📢📢SELAMAT DATANG DI AREA HAHA HIHI 🤣🤣
Freya, gadis penurut dan berbakti harus mengikuti keinginan orang tuanya. Mama Ratna yang sangat suka membaca novel online, otaknya sudah tercemar oleh novel-novel yang telah ia baca. Hingga akhirnya ja menjodohkan putrinya dengan salah satu putra teman online yang ia kenal lewat grup chat (GC) novel kesayangannya. Dia berharap kehidupan anak-anak mereka berakhir bahagia seperti novel yang ia baca.
"Mencintaiku tak sesulit mengerjakan PR matematika, tak perlu perhitungan cukup bilang saranghae." Freyanisa Fransisca.
"Cinta bukan perhitungan tapi logika. Dan logikaku belum bisa berkata saranghae." Arkana Rahardian.
Akankah kisah mereka berakhir bahagia seperti novel yang dibaca orang tuanya?
happy reading jangan lupa like, komen dan favoritkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak akan pernah terulang
Setelah mengetahui bahwa calon suami yang akhir-akhir ini dibahas oleh Freya ternyata bukan suami halunya, dengan perlahan tapi pasti Ardi mulai membuang perasaannya untuk Freya. Lebih tepatnya mungkin mengubah perasaannya dari cinta menjadi sahabat. Karena pada dasarnya perasaan tak akan pernah bisa dibuang sekalipun kamu membenci seseorang itu.
Ardi menjalani hari-harinya dengan tetap berada di dekat Freya, sebagai sahabat. Meski belum sepenuhnya Ardi berhasil mengubah perasaannya untuk Freya. Karena memang merubah perasaan tak semudah merubah teh hangat menjadi es teh.
Rencananya yang akan kuliah bersama Freya pun entah akan ia realisasikan atau tidak. Dulu dirinya ingin belajar di kampus yang sama dengan Freya, berharap bisa menghabiskan waktu di bangku mahasiswa bersama gadis yang ia sukai, tapi semua itu sudah berakhir bahkan sebelum dirinya memulai.
Ardi yang tiga tahun dengan sabar dan setia menunggu untuk bisa merajut kasih dengan gadis itu ternyata gagal total. Semua pengorbanannya seolah sia-sia. Dibelain sekolah jauh dari orang tua. Dibelain juga pindah jurusan biar bisa sekelas dengan doi nyatanya semua berakhir ambyar.
Jauh-jauh Ardi datang ke Jogja hanya untuk mengejar Freya, gadis yang tak sengaja ia temui saat kegiatan study tour kala dia duduk dibangku kelas sembilan itu. Gadis yang menolongnya kala dia terpisah dari kelompoknya tanpa membawa ponsel hingga tak bisa menghubungi guru pembimbing. Dengan ramah Freya meminjamkan ponselnya bahkan menemani Ardi hingga guru pembimbing datang menjemputnya.
Hari-hari berlalu begitu saja, serangkaian kegiatan akhir tahun yang di kerjakan oleh kelas dua belas pun selesai. Dari mulai ujian sekolah meliputi ujian sekolah tulis dan ujian sekolah praktik. Uji kompetensi keahlian yang sangat menguras isi otak mereka hingga ujian yang dianggap paling horor oleh setiap siswa yakni ujian nasional pun telah mereka lalui.
Seminggu setelah ujian dilaksanakan tiba saatnya masa-masa paling menegangkan bagi siswa kelas dua belas, apalagi kalau bukan pengumuman hasil ujian mereka yang akan menentukan lulus atau tidaknya mereka dari sekolah itu. Rasanya tidak adil sekolah tiga tahun tapi kelulusan di tentukan oleh hasil ujian yang hanya beberapa hari. Itulah kata-kata yang selalu keluar dari mulut siswa maupun walinya. Padahal sudah berulang kali diberi penuturan oleh guru bahwa hasil kelulusan diambil bukan hanya diambil dari hasil ujian nasional saja melainkan ada juga komponen dari nilai-nilai yang sudah di peroleh selama proses belajar dari kelas sepuluh. Tapi entahlah kata-kata itu sepertinya hanya berlalu begitu saja tanpa mereka pahami perubahan proses penilaian yang digunakan saat ini.
.
.
.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, acara pengumuman kelulusan itu terasa bertele-tele bagi para siswa. Apalagi saat mendengarkan penuturan dari kepala sekolah mereka yang panjang lebar.
"Set dah itu Bapak Kepala ceramahnya bisa di skip kaga sih. Gue udah deg-degan ini pengen buru-buru ke pengumuman aja langsung." Gerutu salah satu siswa.
