Api Di Bumi Majapahit
Pada awal tahun 1293 Masehi atau 1215 tahun Saka Raden Wijaya bersama pasukan Mongol menyerang Daha dan berhasil menundukkan Jayakatwang.
Pasukan mongol akhirnya bersedia membantu Raden Wijaya dengan syarat mereka harus tunduk pada Kubilai Khan. Setelah berhasil menduduki Daha, Raden Wijaya kemudian meminta izin untuk kembali ke Majapahit demi mempersiapkan penyerahan dirinya.
Setelah sampai di Majapahit, Wijaya secara tiba tiba membunuh para prajurit mongol yang mengawalnya. Dengan kesaktian yang dimilikinya bukan hal sulit bagi Raden Wijaya membunuh mereka dalam satu kali serangan.
Raden Wijaya kemudian menyusun rencana untuk memukul mundur pasukan Mongol saat mereka sedang berpesta merayakan kemenangan. Raden Wijaya memimpin pasukannya bersama beberapa Abdi setianya macam Lembu sora, Nambi dan ronggolawe menyerang mereka. Serangan yang dilakukan tiba tiba itu ditambah dengan banyak prajurit Mongol dalam keadaan mabuk membuat Raden Wijaya berhasil memukul mundur mereka.
Kehilangan banyak prajuritnya membuat Ike Mese, Komandan pasukan memutuskan menarik pasukannya dan meninggalkan tanah Jawa.
Setelah situasi berhasil dikendalikan Raden Wijaya kemudian Mendirikan kerajaan Majapahit dan menobatkan dirinya sendiri menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Semua rakyat bersuka cita menyambut Raden Wijaya sebagai harapan baru karena selama ini mereka tertindas akibat perlakuan semena mena Jayakatwang.
Dihari yang sama dengan penobatan Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit, seorang pria paruh baya terlihat tersenyum puas memandang sebuah Pedang dengan gagang berbentuk Naga kembar di tempat persembunyiannya.
Namun tiba tiba senyumnya menghilang saat Aura merah mulai menyelimuti pedang ditangannya. Dia segera menyarungkan kembali pedang itu sambil menggeleng pelan.
“Energi Eyang Wesi Megantara benar benar sulit ditaklukkan.” Raut Wajah Mpu Supo menjadi buruk saat mengetahui Pedang pusaka yang diciptakannya masih belum bisa dikendalikan.
Kegelisahan Mpu Supo dapat dipahami mengingat umurnya yang sudah sepuh, dia berencana menjadikan Pedang pusaka itu sebagai karya terakhirnya.
Dibanding Mpu Gandring dan Mpu Tantular, nama Mpu Supo memang kalah mentereng bahkan cenderung tidak dikenal. Kalahnya pamor Mpu Supo dari dua kompetitornya itu bukan karena ilmu kanuragan atau pusaka nya yang kalah sakti namun lebih karena misteriusnya keberadaan Mpu Supo.
Mpu Supo tak pernah menampakkan diri di dunia persilatan dan lebih memilih menyendiri di Telaga Kayangan api. Sebuah tempat yang dianggap mitos oleh dunia persilatan karena belum pernah ada yang benar benar menemukan tempat itu.
Mpu Supo terus memandangi pedang berwarna hitam pekat ditangannya itu sambil merapal Ajian Lebur Saketi untuk menaklukkan Roh Eyang Wesi Megantara yang merupakan mahluk gaib terkuat di tanah jawa, namun semakin dia berusaha menekan kekuatan Eyang Wesi semakin kuat pula aura merah yang berusaha keluar dari pedang itu.
Mpu Supo mengumpat dalam hati, dia mulai menyesal karena mengikuti petunjuk yang muncul di mimpinya berkali kali. Semua berawal saat dia sedang bertapa disebuah gua di Telaga kayangan api sepuluh tahun silam.
Mpu supo merasa didatangi oleh seorang kakek tua dengan jubah lusuh yang memintanya membuat sebuah pedang yang akan meredam segala angkara murka di Bumi. Kakek tua itu berpesan untuk memulai proses pembuatan pedang pusaka saat terjadi ledakan di langit.
Mpu Supo awalnya tak mengerti maksud ucapan kakek tua itu sebelum sebuah meteor meledak dan jatuh didekat hutan larangan. Mpu supo segera melesat kearah hutan larangan dengan ilmu meringankan tubuhnya dan menemukan sebuah batu Meteor di hutan itu.
Mpu sopo kemudian menjadikan batu meteor itu sebagai bahan campuran bersama logam terbaik untuk membuat sebuah pedang pusaka.
Mpu Supo kembali dituntun oleh kakek tua itu untuk bertapa di gunung Merapi selama sepuluh tahun untuk memasukkan Ruh pusaka kedalam pedangnya.
Hasilnya, sebuah pusaka yang diberi nama Pedang Megantara yang kini ada digenggaman nya, sebuah pedang pusaka terkuat yang sampai saat ini belum bisa ditaklukkannya.
Sebagai pemilik Ajian Lebur Saketi, Mpu Supo adalah salah satu orang yang paling disegani di dunia persilatan. Puluhan pusaka sakti telah dia ciptakan dan taklukkan namun hanya pedang Megantara yang sampai detik ini belum berhasil ditaklukkannya.
“Apakah aku salah telah menciptakan pusaka ini? Kekuatan Eyang Wesi ditambah aura jahat yang berasal dari batu langit itu membuat pedang ini semakin liar. Bagaimana jika ternyata aku menciptakan pusaka yang justru menjadi pemicu angkara murka di bumi Majapahit?," Mpu Supo yang larut dalam kekhawatirannya tidak menyadari aura merah yang keluar dari pedang ditangannya perlahan meresap ke setiap pori di kulitnya.
