Follow IG othor @ersa_eysresa
Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.
Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.
Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit Lega
Ana akhirnya mengangguk menerima maaf dari Enzi, dia mencoba memberikan kesempatan kepada Enzi. Mungkin setelah ini Enzi akan berubah. Dalam hati, Ana akan memberikan dua kali kesempatan kepada Enzi. Jika Enzi melakukan tiga kali kesalahan lagi, dia akan benar-benar meninggalkan Enzi.
Hari itu Enzi benar-benar merawat Ana dengan baik. Sikapnya juga sudah berubah seperti yang dulu, lembut dan baik kepada Ana. Ana merasa bahagia melihat sikap Enzi yang semakin membaik kepadanya.
"Hari ini kamu pulang ya, kan sudah lebih baik. " kata Enzi.
Ana mengangguk, dengan memaksakan senyumnya. " Iya aku juga sudah tidak betah lama-lama di rumah sakit. Aku tidak suka bau rumah sakit ini."
Enzi tersenyum dengan menggenggam tangan Ana. Pria itu benar-benar berubah sangat lembut, dan membuat hati Ana menghangat, mungkin dengan kejadian ini menjadikan pelajaran untuk Enzi. Ana berharap Enzi suaminya tidak berubah lagi dan bersikap sama seperti saat ini.
Saat mereka sedang berbincang, Enzi menerima panggilan telepon dari Arvin dan membahas pekerjaan. Ana hanya memperhatikan dari brangkarnya sambil menonton televisi. Setelah selesai membahas pekerajaan Enzi mendekati Ana dan kembali duduk disampingnya.
"Sayang, nanti kita pulang agak sorean ya, nunggu Arvin jemput. " katanya.
Ana hanya mengangguk, ternyata selain membahas pekerjaan dia juga meminta Arvin menjemput mereka.
Benar saja sore harinya Arvin menjemput Enzi dan Ana di rumah sakit, keadaan Ana benar-benar sudah lebih baik walau luka memar di tubuh Ana masih terlihat. Mungkin butuh waktu beberapa hari agar memar itu menghilang dengan obat yang diberikan dokter kepadanya.
Sampai di rumah Bi Darmi menyambut kedatangan Ana dengan penuh haru. Dia merasa bahagia melihat keadaan Ana sudah membaik.
"Alhamdulillah mbak Ana sudah membaik, bibi khawatir banget, mbak. "
"Iya, bi. " jawab Ana memberikan senyuman kepada Bi Darmi seolah mengatakan kalau dia sudah baik-baik saja.
"Bi, Antarkan Ana ke kamar, biar dia istirahat dulu. " sela Enzi ditengah obrolan mereka.
"Baik, mas. "
Bi Darmi pun segera membawa Ana ke kamarnya meninggalkan Enzi dan Arvin yang masih membicarakan sesuatu di ruang tamu.
"Kamu sudah baikan dengan Ana? " tanya Arvin penasaran, karena sejak diperjalanan tadi dia melihat sikap Enzi dan Ana sudah lembut seperti dulu.
"Bukan urusanmu, " jawab Enzi ketus.
"Ayolah, bro, kalau kalian baikan, aku juga ikut senang melihat nya. Kalau kamu bersikap kasar kepada Ana aku juga ikut khawatir. " kata Arvin.
"Khawatir? kamu suka sama istriku? " Enzi terlihat emosi mendengar ucapan Arvin.
"Hey, come on, kita bertiga sudah temenan dari lama lho, nggak mungkin juga aku menyukai Ana. Aku cuma khawatir kepadanya kalau kamu sampai menyakiti Ana, hanya itu. Dia sudah nggak punya siapa-siapa, dia cuma punya kamu sebagai sandaran. " jelas Arvin.
"Aku juga sudah nggak punya siapa-siapa lagi. " jawab Enzi dengan dingin.
"Karena itu, kalian bisa melengkapi satu sama lain. "
Arvin seolah memberikan solusi kepada Enzi dan Ana, karena mereka berdua sudah tidak memiliki siapapun jadi mereka bisa saling melengkapi dan mengisi kekurangan satu sama lain.