"Di skip? lu kira iklan di youtube hah. Bisa di skip setelah lima empat tiga dua satu hahahaha." Timpal siswa di sebelahnya.
Kepala sekolah nampak turun dari podium setelah selesai dengan sambutannya. "Gusti itu ngapain lagi Bu Sarah. Makin lama dah ini mah." Ujar Freya saat melihat wakasek kesiswaan naik ke podium untuk menyampaikan beberapa kata perpisahan dan wejangan untuk tidak melakukan konvoi dan aksi corat coret seragam sekolah.
"Alangkah baiknya seragam kalian itu di donasikan untuk orang-orang yang membutuhkan. Selain itu aksi corat coret bukanlah tindakan yang mencerminkan orang yang berpendidikan. Tidak ada faedahnya." Kalimat terakhir dari Bu Sarah.
Setelah deretan orang-orang yang menurut para siswa dianggap sebagai orang penting itu selesai dengan ceramah mereka kini tiba saatnya moment yang paling ditunggu-tunggu yakni pengumuman kelulusan.
Lagi-lagi dengan susunan kata yang terkesan mendramatisir dan berhasil mengaduk-aduk perasaan siswa hingga sebagian dari mereka menangis, mengingat semua tingkah nakal mereka. Setelah hampir lima belas menit mempermainkan emosi siswa akhirnya Kepala sekolah mengumumkan bahwa untuk kelas dua belas tahun ajaran ini siswa siswi lulus seratus persen.
Tepuk tangan, teriakan dan berbagai tindakan yang mengekpresikan kegembiraan itu menyeruak di aula sekolah yang cukup luas itu. Tangis, canda tawa dan pelukan mereka berikan pada setiap teman yang telah melewati masa putih abu bersama, masa terindah yang tak akan pernah terulang kembali.
Aksi corat-coret pun tak terhindarkan, wejangan-wejangan yang baru saja di berikan oleh Bu Sarah seolah masuk dari telinga kiri dan keluar lewat telinga kanan. Menghilang begitu saja tak berbekas. Bahkan dengan wajah tanpa dosa siswa siswi malah meminta gurunya untuk ikut serta menorehkan coretan tanda tangan di seragam mereka Seperti biasa dengan menggunakan alasan andalan mereka, "Buat kenang-kenangan Bu. Kapan lagi bisa seperti ini."
Setelah merasa puas mencorat coret seragam teman-temannya, Freya menghampiri Ardi yang juga tampak sedang sibuk dengan spidol hitam di tangan kanannya. Freya kemudian mebubuhkan tanda tangan serta beberapa tulisan di seragam putih Ardi.
"Balik kanan Ar, gue mau tanda tangan nih." Titahnya, Ardi pun menuruti permintaan Freya.
"Ardi makasih udah selalu ada buat gue selama tiga tahun ini." Ucapannya kemudian reflek memeluk Ardi.
Mendapati gadis yang ia sukai memeluknya seolah membuat rasa yang susah payah ia ubah muncul kembali ke permukaan. Cepat-cepat ia berusaha menepis perasaan itu jauh-jauh. "Semoga lu bahagia dengan calon suami lu." Ucap Ardi.
Begitu berat mengucapkan kata-kata itu. Calon suami gadis yang ia sukai selama tiga tahun yang belum ia ketahui seperti apa sosoknya. Ia berharap Freya mendapatkan suami yang lebih segalanya di banding dengan dirinya. Walaupun dalam hatinya lebih berharap suami Freya jauh di bawah jika dibandingkan dengan dirinya supaya dia masih punya kesempatan untuk menikung Freya sebelum janur kuning melengkung why not. Faktanya merubah perasaan memang sesulit itu kadang kita ikhlas kadang juga tak ikhlas. Seperti Ardi yang mengatakan mengikhlaskan namun kadang masih saja muncul perasaan untuk tak melepaskan.
"Makasih Ardi." Freya melepas pelukannya dan menghapus air matanya yang menetes karena terharu.
"Eh gue penasaran sama calon suami lu. Kenalin dong." godanya.
"Iya nanti kalo acara perpisahan gue kenalin deh. Gue udah minta dia datang pas perpisahan. Calon suami gue cakep kok, Gak kalah cakep llah di bandingin sama lu"
"Sip." Ardi mengacungkan dua jempolnya. "Nanti sekalian gue kenalin lu sama keluarga gue." Lanjutnya.
"Oke deh."
gimana nih kalian pendukung Freya Ardi atau Freya Arka. yang jelas apa pun jawaban kalian tak akan merubah jodoh yang sudah aku gariskan wkwkwkwk.
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMENTARNYA.
ga bisa berkata-kata deh gue.