NovelToon NovelToon
Misi Jantung Berdebar

Misi Jantung Berdebar

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Bad Boy / Sistem / Cintapertama
Popularitas:105
Nilai: 5
Nama Author: Ray Nando

​Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.

​Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.

​“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Toko Rahasia dan Rival Tak Terduga

​Di bawah payung transparan yang dibeli dari "Karma", dunia terasa sempit. Hanya ada Jin Ray, Choi Hana, dan suara hujan yang menghantam plastik payung dengan irama monoton.

​Jarak bahu mereka kurang dari lima sentimeter. Bagi Ray, mantan penagih utang yang terbiasa menjaga jarak aman agar tidak ditikam, kedekatan ini lebih menyiksa daripada interogasi polisi. Ia berjalan kaku seperti robot, matanya menyapu setiap sudut gelap gang, waspada terhadap monster bayangan.

​Namun, ancaman terbesar justru datang dari gadis di sebelahnya.

​"Ray-ssi," panggil Hana pelan. "Kau tidak kebasahan? Bahu kananmu ada di luar payung."

​Ray melirik bahunya yang memang sudah basah kuyup. Ia sengaja memiringkan payung 80 persen ke arah Hana. "Aku suka hujan. Dinginnya membuatku sadar," jawab Ray asal.

​TING!

​Panel biru muncul di depan wajah Ray, menghalangi pandangannya pada jalan berlubang.

​[Analisis Situasi]

[Tindakan: Pengorbanan Bahu Kanan.]

[Respon Target: Tersentuh.]

[Poin Affection: +2 (Total: 27/100)]

[Saran Sistem: Tanyakan tentang harinya. Wanita suka pria yang mendengarkan.]

​Ray mendengus kesal. Ia benci diperintah oleh teks melayang. Tapi, mengingat nyawa Hana adalah kunci keselamatan dunia (seperti kata sistem gila ini), ia tidak punya pilihan.

​"Jadi..." Ray berdeham, suaranya terlalu berat untuk obrolan santai. "Bagaimana harimu di kantor? Kau terlihat... lelah."

​Hana menoleh, matanya berbinar kaget karena Ray yang pendiam memulai percakapan. "Ah, biasa saja. Bosku di firma arsitektur sedikit cerewet hari ini. Tapi, aku senang bisa merancang taman kota. Aku suka bunga."

​"Bunga," ulang Ray datar. "Bagus. Bunga tidak memukul balik."

​Hana tertawa kecil. Suaranya renyah, seperti lonceng angin. "Kau lucu, Ray-ssi. Orang-orang bilang kau seram karena jarang bicara, tapi sebenarnya kau humoris."

​Ray terdiam. Humoris? Aku serius.

​Tiba-tiba, langkah Ray terhenti. Di ujung gang yang remang-remang, di depan sebuah kedai soju yang sudah tutup, tiga orang pria sedang merokok. Asap rokok mengepul di udara lembap. Mereka mengenakan jaket kulit murahan dan tertawa keras.

​Salah satu dari mereka, pria dengan tato naga jelek di lehernya, menoleh. Matanya menyipit saat melihat Ray.

​"Oy! Lihat siapa ini," seru pria itu, membuang puntung rokoknya ke genangan air. "Jin Ray? Si 'Anjing Gila' sekarang jadi pengasuh gadis manis?"

​Hana tersentak, mencengkeram lengan baju Ray. "Kau kenal mereka?"

​Ray mengumpat dalam hati. Itu Kang-Dae, kroco dari geng lamanya. Orang yang dulu sering Ray hajar karena mencuri uang nenek-nenek di pasar. Pertemuan ini adalah bencana. Ray sedang mencoba membangun citra "pria baik-baik", dan masa lalunya muncul begitu saja.

​[Peringatan: Potensi Penurunan Affection!]

[Jika Target mengetahui masa lalu kriminal Host, Affection bisa drop hingga -50.]

[Misi Dadakan: Selesaikan tanpa kekerasan fisik yang terlihat.]

​"Ray," Kang-Dae melangkah maju, diikuti dua temannya. Mereka memblokir jalan. "Kami dengar kau jadi kasir toserba. Jatuh miskin, huh? Bagaimana kalau kau bagi sedikit uang—atau gadis itu—pada kami?"

​Wajah Ray tidak berubah, tapi aura di sekitarnya mendingin drastis. Ia menoleh pada Hana, menatap matanya lekat-lekat.

