan tidak pernah mengizinkan putrinya untuk pergi keluar dengan seorang pria?" tanya Arya dengan perasaan berkecamuk dan tentu saja merasa kesal.
Terlihat Putri langsung bangkit dari kursi dan sibuk mengigit kuku jari karena merasa sangat kebingungan untuk menjawab. Bahkan ia terlihat berjalan mondar-mandir seperti orang kebingungan saat mencari sebuah ide.
"Bukan seperti itu. Ada hal yang tidak kamu ketahui dan akan kujelaskan saat kita bertemu di cafe."
"Kapan? Memangnya kapan kamu akan menemuiku? Besok?"
"Besok aku tidak bisa!"
"Apa besok kamu akan menemui pria lain?"
Kini Putri terlihat memijat pelipisnya karena mendapatkan tuduhan tidak berdasar yang sama sekali tidak pernah dipikirkan olehnya.
"Astaga, bukan seperti itu. Hanya saja ...."
Putri yang ingin menjelaskan sesuatu, mendengar suara rengekan putranya yang membuatnya langsung mengakhiri panggilan.
"Nanti aku telpon lagi. Aku ada urusan penting. Ingat, jika aku tidak menghubungimu, jangan menelponku!"
Saat Putri berniat untuk mematikan sambungan telepon, ia mendengar suara bariton dari seberang bernada ancaman dan membuatnya menelan saliva berkali-kali.
"Besok! Aku ingin kita bertemu besok jam sepuluh di cafe. Tidak akan ada hari yang lain selain besok karena itu adalah sebuah pilihan untukmu. Aku ingin melihat apakah kamu bermain-main denganku atau berniat serius! Besok atau tidak sama sekali!"
To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 302 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
iya rhoma..
sama sama
kembali cangkir.. punya utang harus mikir
2022-10-01
0