Arya beberapa kali terpental terkena serangan Mentari, sekuat apapun dia menghindar Mentari selalu lebih cepat darinya.
Arya kembali mengumpat dalam hati ketika Mentari memukul kepalanya.
"Jika aku menggunakan pedang maka kepalamu sudah terpisah dari tubuhmu" ejek Mentari.
Namun tanpa Arya sadari semakin lama gerakannya membuat Mentari terpaksa menggunakan tenaga dalamnya untuk mengimbangi kecepatannya yang terus meningkat. Kobaran api kecil mulai menyelimuti tubuh Arya walau dia tidak menyadarinya.
"Cakra manggilingan?" Mentari mengeryitkan dahinya saat merasakan Arya menyerap auranya perlahan.
"Anak ini benar benar sangat mirip dengan Yang mulia" gumamnya sambil menghentikan serangannya.
"Sepertinya hari mulai gelap, ayo kita kembali. Besok ada yang harus kuajarkan padamu".
"Apa bibi tak pernah mendengarkan pendapat orang lain? aku sudah katakan tidak ingin mempelajari ilmu kanuragan" ucapnya kesal.
Mentari hanya tertawa mendengar rengekan Arya, dia tiba tiba bergerak mendekatinya dengan kecepatan tinggi. Arya yang mengira Mentari akan kembali menyerang mencoba menghindar namun Mentari lebih dulu memegang lengannya.
"Suatu saat kau akan mengerti jika yang kulakukan ini demi kebaikanmu". Dia menyerahkan sebuah kalung yang terbuat dari emas bertuliskan Wentira. "Kalung ini diberikan oleh orang yang sangat berarti dalam hidupku, Aku ingin kau memilikinya". Mentari tersenyum hangat.
Arya hanya terdiam sambil memakai kalung itu, dia sedikit merasa bersalah karena selalu berbicara ketus pada Mentari.
"Aku akan mencari makanan, bibi pergilah dulu".
"Kau ingin melarikan diri?" Mentari menoleh kearah Arya.
"Jika aku berniat melarikan diri sudah dari kemarin aku pergi. Aku hanya ingin makan enak untuk memulihkan kondisi tubuhku".
Mentari tersenyum sambil menatap keturunannya itu "Kembalilah sebelum gelap, hutan ditempat ini sangat berbahaya" ucapnya pelan.
***
"Siapa bibi sebenarnya? dan apa yang bibi rencanakan pada Arya?". Pertanyaan tiba tiba Arkadewi menghentikan langkah Mentari.
"Apa maksudmu nona cantik?" Mentari tersenyum lembut.
"Aku menemukan batu tulis dan dibatu itu ada nama yang sama dengan nama bibi. Seingatku ayah pernah mengatakan jika kelompok teratai merah telah ribuan tahun hilang, bagaimana bibi masih hidup sampai saat ini?".
"Dengar nak, ada sesuatu yang lebih baik kau tidak mengetahuinya, rasa ingin taumu suatu saat bisa membunuhmu". Ucap Mentari dingin sambil melangkah meninggalkan Arkadewi.
"Apakah bibi adalah sang dewi racun yang juga merupakan selir kerajaan Malwageni?". Arkadewi pernah mendengar dari ayahnya jika ada pendekar wanita terkuat yang juga merupakan selir Raja Malwageni.
Mentari kembali menghentikan langkahnya, dia cukup terusik dengan pertanyaan pertanyaan masa lalunya.
"Anggap saja seperti itu, lalu apa yang akan kau lakukan?".
Arkadewi tersentak kaget mendengar jawaban Mentari, sesuai dengan dugaannya jika wanita dihadapannya adalah Dewi racun namun yang membuatnya tak habis pikir bagaimana Mentari bisa hidup hingga saat ini.
"Lalu apa sebenarnya yang bibi rencanakan dengan membawa Arya kemari?" tanya Arkadewi pelan, setelah mengetahui latar belakang Mentari dia merasa khawatir pada Arya.
"Dengan ketampanan wajahnya, wanita mana yang tidak tertarik padanya?" Mentari sedikit menjulurkan lidahnya menggoda Arkadewi.
"Tapi.. tapi bibi kan sudah tua".
"Tua? bahkan wajahku jauh lebih muda darimu, aku akan menjadi lawan beratmu nona". Mentari tersenyum kecil sebelum melangkah masuk meninggalkannya sendiri.
"Ah aku lupa mengatakan sesuatu". Mentari menoleh kearah Arkadewi sebelum melanjutkan ucapannya. "Kuharap percakapan ini hanya kita berdua yang tau atau kau akan merasakan akibatnya". Mentari tiba tiba melepaskan aura yang cukup besar dari dalam tubuhnya. Dia ingin Arkadewi menjaga rahasianya karena dia merasa belum saatnya Arya mengetahui jati dirinya.
"Ternyata dia rubah tua yang licik, Selir yang haus belaian pria muda. Dia mengincar para pria untuk melampiaskan hasratnya" gumam Arkadewi dalam hati, terbayang dalam pikirannya bagaimana wajah licik Mentari saat memperdaya Arya sebelum menyetubuhinya.
Arkadewi memukul kepalanya berkali kali untuk menghilangkan bayangan wajah mesum Mentari dalam pikirannya. "Aku harus memberitahu sibodoh itu secepatnya".
