NovelToon NovelToon
Serafina'S Obsession

Serafina'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Romansa Perdesaan / Mafia / Romansa / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:49
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."

🌊🌊🌊

Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.

Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.

Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.

Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.

Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.

Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.

Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. De Luca Hanyut

Cinta pertama Serafina Romano adalah Leonardo Romano, sang Papà. Di balik ketakutan dan hormat, ada kerinduan mendalam pada kasih sayang yang selalu terasa jauh. Kekecewaan sang Papà setelah mengetahui kebenaran kelahirannya telah membuangnya ke Mareluna, memutus tali kasih itu selamanya. 

Namun di desa ini, dia menemukan kembali bayang-bayang kelembutan seorang Papà dalam cara Rafael memperlakukan Mila. Cara dia melindungi, membimbing, dan mencintai adiknya itu tanpa syarat, mengingatkannya pada momen-momen langka saat Leonardo Romano memandangnya dengan bangga sebelum semuanya hancur. 

Itulah yang pertama kali menarik hatinya pada Rafael De Luca—sebuah kelembutan yang dia kira telah hilang selamanya.

Pagi itu, langit Mareluna kelabu. Serafina sudah mandi dan bersiap sejak subuh, hatinya berdebar-debar menanti jam tujuh saat Rafael biasanya pulang melaut. Elio sedang membereskan barang-barangnya, menyortir pakaian kotor untuk dicuci.

“Kau terlalu pagi, Signorina. Masih jam enam,” ucap Elio tanpa menoleh, merasakan kehadiran Serafina.

Serafina hanya memakai gaun tanpa lengan. Elio segera mengambil sweater dan memakaikannya ke tubuh Serafina.

“Angin laut pagi ini dingin.”

“Sini panas, Elio,” bantah Sera.

“Aku tidak ingin kau masuk angin. Dan ini adalah tugasku dari Nyonya Isabella. Jangan buat aku mengabaikannya,” jawab Elio menyebut nama Nyonya Romano, dengan suara datar yang menyembunyikan perasaan sebenarnya.

Serafina akhirnya menurut memakai sweater itu. Dia mengambil kotak berisi camilan buatan Livia dan bergegas keluar. Elio menyodorkan payung.

“Untuk berjaga-jaga. Awan sudah mengumpul.”

Serafina mendengus kecil, tapi menerimanya. “Terima kasih!” katanya sebelum berlari kecil menuruni jalan.

“Jangan lari!” peringat Elio.

“Iya!” sahut Serafina dari kejauhan, tapi langkahnya tak juga melambat.

Livia yang menyaksikan dari dapur memanggil, “Elio, sarapan dulu. Pakaiannya bisa nanti.”

Elio melirik keranjang penuh pakaian Serafina, menghela napas, lalu duduk untuk makan dengan patuh.

...🌊🌊🌊...

Di atas kapal La Speranza, Rafael dan krunya sedang menarik jaring terakhir. Hasil tangkapan hari ini melimpah, dan semangat mereka tinggi meski awan gelap mulai mengumpul di cakrawala. Saat jaring besar itu perlahan naik, dipenuhi ikan yang menggelepar, sebuah kilat menyambar di kejauhan, diikuti guruh yang menggelegar. Hujan deras tiba-tiba turun, dan ombak mulai menggulung dengan ganas.

“Lekas! Cepat!” teriak Marco, memimpin krunya untuk memindahkan ikan ke dalam box-box es sebelum badai menjadi semakin buruk.

Kapal berbalik arah menuju darat. Di tengah kekacauan dan terpaan hujan yang seperti dicambuk, sebuah kalung sederhana dengan liontin berbentuk jangkar kecil—hadiah dari Rosa untuk ulang tahunnya yang ke-18—terlepas dari leher Rafael dan terjatuh ke geladak, lalu meluncur ke tepi kapal.

“Tidak!” teriak Rafael.

Itu adalah satu-satunya hadiah mewah yang pernah dimilikinya. Tanpa pikir panjang, dia meraihnya tepat sebelum liontin itu hilang terjatuh ke laut yang bergolak. Tapi tangannya yang licin oleh air dan sisik ikan membuatnya tergelincir. Kalung itu terlepas lagi dan jatuh ke dalam gelombang abu-abu.

Insting Rafael menyala. Dia akan mencebur!

“RAFAEL, JANGAN!” teriak Marco, meraih lengan Rafael dengan kuat.

“LEPASKAN! ITU PEMBERIAN MAMMA!”

“GILA KAU! LIHAT OMBAKNYA! KAU AKAN MATI!”

Mereka berdebat singkat di tepi kapal yang terombang-ambing. Di tengah kegaduhan dan teriakan kru lain yang melarang, Rafael melepaskan genggaman Marco dan dengan satu lompatan nekat, tubuhnya menghilang diterjang ombak tinggi.

“RAFAEL!” teriak Marco, hendak mengikutinya, tetapi beberapa kru segera menahannya.

“Jangan, Marco! Kau anak Bos! Kami tidak bisa kehilanganmu juga!”

“LEPASKAN AKU! DIA ADIK CALON ISTRIKU!” bentak Marco, berusaha melepaskan diri, tetapi mereka terlalu kuat.

Kapal akhirnya merapat dengan kasar ke dermaga. Ombak masih besar. Semua mata menatap laut ganas, mencari tanda-tanda Rafael.

Tidak ada.

Dia tidak muncul.

