Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sumber Keceriaan ya Topeng Monyet
"Mau aku temenin?" kata Juna.
"Eh gak usah, Kamu kan masih sakit" kata Cia.
"Gak kok aku udah sehat" kata Juna.
"Nak Juna jangan jalan-jalan dulu, Ayah mau periksa lukanya" kata Ayah Beny yang sudah siap dengan peralatannya.
Akhirnya Cia pun berangkat, sedangkan Juna duduk di kursi kayu usang milik keluarga Cia. Dan Ayah Beny memeriksa lukanya. "Lukanya udah bagus ini. Nak Juna jadi pulang ke rumah Pak Lurah?" tanya Ayah Beny.
"Jadi Pak, saya gak enak kalo lama-lama di sini. Nanti apa kata Orang. Bapak kan punya anak gadis. Takutnya jadi masalah" Kata Juna.
Ayah Beny ngangguk-ngangguk. "Baiklah nanti Bapak akan buatkan obat untuk Nak Juna bawa. Biar bisa di minum sampe benar-benar pulih" kata Ayah Beny.
"Makasih yah Pak" Kata Juna tulus.
"Ayah yang berterima kasih karena demi melindungi anak Ayah, Nak Juna sampai terluka gini. padahal mah gak saling kenal" kata Ayah Beny lagi. Kemudian Ayah Beny kembali memberi racikan obat untuk ditempeli di lukanya Juna.
Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Seminggu sudah Juna berada di desa Swadaya ini. Lukanya juga sudah sembuh total. Saatnya dia akan kembali ke kota. Maminya juga sudah menelponnya bolak balik.
"Arjuna Arsyan katanya satu atau dua hari lagi kamu balik, tapi ini apa? sudah seminggu kamu belum balik-balik juga. Dan tiap kali Mami mau ke situ kamu ngelarang Mami. kenapa sih?" tanya mami Dina kesal.
"Mami sayang, aku tuh baik-baik aja disini. kan ada Paman sama Bibi. Mereka mengurus aku dengan baik. Juga Ahli yang ngobatin aku juga ada disini. Besok aku udah balik. Masak yang enak-enak yah Mami" kata Juna lagi.
"Besok, besok ,besok aja terus. Awas aja kalo besok kamu belum juga pulang, Mami bakal jemput kamu pake helikopter" kata Mami Dina lagi.
"Ih Mami apa-apaan. Pake Helikopter segala. Ntar Desa ini heboh lagi"kata Juna.
"Makanya besok beneran kamu pulang. Mami udah kangen tau gak?" kata Mami Dina lagi.
"Iya Mami. Siap" jawab Juna.
Ketika Juna hendak memutuskan panggilan telponnya "Eh iya Jun, Ntar jangan ditutup.dulu" kata Mami Dina.
"Apa lagi Mami?" tanya Juna.
"Itu kemaren, Sheila nyariin kamu ke rumah" kata Mami Dina.
"Sheila? ngapain dia nyariin aku?" tanya Juna.
"Meneketehe, dia kan temen kamu" kata Mami Dina.
"Mami udah dapat dari mana lagi itu bahasa. Ada-ada aja" kata Juna. " Kalo dia nyariin lagi bilang aja aku gak mau ketemu sama dia" kata Juna. "Udah ya Mi, bye." Juna langsung memutuskan sambungan telponnya
"Sheila, ngapain dia nyariin aku ke rumah. Apa dia gak tau malu. setelah apa yang dia lakukan, terus dia nyariin aku. huh dasar urat malunya udah putus." kata Juna.
Lalu dia berjalan ke dapur dimana bibinya berada. "Bi, aku keluar sebentar ya. besok kan aku dah balik ke Jakarta, jadi aku mau pamitan dulu sama keluarga Pak Beny" kata Juna.
"Ya udah, tapi kamu hati-hati ya. Jangan sampai kamu kenapa-kenapa lagi" kata Bibi Asih.
"Iya Bi. Aku pergi ya" lalu Juna mengambil kunci motornya dan pergi ke rumah Ayah Beny.
"Selamat siang Bu," sapa Juna ketika tiba di depan rumah Ayah Beny dia melihat Ibu Marni sedang duduk di bale-bale bambu sambil menikmati mangga yang masak dari pohon.
"Eh Nak Juna. Sini" kata Ibu Marni mengajak Juna duduk di bals-bale bambu bersamanya.
"Ibu makan mangga?" tanya Juna.
"Iya nih baru metik. " kata Ibu Marni sambil menunjuk ke arah pohon mangga. Terlihat buahnya yang banyak dan sudah mateng.
"Nak Juna Mau. Biar ibu ambilin" kata Ibu Marni.
"Mau bu, kelihatannya seger banget" kata Juna. Sambil matanya mencari-cari sesuatu.
Ibu Marni menyadari itu . "Ada yang Nak Juna cari?" Juna gelagapan.
"Eh itu, mangganya mau diambil pake apa? aku nyari sesuatu yang bisa dipake untuk.ngambil mangganya" kata Juna.
"Oh kirain. Nyari siapa gitu" kata Ibu Marni lagi. Itu kayu untuk jolok mangganya" kata Ibu Marni menunjuk sebuah bambu panjang yang ujungnya diikat botol plastik untuk memetik mangga. Juna mengambil bambu itu dan mulai memetik.
