Setelah kepergian Arya Wijaya, Arkadewi memutuskan bermeditasi untuk menenangkan dirinya. Penyerangan dan pengejaran selama beberapa hari ini membuat tubuhnya dan pikirannya lelah. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya andai tidak bertemu Arya Wijaya.
Namun Arkadewi sedikit bingung mengahadapi sifat pemuda itu yang cenderung seenaknya sendiri. Dia seperti tidak peduli pada aturan dunia persilatan.
"Apa yang sebenarnya ada dipikiran si bodoh itu?". Umpat Arkadewi setelah kepergian Arya.
Pandangan Arkadewi tertuju pada baju Arya yang dibuangnya tak jauh dari tempatnya duduk. Dia mengernyitkan dahinya saat menyadari pakaian Arya yang sudah robek akibat sabetan pedang.
"Robekan ini akibat sayatan pedang, harusnya dengan robekan seperti ini tubuhnya sudah terluka parah. Bagaimana dia tidak terluka sama sekali?". Arkadewi bergumam dalam hati sambil memegang pakaian Arya.
Arkadewi jadi teringat saat pertama dia bertemu dengan Arya di pinggir sungai. Sejak pertama bertemu dengan pemuda itu, Arkadewi memang merasakan banyak keanehan dalam diri Arya. Saat melarikan diri dari kejaran tengkorak merah, dia sangat yakin merasakan aura aneh yang berasal dari tubuh Arya dari kejauhan namun ternyata Arya tidak memiliki ilmu kanuragan apapun.
"Lalu Aura apa yang kadang terlihat meluap dari tubuhnya". Arkadewi larut dalam pikirannya sendiri.
Kemudian saat Arya berhasil mengalahkan Aji, salah satu murid tengkorak merah dengan jurus anehnya. Gerakan yang diperlihatkan Arya saat bertarung begitu asing baginya, dia merasa tidak pernah melihat jurus yang digunakan Arya sebelumnya.
"Mau sampai kapan kau memegang dan menciumi pakaianku?". Suara Arya mengagetkan Arkadewi yang secara refleks langsung membuangnya.
"Aku hanya ingin membuang pakaian lusuh itu". Jawab Arkadewi tanpa menoleh kearah Arya.
"Apa kau memikirkan hal hal kotor sambil membayangkan tubuhku". Tanya Arya sinis sambil menyilang kan kedua tangannya di dada.
Sebuah pertanyaan pelan yang mampu membuat emosi Arkadewi kembali tersulut setelah dia mulai berfikir jika Arya adalah pemuda yang baik.
"Buat apa aku membayangkan tubuh lemah seperti itu hah?. Dasar bodoh!". Arkadewi bersingut dan kembali duduk dipinggir gua.
Arya terkekeh pelan melihat tingkah gadis cantik dihadapannya itu. Dia mendekati Arkadewi dan memberikan beberapa buah yang dia dapatkan dari hutan.
"Sepertinya mereka sudah tidak mengejarmu lagi, setelah kita makan aku akan mengantarmu keluar hutan. Kita akan berpisah setelah keluar dari hutan, aku tidak ingin terbunuh jika terus bersamamu". Arya duduk dihadapan Arkadewi sambil mengeluarkan bungkusan dari daun yang dilipat lipat.
"Ini adalah ramuan untuk mempercepat penyembuhan lukamu, oleskan sesering mungkin di bagian lukamu". Arya menyerahkannya pada Arkadewi.
Ada rasa haru dan bersalah dalam diri Arkadewi setelah melihat kebaikan Arya padanya. Menjadi anak satu satunya pemimpin tertinggi perguruan terbesar di negeri Majapahit membuatnya dikelilingi orang orang yang berbuat baik padanya hanya demi mengamankan posisinya di perguruan angin biru.
Arkadewi kembali mengingat jika pemuda dihadapannya ini sudah beberapa kali menyelamatkan nyawanya namun dia selalu memukulnya.
Air matanya hampir menetes ketika untuk pertama kalinya dia merasakan kebaikan yang tulus dari pemuda dihadapannya.
"Aku....". Arkadewi mencoba meminta maaf namun jari telunjuk Arya lebih cepat mendarat dibibir kecilnya. Rasa haru dalam dirinya seketika berubah menjadi perasaan aneh yang belum pernah dia rasakan.
"Aku tau, jika kau ingin membalas kebaikanku kau bisa membuat tubuhku sedikit hangat". Arya Mulai membuka bajunya.
Namun tiba tiba sebuah pukulan menghantam tubuh Arya dengan keras.
"Dasar bodoh!". Umpat Arkadewi kesal, dia berjalan keluar gua sambil terus mengumpat.
"Aku hanya ingin dia menjahit pakaianku yang robek agar sedikit hangat. Kenapa dia begitu mudah memukul orang". Ucap Arya sambil menahan sakit.
***
Ranggalawe yang baru pulang menghadap Raja Kertarajasa Jayawardhana di keraton Majapahit langsung menemui salah satu orang kepercayaannya setelah mendengar anak dari sahabatnya menghilang.
"Hormat pada tuan Adipati". Abimanyu menundukkan kepalanya pada Ranggalawe.
"Apa sudah ada kabar dari kakang Warta?". Tanya Ranggalawe.
"Belum tuan, aku sudah menyebar beberapa Telik sandi keseluruhan kadipaten. Ku harap tak lama lagi kita sudah mendapat kabar tentang keberadaan nona Dewi". Jawab Abimanyu pelan.
Ranggalawe memejamkan matanya sesaat "Aku ingin masalah ini dirahasiakan dulu kakang, Angin biru adalah salah satu pendukung Yang mulia raja. Akan sangat berbahaya jika berita ini menyebar saat kondisi keraton masih kacau". Ucap Ranggalawe datar.
"Apakah belum ada penyelesaian terkait kondisi keraton tuan?". Tanya Abimanyu.
Ranggalawe menggeleng pelan "Saat ini yang mulia dikelilingi oleh pahlawan pahlawan kesiangan yang mencari jabatan dengan cara menjilat. Saat ini mereka merasa mempunyai jasa yang paling besar, Aku sudah muak mendengar orang yang bahkan tidak pernah terlihat batang hidungnya saat kita bertempur melawan Jayakatwang maupun pasukan mongol".
Abimanyu hanya terdiam mendengar keluh kesah tuannya itu namun dia bisa memahami mengapa Ranggalawe begitu membenci para penjilat Raden Wijaya. Ranggalawe lah yang rela mengorbankan nyawanya membela Raden Wijaya di Medan pertempuran saat yang lainnya seperti menghilang dan baru muncul setelah Raden Wijaya berhasil mengalahkan Jayakatwang.
"Apa keputusan Yang mulia raja?". Tanya Abimanyu pelan.
"Aku tidak tau kakang namun aku percaya beliau akan memutuskan sesuatu dengan bijak. Kita hanya perlu menunggu titahnya". Wajah Ranggalawe terlihat gusar namun dia tetap berusaha menutupinya dari Abimanyu.
"Sekarang aku ingin kakang fokus mencari Dewi, lusa aku akan mengundang kakang Warta untuk membicarakan masalah ini".
"Baik tuan". Abimanyu menundukkan kepalanya sebelum melangkah keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Nor Johari
makin menarik
lanjut
2023-10-19
2
Nur Tini
done
2023-10-17
1
putra
30 like
2022-11-04
0