​"Hana, tutup matamu sebentar," bisik Ray.

​"Kenapa?"

​"Ada debu. Anginnya kencang. Hitung sampai tiga."

​Entah karena nada suara Ray yang penuh otoritas atau karena ketakutan, Hana menurut. Ia memejamkan mata dan menunduk di bawah payung.

​Detik itu juga, Ray bergerak.

​Bukan pukulan. Sistem melarang kekerasan fisik yang terlihat. Ray melangkah maju cepat, menembus jarak personal Kang-Dae. Dengan gerakan tangan yang hampir tak kasat mata, Ray menekan titik saraf di bahu Kang-Dae—teknik lumpuh sementara yang ia pelajari dari tabib ilegal di penjara.

​"Argh!" Kang-Dae membelalak, tubuhnya kaku, mulutnya terkunci rasa sakit yang menyengat.

​Dua temannya hendak menyerang, tapi Ray menatap mereka. Tatapan itu bukan tatapan kasir toserba. Itu tatapan The Mad Dog. Tatapan pembunuh.

​Di atas kepala Ray, sebuah aura visual berwarna ungu gelap menyala—efek dari Skill Pasif: [Intimidasi Mantan Pendosa].

​"Pergi," bisik Ray. Suaranya pelan, tapi terdengar seperti geraman harimau di telinga para preman itu. "Atau aku pastikan kalian tidak akan bisa berjalan selama setahun."

​Ketakutan purba menjalar di tulang punggung mereka. Tanpa dikomando, kedua teman Kang-Dae menyeret bos mereka yang kaku dan lari terbirit-birit menembus hujan.

​"Satu... dua... tiga," Hana membuka matanya.

​Jalanan di depan mereka kosong. Sunyi.

​"Mereka sudah pergi?" tanya Hana bingung.

​"Ya, mereka ingat ada urusan mendadak," jawab Ray santai, kembali memegang payung dengan benar. "Ayo, apartemenmu di gedung depan itu, kan?"

​Lima menit kemudian, mereka sampai di lobi apartemen Hana. Gedung tua tanpa lift, tapi cukup bersih.

​Hana memutar tubuhnya menghadap Ray. Ia terlihat enggan untuk berpisah. "Terima kasih, Ray-ssi. Untuk payungnya, dan untuk... mengusir mereka."

​"Masuklah. Kunci pintumu."

​"Apa kau akan bekerja lagi besok malam?"

​"Aku butuh uang untuk makan," jawab Ray pragmatis.

​Hana tersenyum lagi. Kali ini lebih manis. "Kalau begitu, aku akan mampir lagi. Selamat malam, Oppa."

​Hana berbalik dan berlari menaiki tangga.

​Ray mematung di lobi yang dingin. Kata terakhir itu bergema di kepalanya. Oppa? Dia memanggilku Oppa?

​TING! TING! TING!

​Suara notifikasi sistem berbunyi bertubi-tubi seperti mesin slot yang memenangkan jackpot.

​[Pencapaian Terbuka: Panggilan Sayang Pertama!]

[Affection Target Melonjak: 35/100]

[Hadiah Bonus: 200 Karma.]

[Level Up! Jin Ray kini Level 2 (Novice Guardian).]

​Ray menghela napas panjang, uap putih keluar dari mulutnya. Wajahnya terasa panas. "Sistem sialan," gumamnya sambil tersenyum tipis—senyum tulus pertamanya dalam tiga tahun.

​Ray kembali ke toserba satu jam kemudian. Shift malamnya belum berakhir, dan bosnya yang pelit pasti akan memotong gaji jika tahu ia meninggalkan pos.

​Toserba itu sepi. Ray duduk di balik meja kasir, menyeruput kopi kaleng hangat. Ia memutuskan untuk mengecek fitur [Toko Item] yang baru saja terbuka.

​Sebuah layar hologram besar muncul, menampilkan deretan barang dengan ikon-ikon aneh.

​[TOKO ASMARA & PERTEMPURAN]

​Cokelat Kejujuran (50 Karma): Target yang memakannya akan menjawab satu pertanyaan dengan jujur.

​P3K Romantis (30 Karma): Menyembuhkan luka fisik ringan dan meningkatkan ketampanan pengguna selama 10 menit.

​Kacamata Deteksi Glitch (100 Karma): Memungkinkan pengguna melihat kelemahan monster bayangan.

