tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis cantik di tepi pantai
Rumah kakek lebih besar daripada rumah disana pada umumnya dengan bangunan berbentuk huruf U, halamannya luas disamping kanan dan kiri, beberapa sapi dan kambing di biarkan berkeliaran di halaman itu.
dirumah besar itu tinggal beberapa keluarga, Kakek Tanjar dan istrinya, putra pertama kakek bernama Songab seorang pedagang sama seperti kakek, istri dan kedua putranya yang gemuk, berumur sepantaran denganku, sepertinya mereka kembar, putra kedua kakek yang baru saja menikah dan punya bayi lelaki paman kedua ini mempunyai sebuah padepokan yang dikelolanya beberapa muridnya lelaki tampak hilir mudik sesekali mencuri pandang ke arahku , sementara putra ke tiga kakek yang tidak berada di rumah konon adalah seorang pejabat di ibukota, menurut cerita orang sekitar wajah pamanku yang bernama Marto ini sangat tampan, beberapa putri bangsawan menaruh hati pada pamanku yang tampan itu.
Kak Buat tinggal di barak bersama beberapa murid perguruan di sisi kanan bangunan, disana ada beberapa rumah semi permanen tempat para murid menimba ilmu, sedangkan aku tinggal di bangunan utama rumah, nenek dan keluarga menyambutku dengan ramah, aku membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti layaknya pemudi, aku sebenarnya suka tinggal di Madura terlepas dari udaranya yang kelewat panas, untuk urusan lain aku tidak ada masalah,
Hasil laut sangat melimpah, hampir setiap hari aku makan ikan dan teman-temanya yang jarang sekali kudapatkan di tempat asalku, aku begitu menyukai ikan yang diasinkan,
beberapa tukang perahu lokal sangat mengenalku, aku menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mendapatkan kerang , menunggu nelayan pulang dan mereka akan memberiku beberapa ekor tangkapan, begitu saja hidupku sudah sangat senang,
" Kau akan pergi hari ini Paman ?" tanyaku ketika seorang nelayan bermana Paman Sanjak mulai melepaskan tali-tali yang berada di perahunya, paman Sanjak mengangguk, aku mendatanginya dan membantu mengurai ikatan, tapi tubuhku tidak cukup kuat untuk melakukan itu,
" sudahlah ... ini bukan tugas anak kecil " kata Paman Sanjak,
" Apa kau ingin ikut naik perahu ?" Tanya Paman Sanjak, dan itu membuatku girang, selama beberapa minggu di sini belum ada orang yang mengajaku naik perahunya walau kami sudah saling mengenal, aku mengangguk
" naiklah dulu, aku masih memasang jaring " aku duduk dengan patuh, ini adalah pengalaman pertama, sungguh aku berdebar,
Ketika kami mulai hendak berlayar, dari tepi pantai seseorang berteriak minta ikut, kak Buat.
" ayo naiklah " kata paman Sanjak
" hari ini kita beramai-ramai " sambung Paman lagi,
ketika Kak Buat semakin mendekat aku melihat sebuah keanehan, terkesima sebentar dan mata kami saling berpandangan.
" hai kau gadis nakal, kenapa menatapku seperti hantu " kata kak Buat, aku sedikit malu mendengarnya
" Kau tampak berbeda kak " ucapku pada akhirnya
Selama beberapa bulan di Madura, walaupun kami tinggal dintempat yang berdekatan tapi kami jarang sekali bertemu, mungkin seudah beberapa bulan aku tidak melihatnya, dan kali ini aku melihat kulit kak Buat lebih kuning bersih, jauh lebih terawat dari ketika pertama kali bertemu, mukanya tanpa jerawat dan keropeng bekas jerawat itu kini memghilang entah kemana, aku seperti melihat orang lain.
kami berdua pada akhirnya ikut berlayar, sebagai anak yang lahir dan besar di pegunungan ini adalah pengalaman yang sangat menyenangkan.
" Semalam hasil panenmu lumayan Paman, apakah habis terjual atau kau jemur?" Tanya kak Buat kepada paman Sanjak berbasa-basi, mereka terlibat obrolan nyambung
" hei gadis kecil, jangan terus-terusan menatapku, kau tidak takut jatuh cinta ?" tiba-tiba kak Buat membentaku, seketika merah padam mukaku mendengar pertanyaan itu, aku tahu kalau aku ketahuan mencuri pandang kepada Kak Buat, tapi sungguh aku sangat penasaran, aku seperti melihat orang lain, tentunya jauh lebih tampan dari Kak Buat yang lama, padahal selama di Madura yang panas ini kulitku menjadi lebih gelap terpapar matahari, kenapa pemuda ini menjadi lebih bersih ?