Dia kemudian meletakan pedang itu ditempat biasa menaruh pusaka ciptaannya dan melangkah pergi. Mpu Supo ingin membuka kembali kitab Serat Jiwa untuk mencari cara menaklukkan pusaka ciptaannya.
Kitab Serat Jiwa adalah sebuah kitab ilmu kanuragan tingkat tinggi ciptaannya yang memadukan energi alam dengan tenaga dalam. Dia berharap dapat menemukan solusi menaklukan pedang Megantara.
***
( Kadipaten Tuban )
Ketika Matahari masih malu malu menampakkan sinarnya di Kadipaten Tuban, terlihat sesosok gadis cantik sedang bertarung dengan beberapa pendekar bertubuh kekar. Gerakan pedang yang ditunjukkan gadis itu menandakan ilmu kanuragannya lumayan tinggi.
“Hanya ini kemampuan pendekar Tengkorak merah? Aku benar benar kecewa,” Ucap gadis itu penuh percaya diri. Dia berputar memainkan pedangnya dengan lincah. Meskipun tubuhnya tergolong mungil namun gadis itu bisa menutupinya dengan kecepatannya.
“Tak kusangka cucu tua bangka itu hebat juga," ucap Rajendra kagum. Sebagai murid paling berbakat Perguruan Tengkorak merah yang merupakan perguruan terbesar di tanah Jawa, tak mudah bagi Rajendra untuk kagum pada kemampuan seseorang.
Rajendra masih belum bergerak dari tempatnya, dia terus mengamati jurus pedang Embun perusak hati milik Perguruan Angin biru yang diperagakan Arkadewi.
Perguruan Angin Biru dan Tengkorak merah merupakan dua perguruan terbesar di tanah jawa. Dua perguruan yang mewakili masing masing aliran ini saling bersaing dalam ilmu kanuragan.
Rajendra menggelengkan kepalanya ketika para muridnya tak berkutik dihadapan jurus pedang embun perusak hati.
"Kalian harus aku didik dengan lebih keras lagi," Rajendra mengeluarkan aura hitam untuk menekan Arkadewi sebelum mencabut pedangnya. "Akan kurusak wajah cantikmu nona," pria itu menyeringai sesaat sebelum menyerang Arkadewi.
"Sial, aku dalam masalah besar," Arkadewi tersenyum kecut saat melihat Rajendra bergerak cepat kearahnya. Dia tau betul seberapa tinggi Ilmu kanuragan murid terbaik Tengkorak merah yang sudah menguasai Ilmu Tarian Iblis pembakar sukma di usia yang sangat muda.
Saat pedang keduanya beradu di udara, puluhan murid tengkorak merah mundur bersamaan, mereka tidak ingin terkena efek jurus pedang Rajendra yang sangat mematikan.
Hanya dalam beberapa tarikan nafas Rajendra sudah mampu mendesak Arkadewi mundur, dia bahkan mempermainkan gadis itu dengan menyerang ke satu titik untuk
Arkadewi yang mulai kehabisan tenaga terlihat kesal karena Rajendra selalu mengarahkan serangan ke wajahnya.
"Mau sampai kapan kau melindungi wajah cantikmu," Rajendra meningkatkan kecepatannya. Pola serangan pedangnya semakin sulit ditebak.
Saat Rajendra sudah berhasil mendekati gadis itu, di memutar tubuhnya dan mengayunkan pedangnya tepat kearah wajah Arkadewi.
Arkadewi yang tidak siap menerima serangan ini terpaksa melindungi wajahnya dengan kedua tangannya yang telah dialiri tenaga dalam.
Arkadewi terpental mundur dengan luka dikedua tangannya.
"Kau sepertinya terlalu sayang dengan wajahmu ya? hal itu semakin membuatku ingin merusaknya," Rajendra melangkah mendekati Arkadewi yang terlihat ketakutan.
Arkadewi yang sudah putus asa berniat melakukan serangan terakhirnya. Kalaupun dia harus mati hari ini maka Rajendra harus ikut mati.
"Kau masih belum menyerah ya?," Rajendra tersenyum sinis melihat Arkadewi merapal jurusnya.
Saat keduanya hampir kembali bertarung puluhan prajurit Tuban tiba tiba muncul dan mendekati mereka.
"Hei! Apa yang kalian lakukan?," Salah satu prajurit berteriak keras.
"Sial! Pasukan Ranggalawe selalu merepotkan". Rajendra memberi tanda muridnya untuk bersiap menyerang.
Kelengahan Rajendra dimanfaatkan Arkadewi untuk melarikan diri. Dia menggunakan sisa sisa tenaga dalamnya untuk melesat secepat mungkin.
Raut wajah Rajendra berubah buruk saat mengetahui Arkadewi melarikan diri. Dia bisa saja mengejarnya namun muridnya sedang bertempur melawan prajurit Tuban.
"Aji, bawa dua orang untuk mengejar gadis itu, biar aku yang menghadapi antek antek Majapahit ini". Rajendra mengeluarkan pedang pusaka nya dan mulai menyerang.
"Baik kakang," Aji bersama dua pendekar lainnya memisahkan diri dari rombongan dan mengejar Arkadewi.
***
Fiksi sejarah pertama Autor.. Semoga bisa diterima para Reader PNA..
Terima kasih dan ditunggu dukungannya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу᭄
...
2024-03-19
1
𝒮🍷⃞⃟Ive•Сɛƨℓιɛα•ଓε🐬♀♛ƐꝈƑ⃝🧚
...
2024-03-07
1
ᴹᴿ᭄°Knight⁹⁹🦅™亗
keren maksimal thor
2024-03-01
4