George Zionathan. Pria muda yang berusia 27 tahun itu, di kenal sebagai pemuda lemah, cacat dan tidak berguna.
Namun siapa sangka jika orang yang mereka anggap tidak berguna itu adalah ketua salah satu organisasi terbesar di New York. Black wolf adalah nama klan George, dia menjalani dua peran sekaligus, menjadi ketua klan dan CEO di perusahaan Ayahnya.
George menutup diri dan tidak ingin melakukan kencan buta yang sering kali Arsen siapkan. Alasannya George sudah memiliki gadis yang di cintai.
Hidup dalam penyesalan memanglah tidak mudah, George pernah membuat seseorang gadis masuk ke Rumah Sakit Jiwa hanya untuk memenuhi permintaan Nayara, gadis yang dia cintai.
Nafla Alexandria, 20 tahun. Putri Sah dari keluarga Alexandria. Setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa di paksa menjadi pengganti kakaknya menikah dengan putra sulung Arsen Zionathan.
George tetap menikahi Nafla meskipun tahu wanita itu gila, dia hanya ingin menebus kesalahannya di masalalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Incy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 IGTG
“Shit!!!.." George mengumpat dengan tangan mengepal erat meninju ke udara.
Semua tidak berjalan sesuai rencana, bukan musuh yang masuk dalam perangkap, tetapi dirinya sendiri yang terperangkap.
Pabrik senjatanya terbakar, hampir 50% kerugian yang di alaminya. dia sangat yakin jika pelakunya masih satu kubu dengan orang yang baru saja dia hadapi.
“Max, apakah Rich masih terlihat disekitar pabrik?" Tanya George, memijat keningnya ringan, mendadak kepalanya serasa ingin meledak.
“Sejak hari itu Tuan Rich tidak pernah terlihat lagi dan tidak ada pergerakan yang mencurigakan." Jawab Max, sembari memeriksa laptopnya.
George mengangguk pelan, dia tidak yakin jika keponakannya itu juga terlibat. tetapi dia juga tidak boleh lengah begitu saja.
“Minta anak buahmu untuk membereskan kekacauan di pabrik." Titahnya pada Max.
“Baik Tuan." Jawab Max.
George ingin segera pulang untuk melihat keadaan istrinya. Sepanjang perjalanan George memejamkan matanya.
Mengingat kembali pertarungannya dengan orang bertopeng hitam tadi. Kemampuan bela dirinya seimbang dengan dirinya.
Lalu siapa sebenarnya orang itu, kenapa mengetahui jika dirinya tidak benar-benar lumpuh?. George bukan takut jika identitasnya terungkap, akan tetapi jika kebenaran itu diketahui oleh semua orang, akan sangat sulit baginya untuk bergerak bebas.
Butuh waktu empat puluh menit dari tempat penyerangan ke mansionnya, suasana malam ini tidak begitu ramai sehingga memudahkan anak buahnya mengendarai dengan kecepatan tinggi.
Setibanya di mansion, hampir saja George melompat dari mobilnya, jika Max tidak mencegahnya.
“Tuan!" Max menggelengkan kepalanya.
George berdecak kesal. “Cepatlah, aku ingin melihat Nafla."
Max segera menurunkan kursi roda sang Tuan dan membantunya untuk duduk dengan nyaman, setelah itu barulah George masuk di ikuti oleh beberapa anak buahnya.
“Taun George!" Salah satu anak buahnya menegakkan punggungnya saat George datang.
George menganggukkan kepalanya. “Di mana Nafla?" Tanya nya.
Mereka tidak langsung menjawab malah saling melemparkan pandangan.
George mendongak ketika tidak mendengar jawaban dari anak buahnya. “Di mana Nafla!!" Serunya.
Seketika mereka langsung menekuk lututnya dan meminta pengampunan. “Tuan... "
“Max!!" George tidak ingin menunggu jawabnya yang berbelit-belit, dia meminta sang Asisten untuk segera membuka pintu kamar Nafla.
Brakk!!!
Pintu kamar terbuka dengan kasar, Max melebarkan matanya. “Astaga!" Gumamnya pelan, sembari meringis ngilu.
George menggerakkan kursi rodanya untuk memasuki kamar Nafla.
“George, tolong aku.." Lirih seorang wanita yang tergeletak di lantai.
“George.. Peluk.." Nafla menoleh dan berlari kecil menghampiri suaminya, seperti sudah menjadi hal kebiasaan, memeluk juga duduk di pangkuan pria itu.
George membalas pelukan istrinya, namun yang membuatnya tidak bisa berkata-kata adalah melihat keadaan Naraya yang jauh dari kata baik-baik saja.
Bukannya laporan yang dia dengar Nafla terluka karena Naraya? Lalu yang dia lihat malah sebaliknya, Naraya tergeletak di lantai dengan posisi yang tengkurap, rambut acak-acakkan.
“Sebenarnya, siapa yang gila?" Gumam Max menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“George, ini sakit.. Dia jahat" Adunya dengan memperlihatkan luka lebam di lengan dan perutnya.
