Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Mendengar itu, dengan gerakan cepat Erlan langsung merebut amplop itu dari tangan Mail. Kedua matanya menatap tajam logo di sudut kiri atas amplop tersebut. Seketika tubuhnya langsung menegang. Napasnya tertahan di tenggorokan.
“P-pengadilan Negeri…?” gumamnya lirih, nyaris seperti bisikan.
Jari-jemarinya bergetar saat membolak-balikkan amplop itu. Sejenak tatapan matanya kosong, tapi garis rahangnya mengeras, antara bingung dan tidak percaya.
Erlan menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, mencoba menenangkan diri. Tapi jantungnya tetap berdetak cepat, seolah tidak mau diajak kompromi.
Tanpa berpikir panjang lagi, Erlan langsung menyobek sisi amplop itu. Suara kertas yang robek terdengar begitu jelas di ruangan yang sunyi.
Matanya menelusuri dengan teliti setiap baris kalimat di atas kertas putih itu, dan semakin jauh ia membaca, semakin tegang pula rahangnya.
Hingga akhirnya, jari-jemarinya yang gemetaran seketika terhenti. Lembar kertas itu hampir terjatuh dari genggaman nya.
“Tidak mungkin…” bisiknya lirih, wajahnya mendadak pucat.
Tubuhnya seolah kehilangan tenaga, bersandar lemah di kursinya. Mail yang melihat itu dengan sigap langsung menolong Erlan.
"Dokter!" pekik Mail berjalan mendekat lalu menepuk pelan bahu Erlan.
“Ini… gak mungkin…”
Mail yang berdiri di sampingnya tampak kebingungan, menatap ekspresi pucat sang dokter yang sama sekali belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Dokter, ada apa? Surat apa itu?” tanya Mail pelan, setengah takut.
Namun Erlan tak menjawab. Pandangannya terpaku kosong pada lembar kertas di tangannya. Tulisan-tulisan di sana seolah menari di depan matanya, tapi otaknya menolak untuk memprosesnya.
Beberapa detik kemudian, ia menurunkan kertas itu perlahan. Rahangnya mengeras, sementara bola matanya memerah. Napasnya kini terdengar lebih berat, satu-satunya suara yang memecah keheningan ruangan.
“Keluar dulu, Mail,” ucap Erlan akhirnya, suaranya terdengar parau tapi dingin.
“T-tapi Dok..”
“Aku bilang keluar!” suaranya meninggi seketika.
Mail terkejut, langsung menunduk dan melangkah mundur dengan tergesa meninggalkan ruangan. Pintu tertutup rapat, menyisakan kesunyian yang menekan.
Erlan menatap surat itu sekali lagi. Tangannya terangkat ke kepala menjambak rambut lebatnya seraya mengusap wajahnya dengan kasar.
Dalam sekejap, kertas itu ia remas kuat-kuat hingga kusut.
Dadanya naik-turun dengan cepat. Ia terdiam lama, sebelum akhirnya membuang pandang menatap kearah layar ponsel nya.
“Selena…” suaranya pecah, lirih sekali, nyaris tak terdengar. "Kamu gak bisa perlakukan aku seperti ini...."
Tanpa pikir panjang, Erlan langsung berdiri dari kursinya. Kursi beroda yang ia duduki itu bergeser keras menabrak dinding di belakangnya. Surat yang tadi diremasnya kini terjatuh ke lantai, tergeletak tanpa sempat dipungut.
Erlan langsung menyambar jasnya dengan gerakan cepat, menanggalkan masker dan ID card, lalu bergegas keluar ruangan dengan langkah panjang.
Koridor rumah sakit sore itu ramai, tapi Erlan seolah tak melihat apa-apa. Pandangannya lurus ke depan, langkahnya terasa berat. Gemuruh di dadanya semakin ia rasakan.
“Dok, rapat dengan tim bedah dimulai sepuluh menit lagi!” panggil salah satu dokter dari ujung koridor.
Erlan tak menoleh. Ia terus berjalan, bahkan ketika suara-suara lain mulai ikut memanggilnya.
"Dokter Erlan! Pasien di ICU butuh tanda tangan anda!”
“Dok!”
Tapi tak ada satu pun kata-kata itu yang masuk ke telinganya. Yang ada hanya gema satu nama di kepalanya yaitu, Selena.
