"Tubuhmu milikku. Waktumu milikku. Tapi ingat satu aturan mutlak, jangan pernah berharap aku menanam benih di rahimmu."
Bagi dunia, Ryu Dirgantara adalah definisi kesempurnaan. CEO muda yang dingin, tangan besi di dunia bisnis, dan memiliki kekayaan yang tak habis tujuh turunan. Namun, di balik setelan Armani dan tatapan arogannya, ia menyimpan rahasia yang menghancurkan egonya sebagai laki-laki, Ia divonis tidak bisa memberikan keturunan.
Lelah dengan tuntutan keluarga soal ahli waris, ia menutup hati dan memilih jalan pintas. Ia tidak butuh istri. Ia butuh pelarian.
Sedangkan Naomi Darmawan tidak pernah bermimpi menjual kebebasannya. Namun, jeratan hutang peninggalan sang ayah memaksanya menandatangani kontrak itu. Menjadi Sugar Baby bagi bos besar yang tak tersentuh. Tugasnya sederhana, yaitu menjadi boneka cantik yang siap sedia kapan pun sang Tuan membutuhkan kehangatan. Tanpa ikatan, tanpa perasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyonya_Doremi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
“Anda akan menyuapnya dengan perusahaan?” Naomi terperangah.
“Bukan menyuap. Saya akan memberinya alasan untuk mundur dengan harga diri yang tinggi. Saya akan umumkan ke media bahwa sebagai kompensasi atas pembatalan perjodohan yang kami lakukan, saya memberikan saham mayoritas di Anak Perusahaan D. Dia akan menjadi pahlawan bagi media karena mendapatkan kesepakatan bisnis yang hebat dari Dirgantara. Dia tidak akan lagi menjadi wanita yang ditinggalkan,” jelas Ryu, matanya tajam dan menghitung. “Vanessa akan memilih miliaran dan citra yang kuat, daripada pertarungan di pengadilan yang bisa menghancurkan reputasi keluarganya.”
“Dan Anda yakin dia akan menerima ini?”
“Dia akan. Karena saya akan menjamin bahwa jika dia menuntut tes DNA atau terus mengancam Anda, Anak Perusahaan D akan lenyap di pagi hari.”
Naomi menatap pria itu. Dia benar-benar kejam dan brilian. Dia menjadikan setiap konflik sebagai transaksi bisnis.
“Dan jika dia bersikeras tentang tes DNA, untuk membuktikan saya bukan istri sah?”
“Saya akan mengendalikan waktunya. Dokter Pratiwi adalah orang saya. Dia akan menunda tes DNA hingga bayi ini lahir. Dan setelah bayi ini lahir, tidak ada yang bisa menyangkal garis keturunan. Terlebih, saya akan membuat perjanjian DNA yang sangat rumit, menunda prosesnya selama berbulan-bulan. Vanessa akan lelah bermain kucing dan tikus,” janji Ryu.
Kepercayaan diri Ryu adalah satu-satunya benteng mereka. Naomi mengangguk, kelegaan yang dingin merayapi dirinya.
“Baiklah. Apa peran saya dalam drama ini?”
di benar. Aku hanya takut, di tengah keajaiban ini, ada penipuan kontrak yang merugikan. Aku khawatir Ryu tidak jujur tentang kondisi medisnya.”
Vanessa memutar matanya dengan dramatis. “Jika Ryu berbohong tentang kemandulannya, artinya seluruh pernikahan daruratmu, seluruh kontrakmu, semua yang kau dapatkan, bisa dibatalkan, kan? Semuanya akan menjadi tidak sah, dan kau akan kembali ke tempat asalmu, tanpa uang, tanpa perlindungan. Dan anak itu, dia bisa menjadi anak yang kontroversial di mata hukum.”
Mata Naomi bertemu dengan mata Vanessa. Ancaman itu terbuka, publik, dan kejam. Para wartawan sudah siap dengan kamera mereka.
Naomi tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. Senyum seorang wanita yang memegang kendali. Ia teringat instruksi Ryu. Dingin, patuh, dan fokus pada uang.
“Vanessa,” kata Naomi, suaranya lembut, tetapi cukup kuat untuk didengar kerumunan. “Aku mengerti kecemasanmu.”
Ia melangkah maju, membiarkan tubuhnya yang belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan terlihat jelas.
“Sebagai Nyonya Dirgantara, saya harus menjaga nama baik keluarga. Dan sebagai seorang wanita yang menghargai transaksi yang adil, saya sangat setuju dengan Anda. Kontrak adalah kontrak.”
