NovelToon NovelToon
SNIPER CANTIK MILIK TUAN MAFIA

SNIPER CANTIK MILIK TUAN MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Mafia / Nikah Kontrak / Cintapertama
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Olivia Xera Hilson, gadis cantik dan berwibawa yang tumbuh dalam bayang-bayang kekuasaan, terpaksa menerima tawaran pernikahan dari Vincent Lucashe Verhaag seorang pria karismatik sekaligus pewaris tunggal keluarga bisnis paling berpengaruh di Amerika.
Namun di balik cincin dan janji suci itu, tersembunyi dua rahasia kelam yang sama-sama mereka lindungi.
Olivia bukan wanita biasa ia menyimpan identitas berbahaya yang dia simpan sendiri, sementara Vincent pun menutupi sisi gelap nya yang sangat berpengaruh di dunia bawah.
Ketika cinta dan tipu daya mulai saling bertabrakan, keduanya harus memutuskan. apakah pernikahan ini akan menjadi awal kebahagiaan, atau perang paling mematikan yang pernah mereka hadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Para agen pun sudah menyelesaikan tugas mereka dengan baik, meski tubuh mereka penuh luka. Mereka kini berkumpul di kamar kapal operasional, mengobati goresan dan memar yang masih berdenyut.

Tring…

Capten Joseph menerima notifikasi di ponselnya.

“Mereka sudah membayar upah kita,” ucap Capten Joseph sambil menatap layar, wajahnya datar tapi sorot matanya meredup.

“Kenapa sangat cepat? Kita bahkan… tidak bisa menyelamatkan mereka,” sahut rekannya lirih, nada bersalah menyelip di suara itu.

“Kau benar… kita tidak layak menerima ini,” bisik Capten Joseph. Dada pria itu mengencang. Baru sekarang ia benar-benar menyadari: orang-orang yang mereka lindungi sudah lenyap.

Keheningan pun jatuh, dan kegagalan misi itu menghantui mereka lebih kuat daripada rasa sakit di tubuh.

* * * *

Pagi hari yang cerah. Olivia dan Vincent terbangun bukan oleh alarm, melainkan oleh suara bayi mungil mereka.

“Nehh… nehh…”

Olivia membuka mata lebih dulu. Rambutnya yang kusut jatuh ke bahu, namun wajahnya memancarkan kelembutan yang jarang ia tunjukkan.

“Ah, kamu sudah bangun, sayang,” ucapnya lembut pada bayi itu yang menggeliat kecil.

Vincent berguling malas, suaranya serak khas bangun tidur, “Ada apa?”

“Mungkin dia mau minum susu,” ujar Olivia sambil mengusap pipi bayi itu.

Tanpa protes, Vincent bangkit dari ranjang. Langkahnya masih berat, tapi ia dengan tulus berjalan ke meja kecil untuk membuat susu. Dia terlihat tidak terbiasa melakukan hal itu—namun ada kesabaran yang jarang keluar dari pria seperti dirinya.

“Ini,” ucap Vincent sambil memberikan botol kepada Olivia.

Olivia menerimanya dan langsung menyusui bayi tersebut. Begitu bayi itu tenang, Olivia pun ingin membersihkan diri.

“Apa kamu bisa menjaga dia sebentar?” tanyanya, ragu tapi penuh harapan.

Vincent hanya mengangguk kecil.

Tak lama, Olivia melangkah ke kamar mandi.

Vincent menatap bayi itu. Ada sesuatu di sorot matanya campuran iba dan empati yang ia sembunyikan selama ini.

“Malang sekali nasibmu,” gumamnya pelan. Ia mengangkat bayi itu sedikit, memandang mata mungil yang membuka perlahan.

Entah mengapa, dada Vincent terasa sesak.

Sepuluh menit kemudian, Olivia keluar, segar dan wangi.

“Mandi la. Sepertinya aku lapar, kita bisa turun untuk sarapan,” ujarnya.

Vincent menurut tanpa banyak bicara dan bergantian masuk kamar mandi.

Di kapal pesiar ini, mereka harus saling membantu. Aneh rasanya—dua orang yang tidak saling mencintai, tapi bisa terlihat serasi seperti pasangan yang sudah bertahun-tahun hidup bersama.

“Hallo sayang, ayo aunty eh, tidak tidak ayo mama ganti pakaian kamu,” ucap Olivia, terkekeh kecil pada dirinya sendiri.

Ia malu, namun juga tersentuh. Ia belum pernah mengandung, tidak pernah melahirkan, tapi kini ada bayi yang memanggilnya “mama” lewat nasib.

Dengan bantuan video tutorial, Olivia perlahan mengganti pakaian bayi tersebut. Tangannya masih canggung, tapi hati-hatinya membuatnya tampak sangat hangat.

“Maaf ya kalau aku tidak sebaik mama kamu,” bisiknya, suaranya tergetar.

Ketika Vincent keluar dari kamar mandi, ia terpaku melihat pemandangan itu:

Olivia berdiri di depan jendela kaca besar, menggendong bayi mungil agar terkena sinar matahari. Cahaya pagi jatuh lembut di wajah Olivia yang terlihat damai sesuatu yang baru pertama kali Vincent lihat.

‘Cantik sekali dia…’ batin Vincent.

Lalu ia cepat-cepat membentak dirinya sendiri dalam hati.