" tentu saja tidak mungkin , hanya saja kau tampak berbeda sekali " kataku dengan sengit sekedar mengurangi rasa malu, paman Sanjak dan kak Buat tertawa bersama,
tangkapan kali ini cukup banyak, perahu dipenuhi dengan beberapa ikan yang menggelepar kekurangan oksigen, sejauh mata memandang adalah air yang tidak berbatas,
" aku memasang beberapa jala kepiting disana, kita akan pulang setelah dari sana, kalian berdua membawa rejeki " kata Paman Sanjak cukup puas dengan hasil melautnya, kami menepi di pantai yang lain.
Jorang penjebak kepiting diangkat, aku berteriak kegirangan, beberapa kepiting kecil dan besar terangkat bersama, mereka saling capit dan berusaha keluar.
" Kau lihat itu Paman?" Tanya kak Buat pada Paman Sanjak, aku mengikuti arah telunjuk kak Buat.
" wanita terluka " kataku, dan dengan sigap Paman Sanjak dan kak Buat, mendayung ke tepian dan menambatkan perahu dengan tergesa.
aku berdiri memantung sementara mereka berdua mengecek apakah yang terjadi dengan perempuan itu, seseorang terkapar tidak berdaya, tidak ditemukan luka di tubuhnya, tapi bibirnya membiru, nafasnya tidak beraturan.
" Gemi cepat buka bajunya dan lihat apakah ada luka atau lebam" aku segera melakukan apa yang kak Buat perintahkan, mungkin karena kak Buat lelaki tidak elok baginya membuka baju perempuan, aku segera membuka bajunya sementara mereka berdua berbalik, dan aku melihat lebam telapak tangan di dada kakak itu,
" ada bekas telapak tangan berwarna merah" kataku
" Apakah tembus sampai ke punggung " Tanya Kak Buat lagi, dan aku segera mengeceknya
" iya tembus " kataku yakin
" warna apa yang di belakang ? " Tanya kak Buat tergesa,
" ungu ke biruan" kataku
" rapikan dulu bajunya " perintah kak Buat lagi
" sudah kak " kataku akhirnya,
Kak Buat segera mendekat, memberikan sesuatu dari kantongnya berupa butiran coklat sebesar kerikil.
" ambilkan air " perintahnya, tergopoh Paman Sanjak mengambil air persediaan di perahu, Kak Buat menyandarkan kepala kakak itu di bahunya, kemudian aku menyuapkan sedikit demi sedikit air supaya obat coklat itu bisa masuk.
" ayo kita bawa dulu ke rumah Kakek Tanjar, aku akan berusaha mengobatinya, aku butuh tempat yang layak " kata Kak Buat, dengan tergesa kakak perempuan terluka itu dibawa ke perahu, membawanya dengan tergesa berhimpitan dengan ikan-ikan tangkapan.
" Siapa perempuan itu " kata nenek bertanya waktu kami membawanya ke pendopo teras,
" nini kami tidak tahu, kami menemukannya dengan kondisi terluka serius bahkan belum siuman, saya ingin merawatnya, saya merasa gadis ini bisa diselamatkan " kata kak Buat, nenek mengangguk.
"bawa ke kamar belakang, rawatlah disana " kata nenek memerintahkan, kak Buat segera membopong kembali perempuan itu.
" Kau ikutlah, tak elok ada perempuan dan lelaki dalam satu kamar, walaupun itu sakit, jadi temanilah perempuan itu " perintah nenek kepadaku, aku mengagguk setuju.
Perempuan itu terlihat masih muda dan cantik, dahinya lebar, konon wanita berdahi lebar adalah wanita-wanita cerdas, memakai baju layaknya lelaki,
" siapkan air hangat dan carilah jeruk nipis dan peraslah, bawa ke sini segera " perintah kak Buat.
Gadis itu ditidurkan dengan posisi miring, dan kak Buat membuat racikan kemudian memberiku instruksi bagaimana mengoleskan ramuan itu ke tubuh gadis itu, untuk membuatnya mudah aku membuka bajunya dan menutupinya dengan kain,
kak Buat kembali membuat ramuan dan meminumkanya, selama prosesnya aku mengikuti semua instruksi yang diberikan, aku juga menghafalkan bahan yang digunakan, aku seperti mempunyai guru.