Naomi menoleh ke arah sekelompok wartawan. “Saya adalah istri yang patuh. Tugas saya adalah melahirkan pewaris Dirgantara. Mengenai masalah medis Tuan Ryu di masa lalu, itu adalah urusan pribadi beliau, bukan urusan publik.”
“Dan mengenai ancaman Anda untuk membatalkan pernikahan ini dan menuntut tes DNA,” lanjut Naomi, ia menatap langsung ke mata Vanessa. “Saya tidak gentar. Tuan Ryu sudah menjamin perlindungan saya. Dan bagi saya, yang terpenting adalah dua hal.”
Naomi mengangkat jarinya, menunjuk perutnya yang rata. “Pertama, kesehatan anak ini.”
Lalu ia mengangkat jari kedua, dan tersenyum lebar, senyum palsu yang memuakkan.
“Dan kedua, dua miliar yang sudah dijanjikan Tuan Ryu sebagai kompensasi. Uang itu akan membuat saya dan ibu saya aman, terlepas dari hasil pernikahan ini. Itu adalah komitmen yang harus dipenuhi oleh Dirgantara, dan saya akan memastikan itu. Saya tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan Anda, merusak transaksi ini.”
Ia mengakhiri kalimatnya dengan nada yang dingin dan fokus pada bisnis, persis seperti yang Ryu inginkan. Ia mereduksi pernikahan itu menjadi sekadar transaksi, menghilangkan unsur pribadi dan emosional.
Vanessa terdiam. Reaksi Naomi bukanlah tangisan, bukan ketakutan, melainkan fokus pada uang, yang menghilangkan kekuatan dari serangan Vanessa. Naomi terlihat hanya peduli pada kompensasi, menegaskan bahwa dirinya hanyalah pion yang mahal.
“Kau, kau tidak peduli pada Ryu?” tanya Vanessa, suaranya sedikit goyah karena Naomi tidak memberikan reaksi yang diharapkan.
“Saya peduli pada garis keturunan Dirgantara, dan pada dua miliar yang akan mengubah hidup saya,” balas Naomi, suaranya datar. “Itu adalah kesepakatan. Dan Nyonya Helena telah mengingatkan saya pagi ini bahwa saya harus melindungi kesepakatan ini dari campur tangan pihak luar. Saya yakin, Anda tidak ingin merusak kesepakatan yang sudah dilakukan antara Tuan Ryu dan saya, bukan?”
Vanessa menyadari dia tidak menghadapi Naomi yang cengeng, melainkan boneka yang diprogram sempurna oleh Ryu, yang hanya peduli pada uang. Serangannya di depan umum gagal menjadi drama emosional dan malah menjadi sengketa bisnis yang tidak menarik.
Naomi memberi isyarat kepada Pak Agung. “Saya rasa saya sudah cukup lama di sini. Selamat malam, Vanessa. Dan saya doakan Anda sukses dengan anak perusahaan D yang kabarnya akan Anda dapatkan.”
Naomi memberikan kejutan terakhir, mengisyaratkan bahwa dia tahu tentang kesepakatan kompensasi yang Ryu sedang atur, dan meninggalkan Vanessa dengan pertanyaan besar di benaknya.
Saat Naomi berjalan keluar dari ballroom, ia bisa mendengar bisikan di belakangnya.
“Wanita itu benar-benar hanya ingin uangnya.”
Ia berhasil memainkan perannya. Ia menunjukkan kepada publik dan kepada Vanessa bahwa dia adalah istri yang dingin dan patuh, yang hanya peduli pada uang, bukan cinta. Dan dalam dunia Dirgantara, fokus pada uang adalah kekuatan.
Naomi kembali ke Penthouse B dalam keheningan total. Ia langsung menuju kamar tidurnya, merasa lelah secara mental dan emosional. Setelah mengganti pakaiannya, ia duduk di sofa, mencoba membaca, namun pikirannya terus kembali pada tatapan Vanessa dan ancaman tes DNA.
Pukul sebelas malam, ponselnya bergetar. Itu adalah panggilan video dari Ryu di Shanghai.
Naomi menjawabnya. Wajah Ryu tampak lelah, tetapi matanya memancarkan kepuasan.
“Saya dengar kau membuat penampilan yang baik,” kata Ryu, tanpa menyapa.
“Saya hanya mengikuti instruksi Anda. Dingin, patuh, dan fokus pada dua miliar,” jawab Naomi.
