Setelah kekacauan besar yang mengguncang seluruh negeri, Xander kembali menghadapi ancaman yang jauh lebih berbahaya. Warisan terakhir Xylorr terungkap, suku pedalaman muncul ke dunia luar, dan Osvaldo Tolliver membawa misteri baru yang mengubah arah permainan.
Musuh bergerak dari segala sisi, para pengkhianat mulai menampakkan diri, dan keputusan Xander kini menentukan siapa yang akan bertahan hidup.
Di jilid kelima ini, rahasia lama akan terbongkar, kekuatan baru muncul, dan pertempuran sesungguhnya dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Malam yang panjang akhirnya berganti pagi. Kediaman utama tampak ramai dengan para pengawal yang berlarian mengikuti Alexis dan Larson yang berlari di sepanjang sisi danau. Sejak pagi buta, anak kecil itu sudah bangun dan mempersiapkan diri. Ia turun ke lantai bawah untuk mengintip dan mengganggu Larson yang sedang tertidur pulas.
Alexis menerobos masuk ke kamar dan melompat-lompat di kasur Larson. Pria itu mengabaikan Alexis sampai akhirnya kesal dan mengeluarkan Alexis dari kamar. Pada akhirnya, ia harus menyerah dan mengabulkan permintaan anak kecil itu untuk berjalan-jalan di sekitar halaman.
"Paman, kau tidak boleh bermalas-malasan. Kau harus berolahraga," ujar Alexis seraya menarik tangan Larson. "Ayah mengatakan jika usiaku sudah enam tahun, aku akan mengikuti pelatihan seperti yang dilakukan Dragon dan anak-anak yang lain."
"Kau jangan mendengarkan ayahmu, Alexis. Dia gila dan menyebalkan." Larson tidak memedulikan para pengawal yang menatapnya tajam.
"Ayahku tidak gila. Dia sangat baik dan perhatian meski belakangan ini dia sangat sibuk dengan pekerjaannya. Jika aku besar nanti, aku ingin seperti ayah."
"Kau tidak perlu menjadi seperti ayahmu. Kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri. Kau dan ayahmu adalah sosok yang berbeda. Kau memang harus belajar dari kelebihan dan kekurangan ayahmu, begitupun dengan kelebihan dan kekurangan orang lain."
Alexis mengamati Larson karena tidak mengerti kata-katanya. "Paman, aku akan menunjukkan lokasi teman-temanku yang baru. Ayah sudah memberikanku izin."
Larson menguap beberapa kali.
Perjalanan panjang kemarin membuatnya sangat kelelahan. Ia hanya terpaksa berlari agar Alexis berhenti menganggunya. Akan tetapi, anak kecil itu tidak akan puas jika tidak membuatnya jengkel.
Alexis, Larson, dan para pengawal berlari menuju hutan. Para pengawal lain tampak berjaga di sepanjang jalur. Satu per satu lampu mati ketika langit menjadi terang.
Rasa kantuk mendadak hilang ketika Larson melihat penjagaan yang cukup ketat di sekitar hutan. Ia mendapati beberapa pengawal di beberapa rumah pohon.
"Mereka bersenjata lengkap. Siapa orang-orang yang disebutkan oleh Alexis sebenarnya? Apa mereka adalah suku pedalaman sungguhan?"
"Paman, kita sudah sampai. Kita bisa melihat mereka dari rumah pohon yang besar itu." Alexis menunjuk pohon yang berada cukup dekat dengan perbatasan. "Kita harus menaiki rumah pohon itu untuk melihat mereka, Paman."
Larson menempatkan Alexis dalam gendongannya. Ia menatap sinis para pengawal yang bergegas mendekatinya. "Aku bisa melakukan hal ini. Menjauhlah dariku."
Larson menaiki tangga hingga akhirnya sampai di rumah pohon. Ia menurunkan Alexis, berjalan menuju sisi rumah kayu di mana dua buah teropong berada.
"Apa-apaan ini?" Larson terkejut ketika melihat beberapa rumah berbentuk aneh dengan banyak orang yang berlalu lalang. "Mereka berpakaian seperti pakaian yang aku dan Alexis kenakan kemarin."
"Paman, mereka adalah teman-teman baruku." Alexis berdiri di sebuah meja, melihat anak-anak yang tengah berlarian di tengah-tengah api unggun yang sudah padam. "Itu Suhni, Jyrik, Yatya, Nangna, Dinu. Lalu, ada Sihneng, Nengne, dan yang lain."
Larson masih terkejut ketika melihat suku pedalaman itu. Matanya membulat lebar bersamaan dengan pikirannya yang mulai bertanya-tanya. Ia tidak memedulikan ucapan Alexis mengenai orang-orang berpakaian aneh kemarin, tetapi saat ini pikirannya justru dipenuhi oleh mereka.
"Apa yang sebenarnya ada dalam pikiran, Alexander? Kenapa dia menampung orang-orang itu di rumahnya?" Larson menggertakkan gigi, mengembus napas panjang. "Aku benar-benar tidak tahu ke mana jalan pikirannya."
"Ayah mengatakan jika mereka akan mengunjungi rumah. Aku akan memperkenalkanmu pada mereka, Paman. Mereka pasti akan menyukaimu."