“Bohong!! Dia berbohong George!! aku tidak melakukan apapun, Tiba-tiba saja dia menyerangku.. Tanyakan pada mereka kalau tidak percaya!" Naraya menimpali dengan meringis nyeri sekujur tubuhnya.
Nafla menggelengkan kepalanya memasang wajah yang begitu menggemaskan, George melihat kearah anak buahnya. Mereka menggelengkan dengan cepat.
“Nona Naraya yang lebih dulu memulai dan mendorong Nyonya Nafla, selebihnya kami tidak tau Tuan, karena pintu terkunci dari dalam." Jawab salah satu anak buah George.
Nafla mengangguk senang, sebab para pria berbadan besar itu membelanya, berada di pihaknya, sementara Naraya terus menggelengkan kepalanya. Sungguh dia tidak berbohong.
Kepala George sudah ingin meledak, dia tidak perduli siapa yang memulai, yang penting istrinya tidak terluka parah, segera dia meminta Max menghubungi Dokter Vio untuk mengobati istrinya.
Sementara untuk Naraya, dia membawanya ke ruang kerja.
“George, kau tidak percaya padaku? aku berkata jujur, Nafla dia.. " Naraya tidak melanjutkan kalimatnya, sebab mulutnya terasa perih.
“Rumah Sakit Jiwa itu kebakaran, apa kau tau Naraya?"
Naraya terlihat terkejut. “Kebakaran? bagaimana bisa?" Dia sungguh tidak tau dengan kejadian itu. tetapi detik kemudian dia mengubah ekspresinya menjadi tenang dan itu tidak lepas dari pandangan George.
“Karena itu aku tidak bisa mengembalikan Nafla ke Rumah sakit." Lanjut George.
Naraya mengangguk pelan. “Kau bisa mengurungnya George, Nafla benar-benar sangat pendek berhaya, dia menyakitiku setiap kali bertemu, tidak menutup kemungkinan dia tidak akan melukaimu."
“Nafla tidak akan melukaiku." Jawabnya George penuh percaya diri.
Naraya berdecak pelan. “Jangan terlalu percaya diri, George, jangan lupa kalau kamu yang membuat Nafla masuk rumah sakit dan kamu juga yang menghancurkan kuburan Ibu nya, bagaimana menurutmu kalau Nafla mengetahui kebenarannya?"
“Kau mengancamku?" Desis George, jika bukan karena hasutannya, George tidak akan melakukan hal itu, semua karena omong kosongnya dan karangan Naraya.
“Aku hanya memperingatimu saja, sebelum semua terlambat, kamu harus menyingkirkannya, jika tidak bisa, serahkan saja pada Daddy ku." Naraya mendekati George berjalan memutari pria itu dengan sebelah tangannya di pundak George.
George tersenyum tipis. “Aku bisa mengurusnya sendiri."
“Tapi kapan George? bukannya kamu ingin kita segera menikah?"
George menghela nafas berat, dia sudah memiliki Nafla dan di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki istri dua. tidak ada perceraian kecuali kematian atau memang sengaja di bunuh.
Jangan mempertanyakan tentang cinta, dia tidak tau apa yang di rasakan sekarang, namun ketika mendengar Nafla terluka membuatnya khawatir, ada dorongan dalam dirinya untuk menjaga dan melindunginya.
George seakan ingin melakukan segala hal untuk menyenangkan Nafla.
“Pulanglah, kau perlu istirahat, kita bisa bicara nanti."
***
Pagi-pagi sekali George sudah harus pergi ke perusahaan setelah memastikan keadaan istrinya baik-baik saja.
Di ruang meeting sudah sana sang Ayah yang menunggunya.
Ketika dia masuk pandangan Arsen jauh dari kata ramah, pria itu memberikan tatapan tajam dengan raut wajah datar dan dingin.
“Jelaskan, apa ini George?" Arsen melemparkan beberapa berkas ke arah putra kesayangannya itu.
George hanya melirik sekilas. dia sudah mengetahui jika ini akan terjadi. Namanya akan muncul di berita utama.
Dia surat kabar itu tertulis jelas, jika George sengaja menikahi perempuan gila, agar masalah kelakiannya tidak bocor.
Selain itu, George juga dikabarkan masih menjalin hubungan dengan Naraya, wanita yang menghilang di hari pernikahannya.
Namun bukan itu yang membuat Arsen marah, melainkan kebocoran dara perusahaan yang mempengaruhi turunnya saham.
“Kenapa kau seceroboh ini George, membiarkan perusahaan kita di ujung tanduk seperti ini?" Arsen mengusap wajahnya dengan kasar.
Selama ini George sangat teliti menangani masalah perusahaan, tetapi kenapa sekarang bisa sampai lengah.
gk pnts jd ank
puas kau... kau tendag perut ny brkali"... laki kau...
tlg psh kn merk
kalau aku jadi nafia aku si ogah balik lagi ke orang yg plin plan
ud aq tebak dy gk gila cp" kau nara