​Parfum Feromon Mawar (500 Karma): Item Terkunci.

​"Poin karmaku ada 250," gumam Ray. Ia menimbang-nimbang. Sebagai petarung, ia ingin senjata. Tapi Kacamata Deteksi Glitch terdengar penting. Ia tidak bisa terus-terusan memukul hantu dengan gagang sapu.

​Ray menekan tombol "Beli" pada Kacamata Deteksi.

​Sebuah kacamata hitam dengan bingkai trendi muncul di atas meja. Ray memakainya.

​Dunia seketika berubah.

​Lantai toserba dipenuhi jejak kaki bercahaya ungu samar. Jejak monster. Dan jejak itu mengarah ke... gudang belakang toserba.

​Ray meneguk ludah. Ia perlahan bangkit, meraih tongkat baseball besi yang ia simpan di bawah meja kasir (persiapan standar kasir shift malam).

​Ia berjalan mengendap-endap menuju pintu gudang yang sedikit terbuka. Jantungnya berpacu. Apakah monster itu bersembunyi di sana?

​Ray menendang pintu gudang hingga terbuka lebar. "Keluar kau!"

​Kosong.

​Hanya tumpukan kardus mi instan dan minuman soda. Ray menghela napas lega. Mungkin sistemnya error.

​Namun, saat ia berbalik untuk kembali ke kasir, lonceng pintu toserba berbunyi.

​Kling-kling.

​Seorang pelanggan masuk.

​Ray segera melepas kacamata hitamnya dan memasang wajah kasir profesional. "Selamat datang di..."

​Kalimatnya terhenti di tenggorokan.

​Pria yang baru masuk itu tinggi, tegap, dan sangat tampan. Ia mengenakan setelan jas abu-abu mahal yang pas di tubuh, seolah baru pulang dari pemotretan majalah. Rambutnya tertata rapi, dan ia tersenyum ramah—terlalu ramah.

​Tapi bukan itu yang membuat Ray membeku.

​Di atas kepala pria tampan itu, ada tulisan sistem. Tapi warnanya bukan biru atau merah muda. Warnanya Emas.

​[PERINGATAN KERAS!]

[Rival Terdeteksi.]

[Nama: Kang Min-Ho.]

[Peran: Protagonis Pria Sempurna (The Perfect Male Lead).]

[Status: Pemburu Glitch Elite.]

[Tingkat Ancaman pada Hubungan: EKSTREM.]

​Pria bernama Kang Min-Ho itu berjalan menuju meja kasir. Ia tidak mengambil barang belanjaan. Ia menatap lurus ke arah Ray.

​"Susu pisang," kata Min-Ho. Suaranya berat dan berwibawa. "Gadis yang tadi kau antar pulang... Choi Hana. Dia suka susu pisang, bukan?"

​Tangan Ray mencengkeram erat tongkat baseball di bawah meja. "Siapa kau?"

​Min-Ho tersenyum, sebuah senyuman yang meremehkan sekaligus mematikan. Ia meletakkan sebuah kartu nama hitam di atas meja. Kartu itu berasap tipis.

​"Aku orang yang akan memperbaiki kesalahan sistem," ujar Min-Ho santai. Matanya berkilat emas sesaat. "Kau hanyalah bug, Jin Ray. Mantan kriminal tidak pantas menjadi pahlawan di cerita ini. Serahkan Hana padaku sebelum ceritanya menjadi... berantakan."

​Sistem di depan mata Ray meraung dengan sirine merah.

​[Misi Konfrontasi Dimulai!]

[Pertahankan posisimu atau Game Over!]

​Ray tertawa kecil, tawa kering yang dingin. Ia meletakkan tongkat baseballnya di atas meja dengan bunyi klak yang keras.

​"Maaf, Tuan Sempurna," Ray mencondongkan tubuh ke depan, menatap langsung ke mata emas Min-Ho. "Tapi di toserba ini, pembeli adalah raja, bukan tuhan. Dan gadis itu? Dia sedang tidak dijual."

​Ketegangan di udara begitu padat hingga rasanya bisa dipotong dengan pisau. Di luar, petir menyambar keras, menerangi wajah kedua pria yang kini berdiri di sisi berlawanan dari sebuah perang yang tak kasat mata.

​Perang memperebutkan hati seorang gadis, dan nasib dunia.

1
FANS No 1
💪🔥🔥
Ray void
selamat membaca😁😁🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!