"Bisa gak?" tanya Ibu Marni.
"Bisa bu" kata Juna lalu mulai memetik mangganya. Berkali-kali dia mencoba tapi ternyata dia gak berhasil. Yaiyalah anak kota gak pernah metik mangga langsung dari pohonnya. Di kota sana biasanya kalo mau makan buah metiknya di supermarket hehehehe.
"Bisa gak?" Ibu Marni yang melihat Juna yang kesusahan metik mangga pun bertanya lagi.
"Hehehe, ternyata susah juga yah metik mangga" kata Juna.
"Ya udah ini kamu makan yang ini aja. biar Ibu yang metik" kata Juna lagi.
"Hehehe iya Bu. Maaf yah nyusahin ibu jadinya." kata Juna malu.
"Gak papa gak repot kok." kata Ibu Marni.
Sementara Ibu Marni metik mangga, Cia datang membawa ulekan. "Eh ada Mas juna" kata Cia dan Rina serta Rino nyusul di belakangnya membawa gula merah dan garam.
"Kak Juna suka ngerujak juga?" tanya Rina.
"Iya dong. Masak gak suka. apalagi buahnya langsung metik di pohon kayak gini. pasti sueger" jawab Juna.
Ini kak gula merah sama kacang tanahnya" kata Rina. Dan Rino memberikan garam.yang dibawanya. "Pak Beny mana?" tanya Juna.
"Ayah masih di kebun, bentar lagi juga pulang" kata Cia.
"Oh..." kata Juna. Kemudian Cia ambil alih bambu dari ibunya. Dia yang memetik mangganya sedangkan ibunya mengulek bumbu. Rina dan Rino kebagian mengupas mangga-mangganya. Sedangkan Juna bagian memungut mangga yang jatuh.
Beberapa saat kemudian rujak mangganya pun jadi. "Ayok di makan. Ini seger banget. Pas dengan cuacanya yang panas." kata Ibu Marni. Mereka semua menikmati rujak mangga buatan mereka bersama-sama.
Lagi asyik-asyiknya menikmati rujak mangga tiba-tiba ada yang datang. "Wah ngerujak yah. enak nih" kata seseorang itu.
Semua mata memandang ke arah suara itu. "Eh Wulan. Iya nih. Sini gabung" kata Ibu Marni.
Wulan pun dengan senang hati menanggapi panggilan Ibu Marni. "Eh ada Mas Juna juga. Aku pikir Mas Juna udah balik ke kota" kata Wulan membuat suaranya seimut mungkin. Dia ingin membuat Juna terpana padanya. Tetapi kenyataannya adalah Juna merasa geli mendengar suara wulan seperti itu.
Cia, Rina dan Rino pun tersenyum mendengar suara Wulan. "Eh suara kak Wulan kok aneh sih" kata Rina.b "Biasanya juga gak gitu suaranya" kata Rina lagi.
Wulan memonyongkan bibirnya. "Apa sih Rina. Suaraku kan emang begini" kata Wulan sambil ngelirik Juna. Sedangkan yang dilirik cuek bebek sambil terus menikmati rujak mangganya.
"Mas Juna kok gak jawab pertanyaan aku sih" kata Wulan.
"Pertanyaan yang mana ya?" tanya Juna.
"Kok Mas Juna belom pulang ke kota?" tanya Wulan.
"Besok aku pulang ke Kota" kata Juna.
"Wah bakal sepi deh kampung kita. Iya gak Cia?" tanya Wulan.
"Sepi kenapa?" tanya Juna.
"Ya gak ada Mas Juna gak rame lagi. Kan Mas Juna sumber keceriaan di kampung ini" kata Wulan lagi.
"Dih emangnya Kak Juna Topeng Monyet?" kata Rina.
"Gak, bukan gitu Rina. Kok kamu samain Mas Juna sama topeng Monyet sih?" Wulan balik bertanya.
"Ya kan biasanya kalo ada topeng monyet yang datang di kampung ini pasti semua orang senang dan ceria semua. Jadi secara gak langsung Kak Wulan nyamain Kak Juna dengan Topeng Monyet. Gak sopan banget sih" kata Rina panjang lebar.
Juna pun menatap tajam ke arah Wulan. Wulan jadi salah tingkah. "Berani-beraninya kamu ngatain saya topeng monyet?" kata Juna.
"Eh enggak Mas. Aku gak bilang kok. Itu Rina yang bilang" Kata Wulan salah tingkah.
"Gak saya denger kok kamu bilang apa. Dan benar apa yang Rina katakan. Sumber keceriaan ya topeng monyet" kata Juna lagi.
"Eh kok jadi gini sih?" kata Wulan.
"Udah ah. Sini Wulan makan rujaknya, Enak lho" kata ibu Marni mencairkan suasana.
Tapi Wulan dia kesal karena semua orang menyudutkannya. "Gak bu, aku mau pulang aja. Aku gak mau makan rujaknya" kata Wulan lalu berbalik dan berlari pergi ke rumahnya yang ada di sebelah rumah Cia.
Bersambung