Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kontrak Kerja
"Silahkan duduk nona!"
Pria itu memintanya duduk di kursi yang tersedia, tepat di depan meja Presdir. Pria itu juga menarik kursi Presdir dan mendudukinya.
Asila melotot dan menegurnya. "Hei! Apa yang sudah kau lakukan? Kau benar-benar tidak memiliki sopan santun! Cepat bangkit! Atau kau akan mendapatkan masalah besar!"
"Masalah besar apa? Memangnya siapa yang berani menantang ku?"
Asila menatapnya tajam. Ia benar-benar sangat menyesal pernah terlibat urusan pribadi dengan pria itu. Selain brengsek dia juga tak memiliki moral.
"Kau itu cuman pegawai rendahan, ngapain duduk di situ? Hanya orang yang berkuasa saja yang berhak duduk di situ!"
Pria itu terkekeh menanggapinya. "Oh ya? Benarkah? Apa aku tak terlihat sebagai penguasa di tempat ini? Ternyata kamu itu cukup berani ya? Selain cerdik kau juga bawel! Cukup menarik!"
"Tapi sayangnya aku tak tertarik padamu! Kau itu tak lebih hanya seorang pecundang. Kau itu lebih pantas dianggap sampah masyarakat!"
Pria itu menggelengkan kepala dengan mengambil map biru yang ada di meja tepatnya di tangan Asila.
"Sampah masyarakat? Memangnya apa yang pernah aku lakukan hingga kau menyebutku sebagai sampai masyarakat? Apa aku pernah merugikan orang lain?"
Brak! "Apa aku harus mengingatkanmu atas kejadian enam tahun yang lalu? Apa kau tak pernah merasa sudah menghancurkan hidup seorang gadis? Enam tahun yang lalu kau hancurkan hidupku, kau ambil kehormatanku, dan sekarang kau bilang apa aku pernah merugikan orang lain? Kau benar-benar kejam! Kau itu penipu! Kau memanfaatkan kepolosanku lalu kau nodai kesucianku!"
Asila melupakan emosinya, dia lupa tujuan utamanya ingin meminta perpanjangan kontrak kerja. Awalnya ia berniat untuk menutup rapat-rapat kejadian yang dialaminya, tapi ketika dipertemukan kembali rasa emosinya tak terkendali. Sudah sepantasnya ia memaki-maki.
Pria itu tersenyum kecil menanggapinya. Ia pikir hanya dirinya yang tak bisa move on atas kejadian itu, ternyata wanita itu juga belum melupakannya. Dulu ia berniat untuk bertanggungjawab, tapi wanita itu menghilang bagai ditelan bumi. Ia bahkan sudah berusaha untuk mencarinya, namun nihil, bahkan namanya saja tak pernah ia tahu.
"Jadi kau masih mengingat kejadian itu? Pantas saja kau marah-marah seperti ini. Kau merasa kujadikan korban, tapi bukankah waktu itu kau juga menikmatinya?"
Wajah Asila seketika merah merona. Dia langsung menunduk saat pria itu berbalik menyerangnya. Benarkah waktu itu ia juga menikmatinya? Tapi mungkinkah ia bisa menikmati, sedangkan pelakunya saja tak dikenalnya. Mustahil, pria itu mungkin sudah sering menggombal untuk bisa menaklukkan hati banyak wanita.
"Jangan munafik nona, bahkan malam itu kita tidak hanya melakukan sekali, tapi beberapa kali dan itu mencapai puncak. Sebenarnya aku berniat untuk menikahimu, tapi sayangnya kau langsung pergi. Kupikir kau sudah terbiasa melakukan itu, secara tempat kerjamu itu tidaklah benar. Tidak ada wanita suci di dalam bar, semua sudah mengenal ukuran besar kecilnya milik laki-laki."
"Kau!" Asila mendongak dengan matanya melotot. Seolah-olah ia disamakan dengan wanita wanita di luar sana yang harus akan kenikmatan duniawi. Ia bukanlah wanita seperti itu, kalau saja tak ceroboh mungkin sampai saat ini ia masih single dan tak menanggung beban berat merawat dua bocah kembar yang dilahirkannya.
"Kenapa? Apa ucapanku ini salah?" tanya Edgar dengan satu alisnya terangkat.
Asila langsung membuang muka tanpa berkata-kata membuat pria itu lebih bersemangat untuk mengerjainya.