Ryu tersenyum tipis. “Kau berhasil mengubah drama emosional menjadi transaksi bisnis. Itu sangat cerdas, Naomi. Vanessa sekarang terdesak. Dia tahu aku tidak main-main. Besok pagi, pengumuman tentang anak perusahaan D akan keluar, dan dia tidak akan punya pilihan selain mundur.”
“Dan tes DNA?”
“Ditunda tanpa batas waktu. Vanessa akan kehilangan motivasi untuk melanjutkannya jika dia sudah mendapatkan kompensasi yang fantastis.”
Naomi menghela napas lega. “Terima kasih, Ryu. Bukan untuk diri saya, tapi untuk anak ini.”
Ryu terdiam sejenak. Ia melihat kelelahan di mata Naomi.
“Kau tidak seharusnya berterima kasih padaku. Itu adalah tugas saya,” kata Ryu. “Kau mempertaruhkan kehamilanmu malam ini.”
“Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk melindungi anak saya. Saya sudah menjadi Nyonya Dirgantara. Saya tidak akan membiarkan siapa pun mencabut gelar dan perlindungan itu, terutama karena alasan penipuan yang tidak saya ciptakan.”
Ryu mencondongkan tubuhnya ke depan, tatapannya menjadi lebih intens. “Kau tidak takut pada Vanessa, Naomi. Kau takut pada medical report itu. Kau takut aku akan kembali meragukanmu setelah anak ini lahir.”
Naomi tidak bisa menyembunyikan kebenaran itu. “Ya. Saya takut. Saya takut bahwa setelah anak ini lahir, Anda akan kembali kepada logika dingin Anda. Bahwa Anda akan melihat saya sebagai kebetulan yang berhasil, bukan sebagai istri yang layak.”
“Kau tidak perlu khawatir,” kata Ryu, suaranya rendah dan serius. “Aku sudah melihat genderang kecil itu berdetak. Aku sudah mengambil risiko denganmu, Naomi. Dan risiko itu berhasil. Seorang Dirgantara tidak pernah meninggalkan kemenangan yang sah. Terutama, kemenangan yang datang dari keajaiban yang kuciptakan.”
Kejutan itu nyata. Ryu tidak hanya mengklaim anak itu. Dia mengklaim keajaiban itu.
“Aku tidak pernah bisa memaafkanmu jika kau menyentuh anak ini, Naomi. Tapi aku juga tidak akan meninggalkanmu tanpa perlindungan. Kau telah membuktikan dirimu berharga. Dan jika Vanessa terus mengancammu, kau punya senjata baru.”
“Senjata apa?”
“Bukan uang, bukan bisnis. Tapi fakta. Kau adalah ibu dari anak kandungku, Naomi. Aku sudah mengakui anak ini di depan ibuku, di depan dokter, dan sekarang, di depanmu. Itu sudah cukup. Sisanya, biarkan aku yang urus.”
Naomi mengangguk, ia merasa ada sedikit kehangatan yang muncul di antara dinding es yang mereka bangun.
“Ryu…”
“Ya?”
“Kapan Anda akan kembali?”
Ryu tersenyum tipis, kali ini senyum yang tulus. “Besok malam. Aku harus memastikan Anak Perusahaan D itu aman di tangan Vanessa sebelum dia berubah pikiran.”
Ia mengakhiri panggilan itu tanpa kata perpisahan lain. Namun, Naomi tahu. Di balik lapisan es itu, Ryu telah membuat janji yang jarang ia buat, yaitu perlindungan yang tak bersyarat.
Naomi memegang perutnya. Perjuangan belum berakhir, tetapi benteng mereka, yang dibangun di atas kebohongan status, telah diperkuat oleh fakta yang paling kuat, yaitu seorang Dirgantara sedang tumbuh di dalam dirinya, dan ayahnya siap membakar kota untuknya.
Ryu memandangnya. “Duduk, Naomi. Kau terlalu emosional.”
“Jangan suruh saya duduk! Ini bukan tentang emosi, ini tentang kelangsungan hidup. Anda pikir Anda telah mengendalikan segalanya, padahal Anda baru saja memberikan senjata paling mematikan kepada musuh terkuat Anda!” seru Naomi, air mata menumpuk di matanya karena frustrasi, bukan kesedihan.
Ryu akhirnya menghela napas, gestur yang jarang ia tunjukkan. Ia bersandar di meja kerjanya.
“Dengar, Naomi. Itu memang risiko yang harus saya ambil,” katanya, nadanya sedikit melunak. “Mengenai Vanessa dan tes DNA. Saya tahu dia akan menuntutnya. Tapi dia tidak akan mendapatkannya.”