‘Ada apa dengan diriku? Ah, sudah lah.’

“Apa kamu sudah siap?” tanya Olivia tanpa menyadari tatapan Vincent.

“Sudah. Ayo kita turun,” jawab Vincent singkat.

* * * *

Mereka sarapan bersama di restoran kapal, ditemani suara ombak, bayi mungil, dan pemandangan laut biru yang tampak seperti lukisan. Untuk sesaat, mereka memang terlihat seperti keluarga bahagia.

Bahkan para tamu lain sempat mencuri pandang.

Mereka akan tiba di Maldives satu hari lagi.

Kesibukan bersama bayi itu membuat keduanya tak sengaja semakin dekat. Vincent, yang pernah kehilangan orang tua, bisa merasakan luka yang mungkin akan membekas pada Valerie kecil ini.

Begitu pula Olivia bayi ini memiliki nasib yang mirip dengan dirinya. Itu membuat hatinya langsung melekat pada anak tersebut.

Saat berada di kamar, ponsel Vincent berdering. Telepon dari Stave.

“Hallo,” jawab Vincent dingin.

“Hallo Tuan Verhaag. Aku sudah mendapat paket dari kamu. Kenapa kamu langsung tahu kalau aku yang mengirim mereka?” tanya Stave dengan nada yang dibuat-buat ramah.

“Ck. Kau kira aku bodoh? Mereka punya tato pedang di lengannya. Bukankah itu cukup?” balas Vincent datar.

“Hahaha! Kau sangat teliti, Tuan Verhaag. Baiklah, aku akan mengganti semua kerusakan. Tapi… apa kau ikut campur dalam pelarian mereka? Sampai mereka bisa kabur dengan helikopter milikmu?” tanya Stave curiga.

“Aku punya pekerjaan lain. Dan kau benar-benar mengganggu perjalanan ini,” jawab Vincent kesal.

“Hahaha, tenanglah. Aku hanya berasumsi. Tapi kenapa kau ada di sana? Kau pasti berencana melindungi mereka.”

Nada mengejek terdengar jelas.

“Dengarkan aku, Stave. Ganti kerugian itu. Dan jangan banyak bicara. Aku sangat sibuk.”

Vincent menahan diri. Jika pria itu berada di depannya, ia mungkin sudah menembaknya.

* * * *

Sementara itu, di sebuah ruangan megah, tiga pria sedang duduk santai sambil membahas pekerjaan gelap mereka.

“Aku sudah menemukan orang yang akan mengeksekusi targetmu,” ucap Dani santai.

“Yakin dia bisa?” tanya Mark, suara dingin dan penuh keraguan.

“Tentu. Kemampuannya tidak diragukan,” jawab Dani.

“Baik. Lakukan. Aku tidak ingin namaku terbawa kalau kalian tertangkap,” tegas Mark.

“Tentu saja. Bayarannya deal, kan?” Dani menyeringai.

“Ya. Akan kuberikan setelah berhasil.”

“Malam ini kami bergerak,” ucap Dani penuh percaya diri.

Mark masih ragu. Tapi demi melihat wajah Vincent hancur, ia harus bertaruh.

* * * *

Malam hari. Setelah makan malam, Vincent dan Olivia berpisah. Vincent ada urusan bisnis penjualan organ. Olivia tetap di kamar bersama bayi mereka.

Di kapal pesiar itu ada club, bar, lounge eksklusif dengan pelayan seksi, lapangan golf, karaoke, dan kolam renang yang selalu penuh. Malam itu, ada acara White Hot Party untuk menyambut kedatangan di Maldives.

Musiknya keras, memekakkan telinga.

Vincent minum banyak dengan anak buahnya, hingga kepalanya mulai berat.

Ia menghindari wanita-wanita yang mencoba mendekat. Tidak ada minat sama sekali.

Karena terlalu mabuk, salah satu anak buahnya memapahnya kembali ke kamar.

* * * *

Sementara itu Olivia sedang duduk santai. Bayi mereka tidur pulas, memberi kesempatan bagi Olivia untuk menikmati ketenangan.

“Kenapa dingin sekali…” gumamnya.

Ia membuka kulkas kecil, mengambil wine milik Vincent. Hanya sedikit untuk menghangatkan tubuh, pikirnya.

Ia mengenakan earphone, memutar musik klasik, dan mulai meneguk anggur itu perlahan. Tubuhnya mulai hangat… lalu kepalanya ikut ringan dan pusing.

Setelah merasa cukup, Olivia merebahkan diri di samping bayi. Gaun tidur putihnya melekat lembut di kulitnya.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Vincent masuk, sempoyongan.

“Hey, apa yang kau lakukan? Tidur lah di sana,” bisik Olivia, heran sekaligus canggung saat Vincent duduk di sampingnya.

Vincent menatap Olivia. Alkohol memerahkan matanya tapi hasrat membuatnya semakin liar. Di hadapannya, Olivia terbaring dengan gaun tidur putih, kulit pucatnya bersinar di bawah lampu kamar.

Dan sebagai lelaki normal Vincent tidak bisa menahan diri.

1
Murni Dewita
gantung thor
Murni Dewita
double up thor
Rizky Handayani Sr.: ok kak, padahal uda double² up ni 🫠
total 1 replies
Murni Dewita
jodoh mu
Murni Dewita
👣👣👣
partini
wah kakek pintar juga yah
partini
menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!