***
Arya menghentikan langkahnya ketika merasakan tekanan yang luar biasa besar, bahkan Naga api pun bereaksi pada kekuatan itu, dia melepaskan kobaran api untuk melindungi tubuh Arya.
Aura merah menyelimuti hampir di seluruh area hutan itu, bahkan Mentari yang merupakan pendekar terkuat saat ini menelan ludahnya.
"Siapa pemilik aura sebesar ini?" gumam Mentari pelan. Raut wajahnya berubah seketika saat teringat Arya yang sedang berada di hutan sendirian. Mentari langsung melesat kedalam hutan untuk mencari Arya.
Seorang pria tua berjubah lusuh memakai tongkat dari kayu Galih asem tiba tiba muncul dengan senyum ramahnya.
"Dia bukan manusia?" gumam Naga api dalam hati.
"Tak kusangka kau dilindungi Naga api, aku semakin tertarik padamu nak" ucap pria tua itu ramah.
Arya sebenarnya ingin mengatakan sesuatu namun mulutnya seperti terkunci, dia hanya bisa mendengarkan Naga api dan pria tua itu berbicara.
"Jauhi anak ini atau kau akan kubakar sampai tak bersisa". Ancam Naga api saat pria tua itu mulai mendekat. Naga api terus mengingat sosok tubuh yang ada dihadapannya namun dia cukup yakin tidak pernah mengenalinya.
"Kau mengancamku? mahluk lemah sepertimu bahkan tak pantas bicara padaku". Pria tua itu merapal suatu jurus sebelum tiba tiba muncul dihadapan Naga api.
Naga api berusaha menyerang pria itu namun gerakannya kalah cepat. Pria itu lebih dulu mencengkram ruh Naga api yang terus meronta kesakitan.
"Kuakui aku cukup terkejut kau memiliki energi yang sangat besar namun api tak akan berpengaruh padaku".
Namun tiba tiba pria tua itu melepaskan cengkraman nya pada Naga api dan kembali muncul dihadapan Arya saat dia merasakan energinya terhisap dalam jumlah besar.
"Bahkan kau menguasai Cakra manggilingan tingkat sempurna, aku terlalu meremehkanmu namun kau memang harus mengejutkanku jika ingin kupilih sebagai tuanku".
"Tuan tuan apanya? kalian selalu seenaknya sendiri memaksakan kehendak. Pergilah, masih banyak pendekar kuat yang bisa kau jadikan tuan. Aku tidak tertarik sama sekali bertemu mahluk aneh seperti kalian". Ucap Arya ketus.
Pria tua itu cukup terkejut Arya bisa lepas dari pengaruh jurusnya, senyumnya semakin melebar saat mengetahui bakat terpendam Arya.
"Kau benar benar bodoh, saat semua pendekar saling membunuh untuk memiliki kekuatanku kau malah menolak". Pria tua itu tertawa lantang.
"Mereka yang bodoh, saling membunuh hanya demi hal yang semu".
Pria tua itu tak menanggapi ucapan Arya, dia terlihat menghitung sesuatu ditangannya.
"Puncak purnama akan datang tiga hari lagi, saat itu aku akan datang menemuimu bocah. Suka tidak suka takdirmu sudah digariskan dan pilihanmu cuma dua, mati atau menerimaku". Pria itu tertawa lantang sesaat sebelum Mentari muncul.
Pria tua itu menoleh kearah Mentari sesaat sebelum dia tersenyum kecil.
"Wanita abadi pemilik ajian lebur sukma, kau pasti sangat merepotkan".
"Maaf tetua kalau boleh tau, anda siapa?" Mentari melepaskan seluruh aura ditubuhnya untuk menekan pria tua itu.
Pria tua itu mengernyitkan dahinya saat merasakan tekanan ditubuhnya.
"Walau Cakra manggilingan milikmu tak sempurna seperti bocah ini namun aku cukup terhibur nona". Pria itu kembali terkekeh.
"Cakra manggilingan Arya sempurna?" gumam Mentari bingung, setahunya hanya Sabrang yang dapat menguasai dengan sempurna.
"Dengar aku nona, kita berada di pihak yang sama lagipula walaupun kau bergabung dengan Naga api kalian tetap tidak akan bisa mengalahkanku. Aku akan kembali saat purnama mencapai puncaknya, saat itu tiba ada yang harus kubicarakan dengan kalian".
Aura merah yang menyelimuti hutan itu perlahan menghilang diikuti dengan sosok tubuh pria itu.
Setelah kepergian pria tua itu, Mentari menarik kembali auranya dan berbicara pada Naga api dipikirannya.
"Apa kau mengenalnya?" tanya Mentari.
Naga api menggeleng pelan "Aku cukup yakin tidak pernah bertemu atau merasakan energinya".
"Lalu siapa orang tua itu sebenarnya?". Mentari menatap Arya yang masih tampak kebingungan. "Kau baik baik saja?".
Arya mengangguk pelan "Aku baik baik saja nek". Ucapnya pelan, tubuhnya masih bergetar karena efek tekanan yang sangat besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Mas Bos
para sosok legendaris
yg terkubur ribuan tahun
bermunculan di alam nyata
zombie apa jin yaa .... ?
2021-12-11
0
Setyarini Ucy
maaf baru mulai baca, klo cerita yg sebelum ini apa ya ?
2021-11-27
0
Laura Aqila
Lanjut
2021-08-04
0