Di rumah De Luca, Serafina sedang bermain dengan Mila ketika Marco dan beberapa kru dengan wajah pucat masuk. Serafina langsung berdiri, mencari Rafael di antara mereka. Tapi yang muncul hanya Marco dengan ekspresi hancur.

Giada, Rosa, Mila, dan Matteo yang kebetulan tidak pergi karena cuaca buruk, segera mengerumuni mereka.

“Apa yang terjadi? Di mana Rafael?” tanya Rosa, suaranya bergetar.

Marco dengan suara berat dan terbata-bata menjelaskan kejadiannya. “Dia ... dia melompat untuk mengambil kalungnya. Ombak terlalu besar ... dia tidak muncul.”

Rosa terhuyung, wajahnya mendadak pucat, napasnya mulai tersengal-sengal. Giada juga memegangi dadanya, asmanya ikut kambuh. Marco segera mendekat dan memeluk Giada, mencoba menenangkannya.

Serafina hanya bisa berdiri di ambang pintu, matanya tertancap ke arah pelabuhan. Pikirannya menolak untuk percaya. Itu pasti lelucon. Rafael pasti bersembunyi. Dia akan muncul dengan senyumnya yang menenangkan. Tapi Rafael tidak muncul. Yang ada hanyalah laut kelam yang murka.

Kepercayaannya runtuh. Air mata mulai mengalir deras di pipinya. Dengan tubuh gemetar, dia berlari keluar, menembus hujan yang masih deras, tanpa alas kaki.

“SERA! TUNGGU!” teriak Marco.

Tapi Serafina sudah berlari ke dermaga, terpeleset di lantai kayu yang basah, berteriak sekuat tenaga, “RAFAEL! RAFAEL!”

Marco mengejarnya dan menarik lengannya. “Sera, cukup! Jangan tambah masalah!”

“Lepaskan! Kenapa tidak ada yang menolongnya?!” teriak Serafina histeris.

“Kau tidak mengerti apa-apa!” bentak Marco, emosinya juga memuncak. “Kau baru datang beberapa bulan! Kau tidak tahu apa arti laut bagi kami! Jangan sok mengatur!”

BUGH!

Sebuah pukulan keras mendarat di pipi Marco, membuatnya terhuyung mundur. Elio berdiri di sana, wajahnya dingin dan mata penuh ancaman. Dia telah menyaksikan semuanya.

Marco mengusap sudut bibirnya yang berdarah, lalu meludah. “Shit. Baru kali ini ada pendatang baru berani memukulku.”

Dia melayangkan pukulan balasan, tetapi Elio, dengan refleks bodyguard terlatih, menangkisnya dengan mudah. 

Marco tersenyum kecut, menunggu Elio lengah. Saat Elio memalingkan perhatian untuk menarik Serafina, Marco mencoba menyerang lagi. Namun Elio lebih cepat. Dia menangkis dan menendang perut Marco dengan akurat, membuat pria itu terjatuh dan ditahan oleh teman-temannya.

Elio segera menarik Serafina yang masih berteriak histeris. “Sudah, Sera! Pulang!”

“Tidak! Rafael! Aku harus menemukan Rafael!”

“Dia sudah tidak ada!” hardik Elio, menariknya lebih keras, menyeretnya kembali ke rumah Livia.

...🌊🌊🌊...

Di rumah Livia, Serafina tergolek lemah di lantai, basah kuyup dan menggigil. Tangisnya tak henti-henti. Elio melemparkan handuk kepadanya.

“Ganti bajumu. Sekarang,” perintahnya, suaranya kasar karena frustasi dan mungkin rasa sakit hati yang tak terucap.

Serafina tidak bergerak. Tangisnya makin menjadi.

Elio mendekat, berlutut di hadapannya. “Apa perlu kulepaskan bajumu dan menggantinya sendiri?”

Serafina menangis lebih keras, ketakutan. Elio lalu mengambil resleting gaunnya di punggung dan menurunkannya sedikit. Serafina membeku, tangisnya tercekat. Melihat reaksi Serafina yang pasrah, Elio dengan kasar menarik kembali resleting itu.

Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. “Dengarkan aku,” bisiknya, suaranya tiba-tiba lebih lembut. “Rafael ... dia akan kembali. Kau ingat kata-katanya? Dia bersyukur kau datang ke hidupnya. Apakah dia akan meninggalkanmu begitu saja?” ujarnya mencoba menenangkan agar Serafina mandi.

Kata-kata itu menyentuh relung hati Serafina yang paling dalam. Dia perlahan mengangguk, isak tangisnya mereda menjadi sedu sedan.

“B-Benarkah? Dia akan kembali?”

“Ya,” bohong Elio dengan keyakinan palsu. “Tapi pertama-tama, kau harus ganti baju. Sekarang.”

Serafina akhirnya menurut, berjalan tertatih ke kamarnya.

Sementara itu, di sebuah pesisir pantai yang sepi, tersembunyi di balik formasi batu karang, sebuah kalung dengan liontin jangkar kecil terdampar di atas pasir, digulung oleh buih ombak yang mulai tenang.

Laut telah mengembalikan hartanya.

Tapi di manakah Rafael De Luca?

...🌊🌊🌊...

Elio langsung berdiri, panik. “Signorina, kembalilah ke kasur. Lantai dingin. Ini ... tidak pantas.”

“Kau pernah duduk di sebelahku di kapal waktu Festival Laut,” bantah Sera.

“Itu ... situasinya berbeda. Sekarang, tolong, naiklah ke kasur.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!