"Kau tidak perlu repot-repot melakukannya, Alexis." Larson berdecak ketika tidak sengaja bertatapan dengan Robbins. Ia kembali mengalihkan tatapan ke suku pedalaman. "Kenapa orang-orang aneh itu ada di rumahmu, Alexis?"
"Ayah mengatakan jika mereka berada dalam bahaya. Jadi, ayah membawa mereka ke rumah ini untuk melindungi mereka."
"Waktunya sudah habis," ujar Robbins setelah mendapatkan informasi dari pengawal yang berada di rumah.
Larson segera menggendong Alexis, menuruni tangga. “Aku lupa jika Cortez masih belum kembali. Apa yang dilakukan oleh Alexander dan pasukannya padanya?"
Larson dan Alexis bergabung di meja makan setelah mandi bersama. Alexis tampak lahap menikmati hidangan. Ia menceritakan soal kunjungannya dengan Larson ke rumah kayu untuk melihat suku pedalaman dari kejauhan. Anak kecil itu tidak sabar untuk kembali bertemu dan bermain dengan anak-anak itu.
Tak lama setelah sarapan, suku pedalaman dengan dipimpin oleh Xylorr yang memakai kursi roda mendatangi kediaman utama. Semalaman mereka berunding untuk memutuskan apakah mereka menerima tawaran dari Xander atau tidak.
"Mereka datang!" Alexis melompat-lompat kegirangan, menarik-narik tangan Larson. "Aku tidak sabar untuk bermain dengan mereka, Paman."
Xander, Lizzy, Sebastian, Samuel, Lydia, Larvin, Govin, Mikael, Bernard, Garrick, dan para pengawal lain berkumpul di halaman untuk menyambut kedatangan suku pedalaman.
Suku pedalaman mulai menunjukkan perubahan dengan keadaan sekitar, terutama dengan banyak pengawal yang ada di dekat mereka.
Xylorr memajukan kursi roda. "Alexand, rangu jeung nu anli tangda keunpi reme banwaja (Alexander, aku dan yang lain datang untuk memberi jawaban). Rangu hanbeka jutusa (Kami semua setuju)."
"Turha hunnu babsa nehrama geus jutusa (Terima kasih karena kalian sudah setuju)," balas Xander sembari memberi tanda pada Darren.
Larson tercenung ketika mendengar bahasa aneh itu, terlebih Xander mampu berbicara dengan orang-orang suku pedalaman itu. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Aku seperti berada di negeri dongeng.”
Bernard, Darren, Garrick, dan tim penjelajah mendekati Xylorr untuk berbicara rencana mengenai pelatihan. Suku pedalaman tanpa menjaga jarak meski Xylorr bertindak lebih luwes dengan mereka.
Alexis tiba-tiba berlari menuju rumah, lalu kembali dengan pakaian yang menyerupai suku pedalaman. "Ayo kita bermain bersama Suhni, Jyrik, dan yang lain, Paman."
"Aku tidak akan mau memakai pakaian aneh itu, Alexis."
Alexis berlari menuju Suhni, Jyrik, dan anak laki-laki yang lain. Para pengawal segera mengikuti Alexis, termasuk Larson yang refleks berlari karena khawatir.
Suhni, Jyrik, Supe, dan yang lain tertawa ketika melihat Alexis memakai pakaian seperti mereka. Tak lama setelahnya, mereka berlarian di halaman dan bermain.
"Jangan berlari, Alexis." Larson mengejar Alexis, tetapi anak kecil itu justru semakin berlari kencang.
Sementara itu, Edward, Caesar, Franklin, dan yang lain tengah berada di arena berlatih. Mereka ingin menguasai penggunaan sarung tangan dan mencapai hasil maksimal.
"Kalian tampak semangat sekali," ujar Asher yang datang bersama para pengawal.
"Sayangnya, kalian harus bersiap karena Tuan Osvaldo ingin bertemu dengan kalian setengah jam lagi. Dia ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting."
Edward, Caesar, Franklin, dan yang lain saling bertatapan, dan dengan terpaksa keluar dari arena latihan. Mereka bergegas menuju kamar masing-masing, lalu mengikuti para pengawal Asher menuju ruangan Osvaldo setelah siap dengan penampilan baru.
"Apa yang pria itu ingin katakan pada kita sekarang?" gumam Edward.
"Dia mungkin ingin mengusir kita." Troy mengamati sekeliling lorong yang penuh dengan benda yang menyeramkan.
"Kita tidak mungkin berada di tempat ini selamanya, bukan?" ujar Leonel.
Edward, Caesar, Franklin, dan yang lain memasuki ruangan. Osvaldo, Asher, dan beberapa pengawal menyambut kedatangan mereka.
"Apa itu?" Franklin terkejut ketika melihat beberapa boneka dengan wajah yang mirip dengannya dan yang lain berada di atas meja Osvaldo.
"Boneka itu seperti boneka untuk menyihir," jawab Caesar.
Jangan lupa terus like dan komen di setiap bab ya!
Oh iya, aku juga udah punya dua cerita baru nih 😎
🔥 MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER — cari aja dengan nama penulis BRAXX
💥 SISTEM BALAS DENDAM: MENJADI RAJA HAREM — bisa kamu temukan dengan nama penulis ZHRCY
Jangan lupa bantu ramein dua-duanya dengan like, komentar, dan vote tiap bab-nya ya! Dukungan kalian luar biasa berarti ❤️