"Aku sarankan, kamu tidak usah ikut campur dengan masalah keluarga ku. Aku tau apa yang harus aku lakukan tentang rumah tanggaku. " kata Enzi Acuh seolah tidak mau mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Terserah, aku pulang dulu. "
Arvin segera meninggalkan rumah Enzi, dia sudah tidak tau lagi harus bersikap seperti apa kepada sahabatnya itu. Tapi dia berharap Enzi benar-benar sudah berubah dan bersikap baik lagi kepada Ana seperti dulu. Dia harap, Enzi sudah sadar tentang semua kesalah pahaman yang mengotori pikirannya selama ini.
Di kamarnya, Ana sedang berbicara dengan Bi Darmi. Bi Darmi bertanya apa yang terjadi di rumah sakit, apakah Enzi masih menyakitinya atau tidak. Bi Darmi terlihat sangat khawatir saat itu.
"Tenang saja bi, Mas Enzi bersikap baik kok padaku. Dia nggak ngapa-ngapain aku. Semoga saja mas Enzi benar-benar sudah berubah dan menyadari kesalahannya. " kata Ana menenangkan bi Darmi agar tidak khawatir lagi.
"Syukurlah kalau begitu, mbak." Bi Darmi terlihat lega mendengar ucapan Ana, Lalu mengambil sesuatu dari sakunya.
"Mbak, ini ponsel mbak Ana, tadi bibi temukan di gudang saat bersih-bersih. Tadi bibi bersih-bersih gudang, bahkan bibi meminta mamang mengganti lampu gudang agar menyala. " kata Bi Darmi sambil menyerahkan ponsel kepada Ana. "Sejak tadi pagi banyak panggilan masuk, mbak. Tapi bibi nggak berani angkat. "
"Terima kasih, bi. "
Setelah menyerahkan ponsel Ana, bi Darmi segera pamitan ke dapur karena harus memasak makan malam untuk mereka.
Ana mengecek ponselnya dan melihat siapa saja yang menghubungi nya dan pesan dari siapa saja yang masuk. Ternyata banyak sekali panggilan dan pesan masuk dari rekan kerja dan juga atasannya, dan ada satu lagi nomor tak di kenal masuk dalam panggilan tak terjawab, dan satu pesan dari nomor itu juga.
"Hai An, ini aku Fabian. "
Hanya itu pesan yang ditulis oleh nomor tak di kenal. Ana tersenyum dan menyimpan nomor ponsel Fabian ke dalam kontaknya tanpa membalas pesan dari sahabatnya itu.
Tak lama Enzi masuk ke kamar dan duduk di ujung ranjang menatap Ana dengan lembut. Tatapan yang di rindukan Ana selama beberapa hari ini, dia berharap Enzinya benar-benar kembali.
"Kamu mandi dulu, ya. Setelah itu kita makan malam." kata Enzi dengan lembut.
Ana hanya mengangguk dan dibantu Enzi turun dari ranjang untuk segera membersihkan dirinya.
Saat makan malam, meja makan sudah terhidang beberapa makanan sederhana yang sudah di masak oleh Bi Darmi. Ana dan Enzi segera makan dengan lahap menikmati makanan di hadapan mereka.
"Bi Marni mana, bi? " tanya Enzi kepada Bi Darmi yang menyiapkan minuman untuk mereka berdua.
"Oh, Marni, bibi suruh pulang dulu, mas. Bibi merasa nggak enak soalnya nggak ada mas, sama mbak di rumah. Nanti kalau memang Marni di terima kerja di sini, biar bibi yang menghubunginya. " Ujar Bi Darmi.
"Oh, ya sudah. Hubungi saja Bi Marni, datang besok dan mulai kerja sama bibi." kata Enzi dengan tenang sambil menikmati makannya.
"Baik, mas. Nanti bibi akan hubungi Marni supaya besok dia datang kesini untuk bekerja. " Bi Darmi merasa sangat senang mendengar ucapan Enzi, dan bisa melihat perubahan Enzi, mungkin pria itu merasa menyesal setelah apa yang terjadi kemarin.
"Mulai sekarang Ana nggak akan memegang pekerjaan rumah, karena dia adalah nyonya di rumah ini. Tapi kamu juga tidak boleh bekerja di luar, sayang. Nikmati saja kerja keras dari suamimu ini. " kata Enzi dengan senyumnya yang lembut sambil menggenggam tangan Ana.
"A... Apa? "
dia sudah memilih
be strong woman you can do it
marah atau pura pura ga tau