"Wijaya Grup. Ternyata kau bekerja di perusahaan itu? Sejak kapan kau bergabung bersama perusahaan Wijaya Grup?" tanya Edgar.
"Apakah itu pertanyaan yang penting?" Asila menoleh dengan raut wajah emosi. "Aku datang ke sini buat ketemu sama atasanmu! Di mana dia sekarang? Kalau dia tak ada mendingan aku pergi saja! Aku tidak ada kepentingan denganmu! Tolong kembalikan dokumenku!"
Asila meraih dokumen miliknya, namun ditahan oleh Edgar. "Kedatanganmu ke sini diminta untuk memperpanjang kontrak dengan perusahaan Pratama. Kalau kau pulang tanpa membawa apa yang Om Wijaya mau, maka kau akan mendapatkan masalah. Memangnya kau tidak takut beliau bakalan memecatmu?"
Dengan cepat Asila menjawabnya. "Sama sekali tidak! Aku tidak takut dipecat! Aku masih bisa menghidupi diriku dengan caraku sendiri!"
Edgar geleng-geleng kepala, heran dengan keberanian wanita itu. Selama ia mengenal gadis, baru kali ini ia bertemu dengan gadis yang berbeda. Gadis lain mungkin bakalan berusaha keras untuk membuatnya tertarik, tapi yang satu ini malah terang-terangan melawannya. Ia cukup tertarik dengan sikap tegasnya.
"Baru kali ini om Wijaya menyuruh pegawai perempuannya datang ke sini, bahkan beliau tak tanggung-tanggung menyuruh orang yang galaknya seperti singa! Aku bahkan berpikir, atau mungkin kau juga bersikap galak terhadap beliau? Padahal di dunia bisnis beliau cukup disegani oleh orang-orang di sekitarnya."
Meskipun sudah dicaci maki, Edgar tetap menandatangani perpanjangan kontrak kerja dengan Wijaya Grup. Dengan begitu ia akan sering berurusan sama wanita itu.
"Ini sudah aku tandatangani, dan kita akan bekerja sama bareng."
"Maksud kamu apa? Kenapa kau yang menandatanganinya?"
Di situ Asila panik, melihat dokumennya sudah ditandatangani oleh pria itu. Ia takut, ayahnya bakalan marah karena bukan direktur utama yang menandatanganinya, tapi orang iseng yang sengaja ingin mempermainkannya.
"Aku direktur utama di perjalanan ini. Namaku Edgar Pratama, direktur utama Perusahaan Pratama Grup."
Edgar memperkenalkan dirinya dengan mengulur tangan kanannya guna mengajaknya berjabatan. Di situ Asila tercengang dan hampir tak percaya, bahwa orang yang dicaci makinya itu benar-benar direktur utama pemilik perusahaan Pratama Grup, itu artinya ia pernah ditiduri oleh orang penting di perusahaan ternama.
"Jadi kau itu direkturnya? Kau tidak lagi berbohong kan?"
"Apa aku terlihat tengah membohongimu? Aku bukan pria munafik seperti yang kau pikirkan. Aku memang pernah melakukan kesalahan besar terhadap dirimu, tapi bukan berarti aku selalu membuat orang lain merasa dirugikan. Dulu aku pikir kau hanyalah pelayan bar yang bisa kubeli dengan uang, tapi saat kusadar kau orang yang pertama kusentuh. Aku selalu berpikir ingin bertanggungjawab untuk menikahimu, tapi sayangnya kau menghilang. Kejadian itu membuatmu selalu berpikir, kenapa aku sebodoh itu? Kenapa aku tidak bisa menghandle diriku dengan baik hingga menghancurkan kehormatanmu. Karena kita sudah bertemu, aku ingin kau memberiku maaf. Aku ingin ~~
Asila langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia tak mau mendengar apapun yang akan membuat pikirannya tak fokus. Ia hanya ingin fokus mengurus anak-anaknya, dan ia tak ingin mengulang kejadian yang sama. Baginya, semua laki-laki itu sama saja, tak memiliki perilaku yang baik dan hanya memikirkan nafsunya saja.
"Pak direktur, saya benar-benar minta maaf sudah salah dan berani memaki maki anda. Terimakasih anda sudah bersedia menandatangani surat perjanjian kontrak kerja, dan saya harus pergi sekarang. Sampai nanti!"
Asila langsung bergegas pergi tak mau membuat drama lagi yang membuatnya semakin sulit untuk bisa move on dari kejadian itu.