Erlan berlari kecil menuju parkiran, menyalakan mobilnya dengan gerakan cepat. Tangannya sempat bergetar saat memutar kunci kontak, tapi begitu mesin menyala, ia langsung melajukan mobil tanpa peduli arah pandangan orang-orang yang melihat.
Satu-satunya tujuan di pikirannya hanya satu pulang kerumah dan bertemu dengan istri nya meminta penjelasan pada perempuan itu.
.
.
Mobil yang Erlan kemudikan menembus jalan raya dengan kecepatan tinggi. Dari Sabda Husada ke rumahnya membutuhkan waktu hampir dua setengah jam, tapi baginya sekarang setiap detik terasa seperti siksaan.
Kedua tangannya mencengkeram setir kemudi erat-erat, rahangnya mengeras, dan pandangannya kosong menatap lurus ke depan. Hujan tipis yang turun sore itu membuat kaca depan mobil tertutup bintik-bintik air, namun ia tak peduli.
Pikiran Erlan berputar cepat dan terasa sangat berkecamuk kacau tak karuan.
Kata-kata dalam surat itu terus berputar-putar dikepalanya. "Permohonan cerai... dari pihak istri..."
“Tidak mungkin,” desisnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar di tengah suara mesin mobil yang meraung. “Selena gak mungkin ngelakuin ini...”
Erlan menekan pedal gas nya lebih dalam. Waktu terasa berjalan terlalu lambat, sementara dadanya seolah mau pecah oleh rasa cemas yang kian menyesakkan.
Begitu mobil berhenti di depan rumah mereka, napasnya sudah terengah. Lampu-lampu di teras menyala temaram. Semua terlihat sama... Tapi, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Terlalu sunyi untuk ukuran rumah yang biasanya terasa hangat.
Erlan turun dari mobil dengan langkah tergesa-gesa. Ia berlari mendekati pintu lalu mengetuk nya dengan keras, suaranya bergetar saat memanggil nama istrinya.
“Selena!” panggil Erlan. Tapi, tak ada jawaban.
“Selena!” panggilnya lagi, kali ini lebih keras, hampir seperti teriakan.
Beberapa detik kemudian pintu terbuka pelan. Sosok perempuan itu berdiri di sana, tubuhnya gemetar, wajahnya pucat dan matanya bengkak seolah baru saja menangis lama.
Erlan terdiam. Tatapan mereka bertemu untuk sepersekian detik. Erlan mengulas senyum tipis lalu melangkah pelan mendekati Selena.
"Selena... Sayang..."
Tapi, dengan cepat Selena langsung mengangkat tangannya menahan langkah kaki Erlan. "Stop! Jangan mendekat!" Ucap nya dengan suara yang bergetar namun terdengar tegas.
Erlan berhenti di tempatnya. Napasnya berat, matanya memohon. “Kamu masih marah, ya? Aku bisa jelaskan semua ini, Sel. Tolong jangan ambil keputusan sepihak seperti ini.”
Selena tertawa getir. “Jelaskan? Kamu mau jelasin apa lagi? Tentang Vera? Tentang anak yang dia kandung? Atau tentang malam-malam yang kamu habiskan di belakang aku, sementara aku sibuk nunggu kamu pulang?”
Erlan menggeleng cepat. “Aku salah, aku ngaku salah, Sel. Tapi aku gak pernah niat ninggalin kamu. Semua itu cuma... khilaf.”
“Khilaf?” potong Selena, nadanya meninggi sedikit. “Khilaf gak akan bikin perempuan lain hamil, Erlan.”
Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh juga. "Tiga tahun kita berumah tangga, semua sudah kita lewati bersama. Aku menghargai keputusan mu untuk menunda momongan. Tapi, apa? Kamu justru menanamkan benih kamu dirahim perempuan lain".
Kemudian, Selena menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan mencoba menetralkan amarah nya yang tiba-tiba meledak, ia menatap Erlan tanpa ekspresi.
"Kamu udah nerima surat itu, kan?” tanyanya dengan datar. "Silahkan tanda tangani surat itu dan sampai jumpa dipengadilan".
Setelah mengatakan itu, Selena langsung berbalik badan dan melangkahkan kakinya masuk. Tapi, baru saja ia berjalan satu langkah tanpa aba-aba Erlan langsung mendorong Selena masuk lalu menyudutkannya di pintu.
"Aku tidak akan pernah melepaskan mu, Selena!"
.
.
.
Jangan lupa dukungannya & subscribe ya biar gak ketinggalan up nya! terimakasih ❤️🎀
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang